Ku tegaskan, tidak ada lagi yang akan menyakitimu. Kalau pun ada,
itu pasti aku yang sedang menjagamu.***
Dika mengetuk pintu kamar itu sekali lagi, dan ternyata sama saja. Tidak ada sahutan dari dalam. Ia padahal sudah bolak-balik memanggil Bella untuk turun dan makan malam bersama, tapi yang di panggil sepertinya tidak niat sama sekali untuk makan.
Dika tau adiknya sedang tidak baik-baik saja. Pulang dari lomba, wajah Bella tidak seperti biasanya. Matanya bengkak dan Dika yakinkan adik kecilnya baru selesai menangis.
"Masalah anak muda, ma." Jawab Dika saat mama bertanya. Dan ia siap meninju siapapun yang sudah membuat adiknya menangis.
Cowok itu kembali ke bawah untuk makan bersama kedua orangtuanya. Karena Bella pasti tetap tidak mau membuka pintu kamar. Adiknya itu sedikit keras kepala.
Sedangkan Bella sedang duduk di lantai dengan menundukkan kepalanya di atas lutut. Ia memeluk kakinya sambil terus menangis tanpa suara.
Bayangan Arkan terus menerus muncul di benak gadis ini. Bella semakin yakin bahwa semua cowok di dunia ini sama saja. Pertahanan itu dibuat roboh oleh Arkan karena sebelumnya Bella berpikir Arkan pasti berbeda dari yang lain.
Ia yakin bahwa Arkan adalah laki-laki yang pantas untuknya.
Tapi ternyata Bella salah.
Kenyataan itu semakin membuatnya menangis tanpa henti. Handphone di atas nakas terus bergetar menandakan ada panggilan masuk. Bella tau itu dari Arkan.
Tolonglah, ia bahkan tidak sanggup melihat nama cowok itu di layar handphone.
Gadis itu mendongak, melihat sekitaran kamar dan matanya berhenti di satu sisi. Ia langsung bangun dan mengambil sesuatu di atas meja belajar.
Bunga pemberian Arkan sewaktu di rumahsakit.
Tanpa berpikir dua kali, Bella melempar bunga itu ke dalam tong sampah yang ada di kamarnya.
Astaga, ia merasa sedang syuting drama korea.
Tangan Bella perlahan mengambil handphone, melihat ada banyak sekali panggilan tak terjawab disana. Dan semuanya berasal dari si cowok pembohong itu.
Mungkin ada baiknya Bella mengirim pesan untuk Arkan, sebagai tanda akhir dari semua.
To: Arkan.
Jangan hubungin gue lagi. Kita selesai.Satu tetes.
Dua tetes.
Dan gadis ini kembali menangis keras tanpa suara.
Bella melempar dirinya ke atas kasur. Memeluk bantal dan menangis sebisa mungkin, sampai ia puas.
***
Perlahan Bella membuka matanya dan menyesuaikan dengan cahaya.
Astaga, ia tidak sadar sudah tertidur.
Gadis itu berjalan ke kamar mandi dan sekedar membasuh wajah. Ia melihat ke arah jam dinding, sudah jam sepuluh malam.
Bella merasa ada sesuatu yang ia butuhkan sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zero Gravity
Teen FictionBerawal dari si pembalap terkenal di kalangan anak muda yang hobi menjahili guru dan tidak pernah menetap pada satu sekolah. Membawanya untuk bertemu dengan gadis yang meyakini bahwa si pembalap itu memang trouble maker dan pemain perempuan. Menjad...