Seminggu kemudian sekitar empat puluh orang anak boikoter yang bergabung dengan kelompok kami mendatangi gua di pelataran parkiran fakultas teknik. Anak-anak itu terdiri dari kaum lelaki dan perempuan yang di huni oleh penduduk semester satu sampai semester empat dari berbagai macam jurusan. Mereka cemas membicarakan kedatangan Lukas setelah mulai kembali di ancam oleh senior-senior.
"Udah elu semua santai aja. Jumlah kita ini banyak, jadi gak perlu khawatir kalau mereka macem-macem.." beritahu gua untuk menenangkan mereka.
"Tapi lu gak kenal seberapa gilanya Lukas. Makanya bisa ngomong gitu," kata Bunga anak Sipil Semester empat.
"Semua mahasiswa takut sama dia!" tambah Bule anak dari jurusan IT.
Gua hanya garuk-garuk kepala dengan bingung mendegar ocehan mereka.
"Apa kita gabung lagi aja sama mereka?" lanjut Erwin meminta pendapat.
"Gak bisa begitu dong! Kita kan udah capek-capek bangun boikoter supaya gak di tindas lagi. Sekarang elu jangan seenaknya aja minta keluar..lo mau ngerusak gerakan kita?" Protes Komenk tidak terima.
Ucapan Erwin mendapatkan dukungan dari beberapa mahasiswa. Dan sebagiannya lagi mendukung Komenk. Akhirnya terjadi dua kubu yang saling menghujat.
Untuk sesaat terjadi perdebatan sengit diantara mereka. Gua jadi semakin bingung dan jenuh melihat sikap mereka yang saling ngotot-ngototan mempertahankan kebenaran pemikarannya.
Sedangkan Adit, Doni, dan Sherly memilih untuk diam. Mereka tidak mau merespon kecemasan-kecemasan itu. Mungkin karena mereka juga bingung harus mengambil sikap seperti apa.
"Yaudah deh kita cabut ke senior aja..." Akhirnya Bunga mengambil keputusan.
Niatnya itu di dukung oleh Erwin dan Bule.
"Kalian itu pengecut! Baru diancam begitu doang udah takut!" Ejek Komenk anak Mesin dengan ngotot.
"Bukannya takut! Cuma kita gak mau cari masalah aja di sini!" Bule yang membalas tidak kalah ngototnya.
"Alah..elu banci...ya banci aja..gak usah pake banyak alesan!" Sindir Mega anak Elektro tingkat empat.
"Sialan lu ngatain gua banci!" Bule merasa tersinggung dan bermaksud ingin memburu Mega. "Coba ngomong sekali lagi! Gua gampar mulut lo!"
"Gampar sini kalo berani! Elo itu beraninya cuma sama cewek, giliran di ancem Lukas, langsung kicep lo!" Balas Mega dengan kata-kata pedasnya.
Bule terdiam dengan wajah memerah menahan malu. Tanpa banyak kata anak itu langsung menghampiri Mega. Mungkin dia bermaksut untuk melakukan niatnya menggampar Mega.
Tapi langkahnya langsung terhenti ketika di halangi Paul, anak Sipil tingkat empat yang memang menjadi kekasihnya Mega.
"Santai, Le! Kalo berani lawan gua!" Balas Paul menantang Bule.
Melihat badan Paul lebih besar dari dirinya, Bule menahan diri.
"Kalo elu semua berani pergi..elu semua bakal berhadapan sama kita.." ancam Komenk ke mereka dengan garang.
"Ini pilihan kita buat cabut dari kelompok tai kucing kaya begini! Punya hak apa lo ngelarang-ngelarang kita!" Bantah Bunga tidak terima dengan ancaman Komenk.
Suasana semakin ramai dan bertambah gaduh.
"Rom, elu ngomong sesuatu dong!" Desak Sherly kesal dengan wajah paniknya ketika keadaan sudah semakin memanas. Anak itu takut akan terjadi baku hantam diantara kami. "Mereka ribut begini elo malah diem aja!"
KAMU SEDANG MEMBACA
KOST SEGREK
Non-Fiction(SERIAL KE DUA DARI BADJINGAN) Cerita ini hanya untuk usia 21++ Di sini banyak penggunaan kata-kata kotor dan adegan sadis/vulgar. Mohon kedewasaannya dan kebijakannya dalam menyikapi setiap chapter yang di publish. Bagi kalian yang fanatik dengan h...