Kami berempat lari paling belakang di tinggalkan oleh kawanan kami yang sudah berlari duluan. Kelompok kami berlari menyebar di sepanjang jalan, ada yang kembali ke gang masjid, ada pula yang memasuki gang-gang lain hingga terpisah dari pasukan utama kami.
Terlihat dari tempat kami berlari, kelompok LA sudah tidak lagi mengejar-ngejar kami lagi. Yang tersisa dari mereka hanyalah suara makian dan ejekan dari kejauhan.
"Stop! Stop!" Kata gua dengan nafas terengah. "Mereka udah gak ngejar..." lanjut gua seraya berhenti,
Ketiga kawan gua ikut menghentikan langkah kaki mereka.
Nafas kami terengah-engah tidak beraturan.
Terlihat jelas wajah-wajah pucat kami.
"Ayo lanjut mundur ke gang Masjid.." pinta gua seraya kembali berjalan.
"Buset, dua kali serangan kaga bisa tembus-tembus juga.." komentar Gondel sambil memasang wajah pucatnya."Mana sekarang pada lari masing-masing lagi..."
"Anak-anak Warchild kurang kompak, Rom...baru di gebrak sedikit doang langsung pada mental. Makanya kita kalah!" Komentar Zikri yang terlihat kesal sekali.
"Bukannya pada gak kompak, Zik. Elu liat dah BR anak-anak L.A gede-gede banget! Kita emang menang jumlah, tapi kita kalah BR..." Beni berusaha membela kampungnya.
"Sama kalah nyali juga!" Celetuk Zikri yang tampaknya masih ingin menyalahkan anak-anak Warchild.
"Elu bawa dah anak-anak kampung lu! Ikut kita di sini, gua jamin mereka pada mental juga.." Beni tidak mau kalah.
"Udah-udah..malah pada maen salah-salahan dah.." gua mencoba untuk menenangkan mereka.
Sudah terlihat gerombolan pemuda Warchild berkumpul di Gang Masjid. Bahkan beberapa orang sudah terlihat naik di atas motornya bersiap untuk pergi dari tempat terkutuk ini.
Wajah-wajah mereka terlihat pucat dan lelah dengan nafas masih terengah-engah.
Beberapa anak banyak yang terkena luka lemparan batu di kepala, tangan, dan kaki. Mereka duduk di lesehan aspal dengan tubuh lemas.
Melihat ini kemarahan dan kebencian gua semakin terbakar.
"Bagol gimana??" Tanya gua cemas ke sekumpulan anak-anak yang sedang nongkrong.
"Udah di bawa ke rumah sakit sama, Basjack.." jawab Josep Daim.
"Parah gak kenanya?" gua sangat cemas dengan kondisi Bagol.
Josep tidak menjawab.
"Woi! Parah gak??" Tanya gua lagi.
Dia masih diam dan wajahnya terlihat bingung.
Plaaak!
Gua menempelang kepala anak itu.
"Elu gagu, jing?! Gua tanya diem aje! Parah gak si Bagol??" Desak gua jadi emosi.
"Gu..gua gak tau..mungking parah..." jawab anak itu gelagapan.
Kecemasan dan kemarahan menyatu di dalam diri gua.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOST SEGREK
Non-Fiction(SERIAL KE DUA DARI BADJINGAN) Cerita ini hanya untuk usia 21++ Di sini banyak penggunaan kata-kata kotor dan adegan sadis/vulgar. Mohon kedewasaannya dan kebijakannya dalam menyikapi setiap chapter yang di publish. Bagi kalian yang fanatik dengan h...