Halima meremas tangan Rafi yang duduk disebelahnya. Ia tak bisa berfikir positif kali ini.
"Raina akan baik baik aja bun. Jangan khawatir." Rafi menaik turunkan tangannya di punggung Halima, memberitahu bahwa Raina akan baik baik saja walau ia sendiri tak percaya dengan ucapannya.
Ia tak ingin segegabah Halima, jika mereka berdua sama sama gegabah, tidak akan ada yang menguatkan satu sama lain.
"Abang pulang dulu aja."
"Aku bakal temenin bunda." Rafi bersikekeuh disini. Tidak mungkin kan ia membiarkan bundanya sendirian sedangkan ayahnya berusaha menolong Raina didalam.
"BUNDA!" teriakan itu membuat Halima mengangkat kepala, dan langsung memeluk Valina.
"Bunda ka Rai kenapa?" Valina hampir saja menangis jika Rafi tak segera merangkulnya.
"Orang yang nangis, silahkan keluar dari rumah sakit ini." Ujar Rafi memberitahu Valina.
"Ayok bun kita pulang. Bunda kan juga nangis." Ujar Valina bangkit lalu menarik tangan Halima.
"Kecuali bunda." Rafi meringis saat kakinya diinjak oleh Valina.
"Kenapa sih gak seneng banget!" Kesal Valina duduk disebelah kiri Halima.
Tadinya Valina duduk diantara Halima dan Rafi, namun saat ia bangkit dan merasa kesal pada Rafi ia jadi duduk disebelah kiri Halima.
"Kalau kamu sama bunda sama sama nangis, aku gak bakal tahan, Lina."
"Yaudah ayok nangis bareng bareng." Ujar Valina dengan polos.
"Ogah." Rafi menjauh dari Valina yang bangkit dan duduk diantara Halima dan Rafi kembali.
"Abang, kenapa Kak Rai sering sakit sakitan?"
"Aku gatau Valina."
"Kenapa kak Rai sering bengong sendiri?
"Aku juga gak tau, Lina."
"Kenapa kak Rai pengen banget pergi?"
Rafi segera menengok kearah Valina, menatap adiknya itu cukup lama sebelum bertanya.
"Pergi kemana?"
"Kesuatu tempat yang gak bisa di datengin kita semua."
"Valina, kamu tau darimana?"
"Kak Rai yang cerita sendiri. Aku gak mau Kak Rai pergi. Abang bilang Kak Rai disini banyak yang sayang dia. Dia gak boleh pergi." Valina mendekat ketubuh Rafi, memberi tahu bahwa ia ingin Raina tetap berada dirumahnya.
"Abang." Valina lalu memeluk Rafi memberitahu bahwa ia benar benar menyayangi Raina.
Bahkan Valina begitu menganggap Raina seperti kakak kandungnya sendiri, tidak membedakan antara Rafi dan juga Raina.
"Udah jangan nangis, harusnya kita doa supaya Raina baik baik aja." Valina akhirnya bangkit dan pergi bersama Rafi ke Mushola.
Halima sempat duluan, karena ia ingin berdoa lebih lama untuk Raina.
Saat sudah selesai, mereka bertiga kembali dan duduk. Halima mengeluarkan makanan yang sempat ia beli dan menyuruh Valina untuk makan karena Valina tadi sangat ingin makanan itu.
"Aku jadi gak selera bun."
"Adek gak boleh buang buang makanan." Halima mengeluarkan makanan itu, memberi pada Valina.
"Maunya disuapin." Ujar Valina antuasias.
"Aku juga bun." Rafi tak kalah antusias, ia menepuk kedua tangannya membuat Halima dan Valina tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ranzir
Teen FictionDia Raina Alexandria. Seorang perempuan dengan seribu bahasa yang ia simpan dimulut. Bukan masa lalu yang membuat ia sekarang diam, tetapi seseorang yang telah mengambil hatinya kini membenci dirinya. **** Dia, Razir Smolither menyukai seorang cewek...