Di atas motor yang melaju kencang perasaan kami ketar-ketir karena khawatir akan keselamatan Beni yang sedang di keroyok oleh perkumpulan L.A. Dari tadi gua merasakan firasat-firasat buruk yang akan terjadi kepada kawan satu itu.
Di sisi lain gua juga cemas akan kondisi kami berdua, jika kami bisa datang ke sana, memangnya kami bisa apa? Toh, kami ini hanya berdua saja. Untuk melawan seorang preman saja belum tentu bisa menang dengan mudah, apalagi harus melawan yang katanya berjumlah sepuluh orang.
Makanya harapan kami hanya pada Buluk atau Bagol yang akan datang membawa sekumpulan pasukan Warchild. Itu juga kalau mereka ada di kostan, kalau tidak ada sudah pasti kami akan menjadi korban selanjutnya.
Motor kami parkirkan di pangkalan ojek sebelah jembatan jalan perikanan yang jaraknya sekitar 50 meter dari pertigaan. Kami sengaja berhenti di sini, agar tidak bersinggungan langsung dengan mereka.
Kami berdua langsung turun dari motor.
Jantung kami mulai berdebar-debar.
Wajah panik terpancar.
Ruby langsung menarik pisau lipatnya dari kantung celana belakang. Sedangkan gua melilitkan kopel di tangan dengan kepala besi yang gua ngenggam erat.
Terlihat dari kejauhan suasana Warung Beni sangat sepi. Sama sekali tidak ada anak-anak LA seperti yang Bastian bilang. Tapi kondisi warung memang berantakan dengan jajanan yang tergeletak di mana-mana.
"Kosong!" Kata gua.
"Udah pada cabut kali,"
"Kita nyeberang aja deh,"
Kami langsung menyeberang jalan lalu bergerak ke arah warung Beni.
"Hati-hati Rub..siapa tahu mereka masih di lokasi," gua berusaha memperingatkan Ruby sambil mengamati keadaan di sepanjang jalan yang ramai beraktivitas.
Pemuda itu hanya mengangguk dengan wajah yang terlihat pucat. Semakin erat saja pisau lipatnya dia genggam.
Sesampainya di sana kondisi warung sudah berantakan.
Di sebelahnya ada Beni sedang terkapar dengan wajah babak belur.
"Si Beni, Rom!" Ruby menunjuk tubuh Beni yang terkapar.
Warga sekitar atau pejalan kaki yang lewat sama sekali tidak menolong Beni. Dia di biarkan saja seperti bangkai tikus yang tergeletak sehabis di lindas oleh kendaraan.
Gua jadi miris melihatnya.
"Dasar anjing anak-anak L.A!" Maki gua penuh amarah.
Kami langsung menghampiri Beni.
Kepala pemuda itu langsung gua dudukan di paha ini.
"Ben! Ben!" Gua menggoyang-goyangkan tubuhnya dengan panik.
Hanya sedikit erangan yang terdengar dari mulutnya.
Dada gua berdebar-debar.
Gua takut Beni kenapa-kenapa.
"Woi...lu masih sadar??" Tanya gua panik.
Beni membuka matanya yang bengkak.
"A..aer..." ucapnya dengan susah payah.
Dengan sigap Ruby langsung mengambil botol mineral yang tergetak di aspal. Lalu membukanya dan meminumkan ke mulut Beni.
"Eh jing! Lu gak apa-apa kan?" Tanya gua lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOST SEGREK
Non-Fiction(SERIAL KE DUA DARI BADJINGAN) Cerita ini hanya untuk usia 21++ Di sini banyak penggunaan kata-kata kotor dan adegan sadis/vulgar. Mohon kedewasaannya dan kebijakannya dalam menyikapi setiap chapter yang di publish. Bagi kalian yang fanatik dengan h...