Karena tidak ada yang menyakitimu seperti aku menyakitimu.
Dan tidak akan pernah ada yang mencintaimu seperti aku mencintaimu.***
Lagi-lagi karena tidur terlalu larut, Bella terlambat ke sekolah dan harus menerima hukuman dari guru piket. Tidak lain dan tidak bukan adalah berdiri di depan tiang bendera seraya hormat, sampai jam pelajaran pertama selesai.
Ketiga kalinya Bella seperti ini dalam seminggu terakhir.
Sang siswi kebanggaan sekolah itu sampai membuat para guru heran.
Sudah satu jam Bella menahan panas dari terik matahari, apalagi tadi gadis itu mendapat hukuman tambahan berlari keliling lapangan. Alhasil tenaga Bella cukup terkuras.
Seseorang menepuk pundak Bella, membuat gadis itu menoleh.
"Buat kakak."
Seorang adik kelas memberi roti rasa cokelat pada Bella.
Tampak dari wajah gadis itu ia menolak "Maaf." Jelas saja. Mana mungkin Bella menerima roti dari orang yang tidak ia kenal.
Adik kelas itu tidak mengotot, tapi ia meletak roti di atas ransel Bella yang terletak di lantai. Kemudian ia pergi meninggalkan Bella yang terdiam heran.
Tidak berniat menyentuh roti itu, ternyata perut Bella berkehendak lain. Ia memang belum sarapan. Bagaimana ingin sarapan, mandi saja tidak sempat.
Kembali berdiri tegak hormat bendera, ia berpikir akan sanggup menunggu satu jam lagi dengan posisi seperti ini.
Tapi tubuh selalu saja bertindak lain.
Berlari lima kali putaran keliling lapangan dengan perut kosong, ditambah cahaya matahari menemaninya berjam-jam, tidak ada reaksi tubuh yang lain selain merasa pening di kepala dan mual.
Tiba-tiba Bella merasa tiang di depannya berputar-putar, kepalanya seperti di timpa besi berat.
Tidak secepat yang ia kira, sebelum semua dihadapannya menjadi gelap.
***
Zero berdecak melihat usaha adik kelas itu gagal. Sia-sia duit berwarna birunya keluar untuk membayar siswi itu agar mau membantunya pagi ini.
Sebut saja ia pecundang yang hanya berani mengawasi gadisnya dari jarak jauh.
Ia mengepalkan tangannya kuat, menahan diri untuk tidak berlari ke lapangan sekarang juga.
"Gak, gak, jangan!" Zero panik sendiri saat melihat Bella sedikit hoyong dari berdirinya.
Hingga saat itu juga Zero berlari cepat ke lapangan tepat ketika tubuh itu hampir jatuh di sana. Ia menahan pinggang Bella, menghela nafas lega karena tidak membiarkan tubuh kurus itu terjatuh.
Melihat Bella yang tidak sadarkan diri, ia menyelipkan tangannya di balik lutut gadis itu sebelum membawanya menuju ruang UKS.
Rasa khawatirnya memuncak.
Zero membuka pintu UKS, tanpa izin atau permisi ia langsung membaringkan Bella di salah satu kasur putih itu. Menghela nafasnya berat, ia menunduk dan tangannya bertumpu di besi kasur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zero Gravity
Ficção AdolescenteBerawal dari si pembalap terkenal di kalangan anak muda yang hobi menjahili guru dan tidak pernah menetap pada satu sekolah. Membawanya untuk bertemu dengan gadis yang meyakini bahwa si pembalap itu memang trouble maker dan pemain perempuan. Menjad...