13. Bunda

520 98 50
                                    

Ketika tanganmu menyentuh diriku aku mengerti jika hanya dirimulah yang menantiku membuka mata

-Raina Alexandria-

*****

Rani masih saja terdiam setelah kejadian kemarin. Rika sempat bingung, namun setelah Rani mengatakan tidak apa apa ia mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih lanjut.

"Sayang ayok makan." Rika yang sudah duduk dibangku meja makan berucap namun Rani masih saja melamun.

"Rani." Rika menyentuh bahu anaknya itu.

Rani tersentak. Rani langsung saja mengedipkan matanya dan tersenyum kearah mamanya.

"Ayo mah sarapan." Rani langsung saja mengambil piring dan mengisi nasi serta lauk pauk

Rika sedari tadi yang merasa tidak ada yang beres dengan anaknya segera bertanya

"Rani ada apa? Apa ada masalah sayang?" Rika yang tadinya duduk akhirnya bangkit menuju kearah Rani.

"Lagi ada sedikit problem mah."

"Kenapa tuh?"

"Tentang masalah sekolah gitu. Tapi bisa kok diatasin." Ujar Rani yang berbohong dengan berkata seperti itu.

Rika yang mendengar itu mengangguk. Percaya pada ucapan Rani yang menyakinkan sekali.

"Yaudah sekarang kamu makan buat nanti gak telat." Ujar Rika yang diangguki oleh Rani.

{-}

Pagi hari ini perempuan itu sudah menyiapkan segala keperluan apa yang harus di bawa, agar nanti ia tidak kerepotan karena tertinggal barang apa saja jika ia sudah sampai di Rumah Sakit.

Mobil itu sudah melaju membelah jalanan dengan kecepatan standar.

Jalanan kali ini tidak sepi ataupun ramai hanya ada beberapa motor, mobil dan para pedagang yang berjualan.

Setelah menempuh waktu sekitar dua puluh menit wanita itu keluar dengan membawa sebuah tas kecil yang ia genggam. Ia sudah tau kamar mana yang harus ia kunjungi. Suara langkah kakinya mengalun indah di lorong tempat menuju kamar tersebut.

Dengan pasti ia membuka pintu itu lalu mulai melangkah mendekat ke arah tempat Raina terbaring.

mata Raina masih saja terpejam layaknya tidur panjang. wanita itu menatap kedua iris mata Raina yang terpejam dan itu membuat ia melihat Raina sendu.

ia merindukan canda, tawa, dan juga senyuman menawan milik Raina. Tangannya bergerak menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah Raina atau sekitarnya.

"Buka mata kamu, Sayang," ucap Halima.

"Bunda, merindukanmu," ucapnya Halima lagi.

"Tidurmu sudah panjang dan ini sudah cukup kamu membuka mata, Sayang,"

"Bunda, akan lebih menjagamu dengan waspada lagi," ujar Halima dengan bergemetar.

"Tapi, Bunda, mohon padamu buka matamu, Sayang,"

"Bunda mohon Raina buka matamu, Sayang. Bunda tidak tau lagi bagaimana mendeskripsikan ini semua,"

"Bunda hanya punya kamu anak satu satunya perempuan yang di miliki, Bunda." ujar Halimi kini yang terdengar isakan tangisnya.

RanzirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang