16. Berbeda

4.1K 192 3
                                    

Alvin tetap memakan ayam goreng itu dengan lahap. Membuat Karamel meringis pelan.

"Udah, ayamnya gak usah dimakan. Makan sayur nya aja" ujar Karamel menahan Alvin yang hendak menyuapkan makanan kedalam mulutnya.

"Mubazir" sahut Alvin cepat lalu memasukkan nasi tersebut kedalam mulutnya.

"Kan ayamnya gosong, pait, gak enak" ujar Karamel lirih.

"Karna lo yang masak jadinya enak" Karamel tersenyum mendengar penuturan Alvin barusan. Tumben kalau ngomong kata-katanya tidak nyelekit. "Tapi lain kali mending gak usah, daripada lo ngerusak resep nyokap gue" tambah Alvin. Tuh kan, baru juga di bilang, sudah kumat lagi-_-

"Gue kan lagi belajar. Harusnya lo seneng dong kalo gue belajar masak dan bisa masak nantinya. Lo dukung gue, beri gue semangat. Bukannya malah buat gue jadi down" jelas Karamel dengan nada sedih.

"Hm" dehem Alvin menutup kotak makan tadi lalu meletakkan disampingnya.

"Gua tabok lo lama lama. Kebiasaan banget, tiap gue ngomong respon nya selalu 'hm' gitu aja" kesal Karamel.

"Untung masih gue respon" sahut Alvin.

"Tabok nih" ancam Karamel mengangkat tangannya ke udara.

"Tabok aja, pilih yang empuk" tantang Alvin.

'Plak!'

Tanpa segan, Karamel langsung memukul pipi Alvin sehingga membuat empunya meringis pelan. Ia lupa, bahwa cewek itu gak pernah main-main dengan ucapannya.

'Pedes juga gamparan nya si Amel' gumam Alvin dalam hati seraya mengusap pipinya yang tadi sempat di tampar oleh Karamel.

***

Kini Karamel dan juga Alvin sedang berada disebuah danau yang tak jauh dari tempat bakti sosial tadi.

Sesuai janji Alvin tadi pagi. Jika bakti sosial selesai lebih awal, ia akan mengajak Karamel jalan. Dan disinilah keduanya berada, disebuah danau menikmati pemandangan matahari tenggelam.

Keduanya saling bungkam, tak ada yang berniat memecah keheningan ini.

Hal itu sudah biasa bagi Alvin yang memang pelit bicara. Namun hal itu agak berbeda dengan Karamel yang biasanya selalu mengoceh, tapi sejak mereka tiba disini, cewek itu hanya diam seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Kenapa?" akhirnya setelah lama saling diam, Alvin mulai membuka suara terlebih dahulu.

"Apanya yang kenapa?" Karamel balik bertanya seraya menoleh menatap Alvin.

"Kenapa lo diem?" Tanya nya lalu tanpa menatap Karamel. Tetap memandang lurus kedepan, menatap air danau yang tenang.

"Gue gak kenapa-napa" jawab Karamel pada akhirnya. Ia ikut mengarahkan pandanngannya pada danau didepan.

Alvin hanya mengangguk pelan, mengiyakan ucapan Karamel. Bukannya ia tidak peka, ia tahu setiap Karamel mengatakan tidak apa-apa ada sesuatu yang terjadi. Dengan arti lain Karamel belum siap untuk bercerita, karena tanpa diminta pun cewek itu biasanya langsung mengatakan apa yang ia rasakan.

"Tadi gue lihat ada yang jual es krim deket sini. Lo mau?" tawar Alvin membuat cewek yang duduk didepannya itu tersenyum lebar.

"Mauu" pekiknya antusias.

Alvin tersenyum tipis melihat pacarnya kembali tersenyum. "Tunggu disini sebentar" ujarnya seraya mengacak pelan puncak kepala Karamel lalu beranjak untuk membelikan Karamel es krim.

Dengan patuh, Karamel menganggukkan kepalanya.

Sambil menunggu kembalinya Alvin, cewek itu menatap sekeliling danau. Suasananya cukup sepi, membuat pikiran Karamel kembali berputar mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Saat sang mama menghubunginya lewat sambungan telepon. Ia masih ingat jelas apa yang dikatakan mamanya lewat telepon tadi. Entah bagaimana cara Karamel memberi tahu Alvin soal ini.

Because I Love You || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang