Di lapangan parkir Polsek delapan orang anak yang tertangkap berjongkok sambil bertelanjang dada. Sebelumnya kami di suruh push up, sit up, dan scoot jam puluhan kali sampai kami benar-benar lemas. Setelah itu ceramah pun di mulai oleh kepala polisi polsek yang waktu itu di pimpin oleh pak Hendro.
Satu jam penuh kebosanan kami di ceramahi habis-habisan, setelah itu kami di bawa masuk ke dalam ruang tengah sambil berjalan jongkok dengan caci maki yang di lontarkan oleh petugas kepolisian. Sesampainya di ruang tengah kami di suruh menunggu giliran untuk di interogasi. Satu persatu anak-anak masuk ke dalam ruangan lain untuk di interogasi.
Setelah selesai di interogasi mereka langsung masuk ke dalam penjara.
Kami bertiga masih jongkok di ruang tengah dengan perasaan ketar-ketir. Wajah kami yang babak belur sehabis di pukuli polisi sungguh sangat terasa sakit. Untung polisi-polisi di sini masih baik, setelah mereka memukuli kami, mereka masih mau mengobati kami.
"Kira-kira kita bakal ngandang lama kaga ya?" Tanya Buluk sambil berbisik.
"Kaga tau dah.." jawab gua.
"Kok bisa kaga tau sih lu?" Tanya Buluk tampak ngotot.
"Ya kaga taulah, emang gua yang mutusin? Lagian ngapa nanyanya ke gua lu?" Balas gua agak kesal.
"Lu pan yang lebih berpengalaman keluar masuk penjara..."
"Anjing lu!" Maki gua.
"He..he..he.." Buluk tertawa pelan-pelan. "Terus kira-kira nasib kita sepengalaman lu selama ini gimana? Bakal lama gak?" Tanya anak itu tampak ngotot sekali.
Gua menghembuskan nafas berat. "Sepengalaman gua sih, kalo nggak ada tuntutan yang memberatkan nggak bakal ngandang lama, apa lagi kalo cepet-cepet di tebus. Sehari atau dua hari udah bisa keluar. Beda lagi kalo sampe ngebunuh sama ngelukain orang sampai cacat atau koma, pasti kaga bisa di tebus.." gua menjawab sesuai pengalaman saja.
Agus Tengik yang mendengar obrolan kami langsung memucat.
"Gua abis bacok orang lagi..." Wajah Agus Tengik langsung terlihat gelisah.
"Santai aja Gus, selama kaga ada tuntutan dari keluarga korban yang lu bacok, kita masih bisa lolos. Kalau pun ada tuntutan, masih bisa tembus juga..asal duit lu kenceng. Duit lu kenceng kaga??"
"Itu masalah terbesar gue. Duit gua itu kenceng banget larinye. Sampe-sampe die ninggalin gue lari entah kemane..."
Gua mengeplak kepala anak itu. "Tinggal bilang kantong lu kering aje pake muter ke lomba lari segale! Ah, dasar Tengik!"
"Hehehe.." Agus Tengik hanya tertawa sembari menggaruk-garuk kepalanya.
Seorang polisi yang berada dalam ruangan interogasi keluar.
Beliau langsung menghampiri kami.
"Yang namanya Andri masuk!" Perintahnya tegas.
"Siap pak!" Seru Buluk seraya berdiri sambil hormat.
Lantas pemuda itu menoleh ke gua.
"Gua duluan ya, nyet..." pamit Buluk seraya pergi.
Tidak lama kemudian di susul oleh Agus Tengik ke dalam ruangan tersebut. Tinggal gua seorang diri yang masih berjongkok di ruangan tengah ini.
Pandangan gua langsung teralih kepada dua orang pasangan yang di geladak masuk oleh beberapa orang petugas. Yang satunya Om-Om berperawakan gendut dengan setelan tampak kusut. Ketika masuk ke sini dia sudah marah-marah dengan beberapa polisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOST SEGREK
Non-Fiction(SERIAL KE DUA DARI BADJINGAN) Cerita ini hanya untuk usia 21++ Di sini banyak penggunaan kata-kata kotor dan adegan sadis/vulgar. Mohon kedewasaannya dan kebijakannya dalam menyikapi setiap chapter yang di publish. Bagi kalian yang fanatik dengan h...