Malam hari sekitar pukul tujuh gua singgah di warung Beni karena sudah janjian untuk bertemu dengan Zikri, Ruby dan Agus Tengik yang membawa uang DP ke bengkel Prokiss sebagai tanda jadi taruhan. Namun mereka bertiga belum kelihatan batang hidungnya, dugaan gua mereka masih menagih beberapa anak yang belum membayar.
Dua batang rokok kretek gua beli ketengan.
Kala itu yang melayani adalah ibunya Beni.
Gua rada heran juga ketika melihat beliau menjaga warung ini, karena biasanya kalau tidak ada urusan sangat penting Beni tidak akan meninggalkan warungnya. Atau mungkin anak itu sedang sakit?
"Beni kemana, Bu? Sakit?" Tanya gua penasaran.
"Dari pagi Beni lagi ngelamar kerja, Rom. Sampai jam segini belum pulang-pulang juga. Ibu jadi khawatir sama Beni," jawab nyokapnya Beni sambil pasang tampang cemas.
"Ngelamar kerja?" Ucap gua seolah tidak percaya dengan kata-kata yang barusan gua dengar. "Maksudnya si Beni ngelamar kerja ke perusahaan gitu?" Tanya gua memastikan.
"Iya. Ibu juga kaget. Soalnya gak biasa-biasanya anak itu dandan rapih dari pagi. Pas ibu tanya katanya dia mau ngelamar kerja. Masa kamu gak tahu sih?"
"Saya enggak tau, bu..Emang ngelamar kerja dimana, Bu?"
"Katanya sih di daerah...hm...apa itu ibu lupa. Coba kamu tanya saja sama Rama, soalnya dia yang ngajak kan,"
Gua mengernyitkan kening.
Bahkan gua baru tahu sekarang kalau Rama mengajak Beni untuk kerja.
"Oh gitu ya, bu..."
"Iya. Ibu sih seneng banget karena Beni udah mau ngelamar kerja. Soalnya ibu suka kasian liat anak Ibu setiap hari cuma jagain warung aja. Ibu suka mikirin masa depannya Beni, gimana nanti kalau sudah berkeluarga, apa bisa nafkahin anak istrinya dari hasil jajanan warung aja...makanya Ibu bersyukur banget waktu tau dia udah mau ngelamar-ngelamar kerja.." nyokapnya Beni bercerita dengan penuh suka cita.
"Iya Bu. Semoga aja cepat dapat kerja ya. Saya juga ikut seneng kok dengernya," kata gua yang mengerti perasaan nyokapnya Beni.
Dari jembatan jalan perikanan gua melihat penampakan Dewa sedang berjalan kaki. Untuk sesaat anak itu berhenti di pingir jalan sambil menoleh ke kanan-kiri jalan raya. Ketika jalanan mulai sepi anak itu menyeberang dan berjalan ke arah sini.
"Tok," sapanya singkat.
"Yoi," balas gua yang heran melihat kelakuannya, karena sehabis menyapa Dewa langsung berdiri di pinggir jalan lagi, sambil melihat ke kanan dan kiri jalan seperti ingin menyeberang jalan lagi.
Raut wajahnya tampak gundah gulana.
Pemuda itu terus menoleh ke kanan dan kiri jalan secara bergantian.
"Mau nyebrang jalan lu?" Tanya gua heran.
"Kagalah. Baru juga nyeberang ke sini, masa mau nyeberang lagi. Emang gua orang gila ape!" jawabnya ketus seolah tidak berminat menjawab pertanyaan gua.
"Terus ngapain lu planga-plongo di pinggir jalan?"
"Gua nungguin motor!" Jawabnya masih ketus.
"Elu mau begal motor?" Tanya gua semakin heran.
"Sembarangan lu kalo ngomong! Gua nungguin motor punya gua lah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
KOST SEGREK
Non-Fiction(SERIAL KE DUA DARI BADJINGAN) Cerita ini hanya untuk usia 21++ Di sini banyak penggunaan kata-kata kotor dan adegan sadis/vulgar. Mohon kedewasaannya dan kebijakannya dalam menyikapi setiap chapter yang di publish. Bagi kalian yang fanatik dengan h...