36. Lempar tangkap

1.9K 135 11
                                    

Budayakan vote sebelum membaca 💗




EL SULTAN: 36. lempar tangkap











"Aku ingat siapa dirimu..."

Ali mengangkat wajahnya dan mendapati pemimpin negeri ini melempar pandangannya keluar, tidak melihat kearahnya. Kejadian langka dimana mereka berdua bisa bertemu seperti ini.

"Anggap kita setara, jadi...berbincang seperti biasa?" timpal Ali.

"Ini negeri ku, kedudukanku lebih tinggi disini." Entah kenapa sosok penguasa itu lebih suka melihat pemandangan luar, mulutnya berbicara tapi matanya seolah menerawang sesuatu, "Tapi aku akan menghormatimu, sebagai tamu tentu saja."

"Aku tidak terbiasa melihatmu ramah dan bukan tanpa alasan kau mau menemuiku sekarang."

"Negerimu pasti heboh," senyum miring terpampang dari wajah tegas itu, pandangan keluar itu terputus dan langsung mengarah kepadanya, "Raja mereka menghilang sekarang."

Ali tidak merasa terintimidasi sama sekali, dia bisa membayangkan kekacauan apa yang terjadi, dirinya ikut tersenyum, "Masih ada dua bulan sebelum penobatan, dan masih banyak hal yang harus kulakuan."

"Salah satunya mencari pendamping." sosok itu, Kaisar negeri Alenta tidak basa-basi, topik seperti itu bukan hal tabu pada pembicaraan kerajaan. "Kau tidak akan bisa memegang tahta secara sah tanpa seorang pendamping, dan desas-desus tentangmu selalu menarik untuk dibicarakan."

Ali mengangkat sebelah alisnya, permainan ini semakin menarik. "Oh ya? Jangan bilang kau mengaitkan hal itu sebagai alasanku kemari."

"Tidak ada salahnya membuat praduga. Kau berniat mengambil apa yang seharusnya tidak kau ambil. Sudah sepatutnya bukan aku waspada?" Kaisar Alvin membalas tatapan Ali, matanya berkobar dan terefleksi melalui tatapan dingin itu.

Ali mencoba mengaitkan satu per satu yang didengarnya. Mulutnya berkedut menahan tawa, jadi ini yang Kaisar itu pikirkan tentangnya? Dia semakin bersemangat untuk mengikuti permainan ini. "Kau ingin tahu apa hubunganku dengan Sivia?"

"Kau yang membawa Sivia beberapa tahun lalu ke Desa Abioye, jadi jawabannya tidak untuk pertanyaanmu." Kaisar seolah menegaskan bahwa ia tahu tentang apa yang terjadi, dan Ali tidak terkejut akan hal itu. Seorang penguasa akan mudah mendapatkan informasi yang diinginkannya.

"Mengapa aku membawa Sivia kesana? Apa yang terjadi saat itu dan kenapa bisa seperti ini? Kau yakin tidak mau mendengarnya?" Betapa baiknya Ali menawarkan penjelasan yang ia jaga mati-matian dengan mudah kepada Kaisar itu, "Aku ada dihadapanmu, gunakanlah kesempatan ini sebaik mungkin."

Kaisar Alvin kembali melemparkan pandangannya keluar enggan untuk menjawab, Ali bukan orang yang pandai menebak-nebak fikiran seseorang, bisa saja Alvin memang tidak mau tahu dan tidak peduli.

"Gadis itu kemari bukan tanpa alasan..."

Tentu saja,

Keea...

Nama itu langsung muncul begitu saja saat Kaisar Alvin mulai berbicara.

"-kau pasti tahu betul apa yang diinginkannya," sambung Kaisar. "Aku akan membebaskan Keea dan sebagai gantinya gadis itu akan tetap disini."

"dan kenapa aku harus setuju?" Ali butuh alasan untuk mendapat jawaban dari pertanyaannya. "Alasan Sivia ke Istana untuk membebaskan Keea, jika Keea sudah bebas, tidak ada alasan lagi untuk Sivia tetap bertahan ditempat itu."

Tangan Kaisar Alvin mengepal erat. "Aku memaksa..."

"Kenapa?"

"Besok kami akan menikah."

Ali tidak dapat memungkiri bahwa fikirannya langsung bercabang-cabang kemudian mendapat kesimpulan bahwa telah terjadi sesuatu yang tidak diketahuinya antara kedua orang itu. Tapi entah kenapa ada perasaan ingin melindungi Sivia muncul? Bertahun-tahun tidak menemui gadis kecilnya, ada perasaan tidak rela, seperti semacam rasa kehilangan.

"Aku ingin bertemu Sivia." Nada bicara Ali berbeda, terdengar lebih dingin terbukti dengan kerutan halus dipelipisnya.

"Tidak." jawab Kaisar Alvin singkat dan jelas.

"Apa hak mu melarangku?" tantang Ali. Biarlah kepala dua penguasa ini terpajang untuk bertarung dan saling menyerang. Rasa kepemilikan yang Alvin tunjukkan membuat Ali tidak nyaman. Mereka berdua berada di posisi sama, tidak memungkiri bahwa jiwa arogansi mereka tidak jauh berbeda.

Alvin berdiri dan merapikan pakaian rakyat yang ia kenakan. Sebelum melangkah pergi, Alvin kembali menurunkan pandangannya kepada Ali yang tengah duduk di kursi. "Besok...setelah pernikahan aku akan mengantar Keea kepadamu dan satu hal lagi...."

Alvin menjeda ucapannya,"Kalian memiliki keyakinan berbeda, jadi buang jauh-jauh fikiran untuk bersama. Negerimu akan menolaknya dan kaupun harus melakukan hal yang sama."

Ali memandang kursi yang sempat diduduki Alvin sebelum tersenyum miring. "Melihat sikap lancangmu aku harus berfikir dua kali untuk merestuimu...calon adik ipar."

Alvin menghentikan langkahnya dan mematung.











***

Tbc

Masih inget cerita ini ?😅 hahaha...part ini cm sedikit? Sengaja aku potong. Lagi gak mood up lengkap 😁😁

Typo deelel mohon dimaafkan.

Vomennntt ✌

EL SULTAN √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang