Dengan langkah kaki yang gagah Keluarga Babi berangkat ke acara dangdutan di kampung sebelah. Gua, Ikop, Paul, Kenyank, Lukman, Arab, Buluk, Bagol, Zikri dan Agus Tengik sudah pasang pasang aksi yang keren. Tentunya minuman keras berlabel Intisari cap orang tua sudah kami siapkan sebagai pendorong semangat di sana. Yeah, siapa tahu nanti biduan-biduan sexy nan montok itu bisa kecantol oleh salah satu dari kami.
Sesampainya di lokasi, ternyata panggung dangdut diselenggarakan di sebuah kebon singkong yang luas, tentunya dengan semak-semak belukar yang rada menjulang tinggi di belakang panggung tersebut. Di sebelahnya kebon, terdapat jalan kecil beraspal yang hanya bisa di lewati satu mobil.
Suasana di lingkungan dangdut sudah ramai.
Banyak pedagang kaki lima yang mangkal untuk mencari rejeki.
Bahkan ada beberapa lapak judi dan penjual kaset-kaset CD bokep berkedok CD dangdut pun ada. Tidak ketinggalan di tempat ini banyak lonte-lonte umur setengah baya yang berkeliaran mencari pelanggan. Bahkan untuk perempuan setengah jadi alias bencong juga tidak mau ketinggal, mereka segerah memasang aksi keganjenannya. Tentu harga mereka lebih murah di banding perempuan orisinil.
Semua ini adalah konsumsi kalangan rakyat kelas bawah menikmati kehidupan di pinggiran kota Jakarta.
Inilah cermin dunia hitam pinggiran yang bukan menjadi rahasia umum lagi di kalangan masyarakat pinggiran kota besar.
Kami mencari lokasi nongkrong agak jauh dari ZJB atau Zona Joget Berbahaya untuk menggelar lapak guna mabuk-mabukan. Kami memang sengaja mabuk dulu sebelum berjoget di ZJB, agar nanti ketika joget tubuh terasa enteng dan terbang. Yang pastinya ketika nanti berjoget kami harus hati-hati, karena di tempat seperti itu menganut sistem senggol bacok!
Kekerasan dalam acara dangdut ini rada spesial di banding dengan acara-acara musik aliran lain seperti, rock, reggae, metal, terlebih lagi punk yang sangat brutal ketika sedang ber-pogo di arena.
Kalau di acara dangdut, jogetnya memang slow, namun ketika sudah di senggol siap-siap saja kalau harud Celurit keluar! Golok melambai! Bahkan kelewang bisa melayang!
Dan ini sangat real terjadi di dunia perdangdutan pinggiran Jakarta masa itu!
Ketika para fans-fans fanatik satu wilayah pergi ke acara dangdut secara bergerombol dengan kawanannya, mereka sudah siap sedia senjata tajam untuk menghadapi situasi terburuk kala bertemu gerombolan fans dangdut dari wilayah lain. Makanya gak heran kalau ada berita di koran si Kipli dibacok gara-gara rebutan joget manja sama biduan. Hehehe..
Kok gue tahu banget ye? Padahal gue kan bukan dangduters...hehehe..😶
Lukman yang sudah mabok berat langsung turun untuk berjoged dengan gaya Wong Fei Hong minta di gebukin orang satu panggung. Sedangkan tubuh Zikri sudah melenggak-lenggok di lapak kami, tapi anak itu masih belum minat untuk turun ke ZJB.
Suasana saat itu sangat ramai, banyak bapak-bapak naik ke atas panggung guna menyawer biduan yang menurut gua tubuhnya melebihi kapasitas panggung itu sendiri! Ibaratnya kalo naek angkot bayarnya dobel tuh biduan.
Para penikmat dangdut yang terdiri dari kalangan bapak-bapak itu kebanyakan berprofesi sebagai kang ojek, kuli bangunan, kang parkir, atau kang dagang yang ingin melepas penat dari rutinitasnya sehari-hari.
"Kop, minum nih Anggur.." gua menyodorkan gelas berisu anggur intisari cap orang tua.
"Kaga ah, Rom. Lagi gak enak badan gue.." tolak Ikop.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOST SEGREK
Non-Fiction(SERIAL KE DUA DARI BADJINGAN) Cerita ini hanya untuk usia 21++ Di sini banyak penggunaan kata-kata kotor dan adegan sadis/vulgar. Mohon kedewasaannya dan kebijakannya dalam menyikapi setiap chapter yang di publish. Bagi kalian yang fanatik dengan h...