19. Dubai

198 28 80
                                    

Sekarang aku mengerti, jika kelahiran ku di dunia ini, memang tidak pernah diharapkan.

-Raina Alexandria-

{-}


Raina memeluk dirinya sendiri. Saat ini sedang jam istirahat, jadilah ia sekarang sedang berada di taman belakang sekolah. Ia kembali mengingat ucapan Razir. Apa benar yang dikatakan Razir, bahwa ia adalah penyebab ayahnya meninggal.

Raina menggelengkan kepalanya sambil menelusupkan kepala diantara kedua lututnya. Menangis adalah hal yang akhir akhir ini sering dilakukannya.

Tanpa Raina sadari, seseorang telah berjalan kearahnya, duduk disebelah Raina tanpa ia sadari. Setelah cukup lama, Raina mengangkat kepala dan terkejut melihat Rafi ada disini.

"Kakak ngapain ada disini?"

"Ngapain lagi, kalau gak nunggu kamu."

"Emang aku kenapa?"

"Kamu nanya kamu kenapa? Harusnya disini aku yang nanya kamu kenapa. Kenapa kamu gak kekantin?"

"Lagi pengen disini kak."

"Gak ada yang pengen disini sendirian. Apalagi sambil nangis kayak tadi. Ada apa Raina?"

"Kakak pasti tau tanpa harus aku kasih tau."

Rafi menghembuskan nafasnya dengan kasar, betul ucapan Raina. Ia tau segalanya. Tentang Raina yang diusir dan pindah ke kosan.

"Kenapa kamu gak tinggal dirumah aja. Pasti bunda khawatir banget kalau sampe bunda tau. Apalagi kalau bunda tau dari mbok Darmi. Pasti bunda bakal sedih lagi Raina. Aku disuruh bunda ngejagain kamu, tapi aku gagal."

Rafi menunduk dalam, ia selalu saja gagal, ia tidak pernah lagi melihat senyum pada wajah Raina, selalu air mata dan berujung pada lamunan.

Rafi harusnya bisa lebih menjaga Raina. Perempuan yang ia sayangi setelah bundanya sebagai adik. Harusnya ia bisa mengeluarkan Raina pada jelaga yang selalu menghantui Raina, tapi apalah daya ia selalu kalah.

"Kak, aku tau gimana cemasnya bunda kalau tau kabar ini, tapi biarin aku tinggal. Aku pengen coba suasana baru tanpa kalian."

"Suasana baru yang kayak gimana Raina? Kamu menganggap aku dan bunda apa? Kalau kita aja belum tau suasana apa yang kamu mau."

Rafi masih saja keukeuh dengan pertanyaan yang selalu saja ia bingungkan. Raina ini misterius, tapi mengapa ia selalu tertarik pada hal itu.

"Sudahlah kak. Jangan bahas lagi."

"Lalu, apa yang bakal aku bilang ke bunda soal kamu?"

"Nanti aku yang bilang ke bunda."

"Kapan? Kamu selalu ngundur Raina. Kemaren habis kamu sembuh bunda pengen ketemu kamu dan kamu selalu aja punya alasan. "

Raina merunduk, sedih bercampur bahagia. Masih ada yang menginginkan dirinya di dunia ini. Namun Raina sadar sudah terlalu banyak pengorbanan yang dilakukan oleh Rafi dan Bunda Halima.

"Iya nanti aku sehabis pulang sekolah aku bakal ikut kakak pulang. Ngejelasin ke bunda kenapa aku pindah ke kosan."

Raina bangun menepuk roknya yang mungkin banyak debu dan berpamitan pada Rafi, takut jika bel sudah berakhir.

"Raina," Rafi memanggil memberhentikan jalan Raina. Raina menengok saat itu juga Rafi kembali berkata,

"Raina, jangan merasa sendiri, karena kamu punya aku, bunda, Valina, dan papa."

RanzirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang