Bab 4: Kamar Nomer Dua

43.3K 1.7K 142
                                    

Malam harinya sekitar pukul delapan malam gua pulang dengan tubuh babak belur. Pelipis mata gua sobek, hidung mimisan, bibir bawah pecah, dan pipi lebam-lebam. Untung semuanya sudah di obati, di rumah sakit terdekat.

       Badan lelah gua membuka pintu gerbang kostan dengan lunglai. Otak gua bener-bener ngeblank, rasanya pengen cepet-cepet tidur untuk istirahat. Rasa marah dan malu masih tersisa di hati karena perlakuan senior-senior itu.

       Dari gerbang depan sudah terdengar suara-suara bising di lantai dua bangunan kostan. Ada yang lagi nyanyi-nyanyi, teriak-teriak, terus ada yang ketawa-ketiwi, bahkan ada yang menyerupai suara gajah, anjing, babi, kuda, jerapah. Gua heran sebenernya ini kost-kostan apa kebon binatang sih? Kok banyak banget suara-suara gak jelas di lantai atas. Pokoknya berisik banget, malah bikin kepala gua tambah pusiiing!

       Gua masuk dan berjalan lemas menelusuri koridor kostan menuju kamar. Pikiran gua masih kalut memikirkan pembalasan apa yang cocok untuk gua berikan kepada senior-senior laknat itu!

       Ketika melintas tepat di depan kamar nomer dua, ada sosok gadis manis keluar dari kamar itu. Gua langsung berhenti dan terdiam. Kami berdua saling bertatap mata untuk beberapa saat.

       Aduh! Malu..mana muka gua lagi gak ganteng! Ketemu sama cewek sekece ini..

       "Hai...." sapa gadis itu ramah sembari melempar senyum.

        Gua terdiam tidak membalas sapaannya.

       Di sini gua mencoba memastikan bahwa gadis itu memang benar-benar menyapa gua dan bukan memanggil tukang sate keliling yang lagi mangkal tepat di depan kostan. Setelah gua yakin kalau sapaan itu buat gua, baru gua berani untuk menjawab sapaannya.

       "H-hai juga.." balas gua agak gugup.

       Gua mencoba menyapu penampilan gadis itu. Kulitnya kuning langsat membalut tubuhnya yang mungil. Wajahnya yang imut terlihat melankolis, dan tinggi tubuhnya kira-kira setelinga gua. Penampilan gadis itu tampak sederhana, kemungkinan umurnya sama dengan cewek jutek yang menitipkan barang beberapa hari yang lalu.

       Selain itu dia memiliki rambut panjang hitam sepungggung yang sedikit bergelombang. Alis tebalnya menghiasi mata yang agak besar namun tampak indah jika di pandang. Yang menarik dari gadis ini adalah sorot matanya yang jika memandang seseorang seakan ikut tembus bersama tatapan melankolis darinya.

       Gadis ini benar-benar menarik dan jantung gua terasa berdegup lebih kencang kala berada di dekatnya.

       "Kamu anak baru di kamar nomer tiga ya?" tanyanya dengan suara lembut dan sikap sangat bersahabat.

       "I-iya," jawab gua masih gugup.

       Gadis itu mengangguk-ngangguk. Suasana agak kaku untuk sesaat.

       "Kenalin nama gua Romi. Sering di panggil Getok! Terserah mau pakai panggilan yang mana, bebas!"

       Sesaat wajahnya terlihat heran, lalu mulai tertawa kecil.

       "Kenapa? Nama gua aneh ya?" Tanya gua agak tengsin.

       Masih dengan tawa kecilnya gadis itu menjawab. "Nama bagus-bagus di ganti-ganti kaya gitu?"

       Gua hanya cengar-cengir bodoh.

       Sesaat gadis itu ikut terdiam, sambil menatap gua dengan senyumnya yang masih tersisa. Lalu dia mulai berucap pelan.

       "Melitha. Panggil aja Tata,"

       Melitha...

       Nama yang bagus dan terlihat cocok dengan sikapnya yang lembut.

KOST SEGREKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang