Putar dulu ini yang di atas👆
***
Losing him was blue like i'd never known,
and forgetting him was like trying to know somebody you never met.***
Pagi ini kembali biasa. Datar, tidak menarik, dan terkadang bosan.
Datang ke sekolah, bertemu teman-teman dan serius akan padatnya jam pelajaran.
Seperti ada yang hilang, namun tidak bisa dikatakan wujudnya seperti apa.
Karena Bella, kembali merasakan ini untuk kedua kali.
Bedanya, kali ini terasa sangat-sangat menyakitkan daripada dulu yang pernah ia rasa saat berpisah dengan Arkan.
Ada yang menghilang dari dalam sana.
Ya, tawa yang dulunya selalu mengiringi saat perjalanan menuju sekolah. Hari-hari dilewati bersama-sama. Membantunya menyelesaikan tugas sekolah. Pergi bersama mencari hal-hal baru. Dan tertawa akan hal kecil yang dilewati berdua.
Kini semua menghilang tanpa menyisakan apapun. Tidak ada lagi tawa yang terdengar di pagi hari.
Justru itu yang membuat Bella merasa ada sesuatu yang hilang.
Tentu saja. Semua akan membekas di dalam kehidupan.
Kini, semuanya kembali seperti biasa.
Gadis itu menunduk sambil berjalan di koridor, membiarkan topi jaketnya menutup kepala dan sedikit rambutnya ia biarkan terjuntai menutupi wajah.
Tiba-tiba Bella menabrak sesuatu hingga dirinya terjatuh ke lantai. Menahan ringisan saat orang yang ia tabrak membantunya berdiri.
Bella melepas tangan yang membantunya itu.
"Lo gak papa?"
Arkan. Bella tau itu Arkan. Tapi ia tidak mau melihat, ia justru melanjutkan langkahnya menuju kelas. Menghiraukan Arkan yang masih melihatnya.
Sesampainya di kelas, tidak ada yang perlu dilakukan selain duduk dan membuka buku pelajaran. Layaknya Bella yang selalu menjadi murid kebanggaan di sekolahnya.
Alih-alih menghiraukan tatapan khawatir dari teman-temannya, Bella tidak tau bahwa orang yang biasanya duduk di belakangnya kini sedang memperhatikan gadis itu.
Akhirnya bel berdering menandakan pelajaran segera dimulai. Bella menghela nafas pelan. Setidaknya jam ia berada di sekolah sudah berkurang dan bisa cepat kembali ke rumah.
"Selamat pagi anak-anak."
Entah pelajaran ini terlalu sulit atau rumit, yang jelas Bella tidak bisa mengerti apa yang guru jelaskan. Ia sudah mencoba fokus, tapi pikirannya melayang ke segala arah.
Gadis itu mencengkram pulpen, menatap ke depan dengan pandangan kosong. Di telinganya menggema sebuah suara yang membuat kesadaran Bella pergi entah kemana saat guru memanggil-manggil namanya.
"Bella?"
Tidak ada jawaban. Sudah beberapa kali guru di depan memanggil, sampai seisi kelas melihat ke arah gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zero Gravity
Teen FictionBerawal dari si pembalap terkenal di kalangan anak muda yang hobi menjahili guru dan tidak pernah menetap pada satu sekolah. Membawanya untuk bertemu dengan gadis yang meyakini bahwa si pembalap itu memang trouble maker dan pemain perempuan. Menjad...