4. Dibalik rencana

3.7K 205 22
                                    




Sivia merasakan hembusan angin menerpanya. Jantungnya berdegup kencang tidak karuan merasakan ada seseorang yang berada didekatnya. Pandangannya menjurus kearah depan, tidak ada siapapun. Pohon-pohon rindang yang menaungi menjadi momok menakutkan dalam keadaan seperti ini.

Suara derap kaki semakin mendekat, keringat dingin tampak membasahi dahinya. Tangannya gemetar ketika memegang keranjang dengan buah-buah yang terdapat didalamnya. Fikiran ingin meninggalkan tempat ini ditepis begitu saja oleh kenyataan bahwa kakinya seperti dipaku ditempat. Terlihat diam merespon otaknya yang berulang kali meneriakkan kata 'Ketakutan'.

Gesekan jubah dengan angin terdengar sedikit asing di telinganya. Sivia menahan nafas sejenak.


Dia harus berbalik untuk melihat siapa yang berada dibelakangnya.

Menguatkan keyakinannya, dengan hati merapalkan berulang-ulang do'a untuk menjaganya. Sivia berbalik dengan pelan.

Terpaku.

Matanya melebar dengan decakan kagum yang terus menerus berteriak dalam hatinya. Seorang pria menjulang berdiri didepannya, dengan jubah putih yang melingkupi tubuhnya. Rambut kecoklatan yang bergerak ringan diterpa angin dengan lensa hitam yang menatapnya dengan geli dan entah kenapa terkesan lembut didalam pandangan Via.

Dia sangat tampan.

"Aku menakutimu."

Mendengar suara maskulin dan rendah membuat Sivia terkesiap. Sivia membungkam suaranya, mengamati dengan seksama. Siapa kiranya yang sedang berada didepannya ini?

"Apakah kau yang bernama Sivia Almeta? Dari desa Abioye?"

Dengan gerakan pelan, Sivia menganguk beberapa kali. Pria didepannya pasti bukan orang sembarang, dengan pakaian dan tingkah laku yang tertata seperti itu memungkinkan bahwa pria didepannya ini adalah salah satu bangsawan yang bekerja sebagai pejabat istana.

"Ikuti aku!" Pria itu nampak tersenyum kemudian berjalan mendahului Sivia.

"Tunggu!" Suara Sivia menghentikan langkah pria itu dan membuat pria itu membalik untuk melihatnya. Dia menetralisir kegugupannya untuk menyuarakan berbagai pertanyaan yang mencokol dalam benaknya.

"Apa setiap gadis yang membawa persembahan melewati jalan yang berbeda untuk masuk ke istana?" Tanya Sivia dengan hati-hati.

Pria itu terdiam sejenak menyelami pertanyaan yang Sivia ajukan.

"Aku rasa begitu." Jawabnya seadanya.

"Kenapa?" Kening Sivia berkerut menyadari  hal yang sedang dihadapinya sedikit ganjil. Dengan semua prosedur yang berada disini, sepertinya ada banyak hal yang tidak diketahuinya tentang segala peraturan istana mengingat dirinya hanyalah seorang gadis desa.

"Kurasa tidak seharusnya memperdebatkan keputusan istana, kita hanya perlu menjalaninya. Itu saja." Pria itu berbalik dan meneruskan langkahnya. Sivia sedikit tersentil oleh perkataan pria tadi, kata-kata barusan mengandung makna.

'Tidak seharusnya kau menanyakan keputusan istana. Kau hanya perlu mematuhi peraturan dan kau tidak akan mendapat masalah.'

Sivia bergidik kemudian tersadar pria tadi telah meninggalkannya cukup jauh, dia langsung berjalan berusaha mengejar langkah besar pria yang berada di depannya. Disepanjang perjalanan, beberapa kali Sivia melihat arsitektur istana yang terasa pas sejauh mata memandang. Beberapa pelayan dan penjaga istana hilir mudik dan menghentikan perkerjaan mereka sejenak untuk memberi salam kepada pria yang berada didepannya.

EL SULTAN √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang