Masa itu akan tiba. Dimana kita merasakan cinta, bahagia, dan sedih pada waktu yang bersamaan.
***
Dinding berwarna coklat yang dihiasi oleh lukisan abstrak, memberi kesan berbeda di dalam cafe itu. Lagu-lagu mengalun pelan mengiringi hari yang semakin gelap, tanpa mengganggu kegiatan orang yang ada disana. Hari ini cafe tidak begitu ramai, mungkin karena ini bukanlah akhir pekan atau hari libur nasional.
Ketiga gadis yang memilih duduk di sudut cafe itu, kini sedang asik bercerita seraya menghabiskan minuman dan makanan di atas meja.
"Gue inget! Hema di tembak sama anak nerd yang sampe pipis dalem celana kan?" Bella berucap heboh.
Hema menutup wajahnya, merasa malu ketika kedua sahabatnya terus menggali masa lalu yang kelam dan memalukan itu.
"Nah, iya! Hahaha! Waktu itu muka Hema udah asem mau minta tolong," Jenny mengusap air matanya karena terlalu asik tertawa.
"Bully gue, bully!" Hema menatap mereka dengan wajah sebalnya.
"Ini mengenang masa lalu namanya,"
"Makan tuh masa lalu!" Bermodal tissue bergulung, Hema melempar Bella.
"Gimana perkembangan si nerd yang suka sama lo itu, Hem? Udah ganteng belom?" Jenny tertawa, masih belum berhenti mengganggu sahabatnya.
"Jenny!" Bentak Hema namun semakin membuat Jenny tertawa keras "Sebut dia sekali lagi, gue masukin nih tissue ke mulut lo."
Bella ikutan tertawa sebelum mengambil ponsel di atas meja karena ada panggilan yang masuk.
"Ngapa?" Tanya Bella langsung sesudah mengangkat panggilan. Suara Zero terdengar dari sebrang.
"Biar apa?" Gadis itu melihat jalanan raya seraya menunggu Zero yang terus mengoceh.
"Yaelah, kepo." Jawabnya. Jenny tersenyum melihat Bella yang sudah mulai berubah sekarang. Sedangkan Hema biasa saja karena mengetahui siapa yang menelfon Bella.
"Iya-iya! Di Valentino cafe." Bella sedikit kesal karena Zero yang terus bertanya. Saat cowok itu tertawa, ia langsung mematikan panggilan secara sepihak.
"Siapa sih? Serius banget kayaknya." Tanya Jenny menahan senyuman.
"Ayangebeb, siapa lagi" sahut Hema.
"Geli gue, Hem. Tau sih lo manggil si nerd pake ayangebeb." Bella mengejek balik.
Baru saja Hema mau membalas, Jenny sudah memotong "Gue serius, lo udah pacaran?!"
"Kagak, elah." Jawab Bella "Temen sekelas itu. Hobinya memang gangguin orang."
"Widihhh," sepupunya itu bertepuk tangan ria "Gue bentar lagi punya abang ipar nih"
"Apaan sih, Jen. Gue kali yang bentar lagi punya adik ipar."
"Lo kata temen?" Tanya Hema mengejek.
"Awalnya doang itu temen, ntar juga berubah jadi temen hidup. EAAAA" ejek Jenny.
Bella menghela nafasnya, tidak peduli kalau perkataan seperti itu mengejeknya terus-terusan. Ingat, Hema selalu membangun dinding tinggi untuk menghalangnya dari kata 'baper'. Meski sikap Zero padanya sudah menunjukkan sesuatu, tapi semua cowok memang seperti itu bukan?

KAMU SEDANG MEMBACA
Zero Gravity
Teen FictionBerawal dari si pembalap terkenal di kalangan anak muda yang hobi menjahili guru dan tidak pernah menetap pada satu sekolah. Membawanya untuk bertemu dengan gadis yang meyakini bahwa si pembalap itu memang trouble maker dan pemain perempuan. Menjad...