37. Cemburu

121 19 51
                                    

"Kak Raina!" Rani lalu maju, memeluk Raina yang mematung.

Raina balas memeluk Rani dengan erat. Hal ini tidak akan Raina bawa sampai jauh. Mereka masih bersaudara tidak ada yang bisa melebihi kekuatan saudara.

Raina mengerti, mungkin Rani juga belum bisa menerima keputusan bahwa dirinya dan Razir sudah putus.

Tidak apa. Kali ini ia harus berfikir positif dan mengesampingkan hal hal yang sebelumnya ia pikirkan.

"Ayo masuk." Raina membimbing Rani dan Razir masuk. Lalu ia membawa mereka ke ruang tamu dan mempersilahkan duduk.

Raina lalu baru ingat jika harus menyiapkan minum. Ia berdiri hingga Razir harus menyuruhnya untuk duduk. 

"Kamu mau kemana?"

"Mau bikin minum." Ujar Raina menurunkan tangan Razir yang berada di lengannya. Tidak enak dilihat Rani yang sedang menatap mereka berdua.

"Kamu tetep disini!"

"Masa tuan rumah nggak buat minum."

"Kan bibi bisa buat minum." Razir lalu bangkit melangkah kebelakang dan meminta dibuatkan minum lalu kembali dengan suasana yang terlihat canggung.

"Udah, aku udah buat."

"Bibi kali yang buat." Ujar Raina cemberut.

"Maksudnya kalau nggak ada aku yang minta kita nggak mungkin dapet minum." Raina memutar bola matanya karena ucapan Razir.

Rani hanya diam, tidak berkomentar karena Raina dan Razir hanya berbicara berdua.

"Aku mau ke kamar mandi kak." Ujar Rani yang melihat Raina sedang menatap pintu rumah depan yang sudah hujan.

"Disitu," tunjuk Raina pada kamar yang ditutup.

Rani pun berdiri, dengan baju yang sudah diganti dengan baju yang lebih sederhana.

Razir lalu menarik Raina mendekat, menaruh kepala Raina di bahunya dan menggenggam tangan Raina.

"Kamu jangan salah paham sama apa yang kemaren kamu lihat." Raina berfikir sejenak, ternyata hal itu. Raina bahkan tak memikirkannya sampai kesitu.

"Iya gapapa." Ujar Raina tersenyum.

"Beneran?"

"Aku percaya sama kamu kok. Kamu nggak mungkin selingkuh." Ujar Raina yang tersenyum sambil memiringkan kepalanya. Lucu sekali.

"Yaudah sini." Ujar Razir menaruh kepala Rani pada pundaknya.

"Jaga kesehatan kamu ya, aku nggak mungkin ada di deket kamu terus. Aku sibuk sama semua ujian, sbmptn dan lain lainnya." Raina mengangguk memberitahu bahwa ia tidak apa apa dan bisa menjaga dirinya sendiri.

"Semangat ya ujiannya!" Ujar Raina pada Razir yang masih memainkan jari jarinya.

Raina langsung saja menegakkan kepalanya karena melihat Rani yang sudah kembali dari kamar mandi.

"Bibi lama banget ya bikin minumnya?" Tanya Raina.

"Aku cek dulu deh." Raina lalu bangkit, melangkah ke dapur meninggalkan Razir dan Rani yang berada di antara rasa canggung.

"Kakak mau kuliah dimana?" Tanya Rani memulai pembicaraan.

"Maunya si di universitas deket sini aja. Tapi semuanya ikut papa gue."

Rani menunduk. Tidak ada kata aku-kamu yang biasanya Razir ucapkan dulu.

Ia jadi mengerti, bahwa Razir memang benar benar sudah tak mempunyai rasa untuk dirinya.

RanzirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang