I'm sorry for that night, and i need you to hold me tonight. Did you hear me?
I need you.***
Satu minggu berlalu.
Bella yang mereka kenal, kini berubah sepenuhnya.
Tidak ada lagi Bella yang dulu.
Tidak, Bella tidak berubah menjadi jahat.
Hanya saja gadis itu menjauh dari siapapun, menyendiri ke setiap tempat yang ia langkahkan. Berusaha fokus di saat jam pelajaran, meski tak menyangkal bahwa nilai Bella terus merosot selama sebulan terakhir.
Setiap jam yang ia lewati, terasa sangat berat. Ia tersenyum hanya ketika melihat keluarganya di rumah, tidak ada alasan lain setelah itu.
Sekiranya sifat dingin ini muncul dengan sendirinya, seolah sebagai senjata untuk mencegah orang-orang menyakitinya lagi.
Entah sampai kapan seperti ini ia bertahan.
Karena tidak ada satupun orang yang tau, bahwa Bella mencoba keras untuk tidak menangis pada malam hari.
Gadis itu keluar dari lapangan saat teman-teman kelasnya masih asik bermain bola kaki. Jam olahraga ini sudah berlalu selama satu jam, dan Bella tidak ingin melanjutkan lagi.
Beruntung guru membebaskan praktek apa saja untuk hari ini, karena gadis itu terpikir untuk masuk ke lapangan basket.
Ia hanya merindukan sesuatu.
Lapangan basket yang sepi membuat Bella leluasa bermain sendirian. Ia menatap tiang basket yang cukup tinggi itu.
Sebuah memori terlintas di benak Bella.
"Katanya mau masukin bola ke ring? Biar gue bantu, nyonya besar."
Lengkungan kecil tercipta di bibir gadis itu. Ia memantulkan bola ke lantai sebelum melemparnya ke arah ring. Dan ya, Bella bisa melakukan itu. Tentu saja berkat Zero yang mengajarnya.
Hal kecil yang berarti besar untuknya.
Bola itu tiba-tiba diambil oleh Hema yang berjalan menuju tempat Bella.
"Gue cuman mau bicara sebentar." Ucap Hema cepat saat Bella sudah mau pergi dari sana.
Langkah Bella terhenti, menghela nafasnya pelan saat Hema mengajaknya duduk ke bangku besi di pinggir lapangan.
"Lo tau?" Tanya Hema sambil melihat ke depan, membiarkan Bella yang disampingnya mendengar ucapannya dengan jelas.
"Semakin lo menjauh dari semua orang... tanpa lo sadari itu membuat lo semakin terpuruk, Bel."
Bella hanya diam menunduk.
"Gue gak bisa berbicara banyak. Cuman diri lo sendiri yang tau apa yang ada di dalam hati." Sambung Hema lagi.
Melihat Bella yang tidak merespon, Hema semakin yakin ini bukanlah hal yang biasa.
"Setidaknya lo punya satu orang, yang bisa dengar semua keluhan lo. Dan gue menawarkan diri untuk yang ini." Hema mengangguk seolah menyudahi ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zero Gravity
Teen FictionBerawal dari si pembalap terkenal di kalangan anak muda yang hobi menjahili guru dan tidak pernah menetap pada satu sekolah. Membawanya untuk bertemu dengan gadis yang meyakini bahwa si pembalap itu memang trouble maker dan pemain perempuan. Menjad...