38. Sesuatu Yang Berharga

143 20 35
                                        

Raina sudah boleh masuk sekolah. Kali ini, ia sedang menunggu Razir karena Razir bilang besok pagi dia akan menjemput dirinya.

Raina lalu turun dan menemukan sudah ada Halima.

"Pagi sayang,"

"Pagi juga bunda." Ujar Raina yang duduk dan menaruh tasnya disamping tempat duduknya.

Suara udakan tangga terdengar. Bisa Raina lihat ada Rafi, Valina dan juga Rendy dengan tas kerja miliknya.

"Pagi bunda," ujar Rafi dan Valina mencium pipi Halima. UI

"Pagi juga sayang." Halima lalu menarik kursi agar Rendy duduk.

Ia kemudian mengambil roti dan mengoleskan selai sesuai keinginan Rendy dan juga anak anaknya.

"Ini," Halima lalu memberikan roti pada Raina.

"Makasih bunda," Raina lalu menggigit roti itu kemudian terdiam sejenak. Roti sederhana yang akan dia ingat kalau nanti ia pindah ke Dubai.

Andai saja, ayahnya di makamkan disini. Ia pasti masih bisa bertemu keluarganya walau hanya satu bulan.

Raina lalu tersentak saat bunyi bel rumah terdengar. Rafi kemudian bangkit lebih dahulu daripada Raina dan membukakan pintu.

"Assalamualaikum camer," ujar Razir lalu mencium punggung tangan Halima dan Rendy.

"Waalaikumsalam." Ujar mereka semua.

"Sini Razir. Sarapan dulu." Ujar Halima yang hendak berdiri.

"Nggak usah tante, aku udah makan kok." Ujar Razir membuat Halima terduduk kembali.

"Ayo kak." Raina kemudian mengelap bibirnya saat ia selesai meminum susu. Ia kemudian melangkah kearah Rendy dan Halima untuk meminta salim.

"Hati hati ya kak." Ujar Rendy pada Raina yang dibalas jempol oleh Raina.

"Jangan ngebut ngebut bawa motornya Zir."

"Iya om. Saya sama Alexa duluan dulu." Razir lalu pamit pada semua orang yang ada di ruang makan.

"Kakak beneran udah makan?" Tanya Raina yang menaiki motor.

"Belum. Aku mau makan disekolah aja." Ujar Razir yang melajukan motornya keluar dari perumahan Raina.

"Kakak kebiasaan banget." Ujar Raina cemberut karena nasehatnya tidak pernah didengar.

"Yaudah deh besok besok kamu masakin buat aku. Gimana?" Tanya Razir dengan sedikit kencang.

"Oke." Ujar Raina menerima tantangan Razir.

Raina setiap hari juga sering membantu Halima masak. Jadi ia sedikit tau apa yang harus disiapkan untuk masakan apapun.

Raina lalu turun saat Razir memarkirkan motornya di parkiran sekolah.

Sekolah masih sepi, seperti biasanya dan Raina lebih suka saat seperti ini. Sepi seperti hal yang pernah di lalui di masa lalunya.

Sepertinya memang kesendirian adalah hal yang selalu diinginkan Raina. Tentang apa yang sekarang di rasakan, Raina hanya ingin semua orang tersayangnya selalu seperti ini.

Menyayanginya hingga ia tau rasa sayang itu hanya untuknya. Anggap saja Raina terlalu meminta apa yang sudah diberikan. Hingga ia kemudian tersadar.

"Kamu kenapa ngelamun?"

"Nggak papa." Ujar Raina menggeleng lalu menghindari tatapan Razir.

"Beneran nggak papa? Kok pipi kamu bisa merah begini?" Tanya Razir melihat pipi Raina yang terlihat memerah. Tidak seperti biasanya.

RanzirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang