Sedah sejak beberapa menit yang lalu, seorang gadis tengah menunggu kedatangan seseorang di salah satu meja yang ada di taman. Gadis itu tak melakukan apapun, ia hanya memandang ke sekeliling taman untuk menghibur dirinya.
Banyak anak-anak yang tengah berlarian, bercanda, bahkan ada juga yang bertengkar. Ia juga dapat melihat beberapa keluarga yang menghabiskan hari minggu mereka untuk berkumpul bersama. Melihat itu, ia mengingat masa-masa kecilnya di Busan dulu.
Setiap akhir pekan, ibunya selalu mengajaknya pergi ke taman untuk sekedar menikmati indahnya alam. Dan tak pernah sekali pun ia lewatkan untuk mengajak saudara tak seibu tak sebapak yang ia miliki, Park Jimin.
Mereka selalu menghabiskan hari mereka bersama, bahkan mereka juga sudah menganggap orang tua satu sama lain adalah orang tua mereka sendiri. Jimin jarang bertemu dengan ayahnya, maka dari itu gadis itu selalu mengatakan pada Jimin bahwa ayahnya adalah ayah Jimin juga. Mereka bisa datang ke rumah satu sama lain tanpa sungkan dan menikmatinya seakan di rumah mereka sendiri.
Sambil menikmati keindahan taman, sekali ia mengecek jam yang ada pada ponselnya kemudian bergumam, "Ia terlambat sepuluh menit."
"Siapa yang terlambat?"
Sebuah suara yang berasal dari balik tubuhnya mengagetkannya begitu saja, ia bahkan sedikit terjingkat karena saking kagetnya. Ia membalikkan tubuhnya cepat dan menemukan dua orang tengah berdiri di belakangnya sambil tersenyum ke arahnya. Ia sama sekali tak membalas senyuman itu dan malah menjitak kedua kepala orang tersebut dengan geram.
"Ya ya ya! Jimin yang melakukannya bukan aku," rengek salah satu dari orang tersebut sambil mengelus kepalanya yang terjitak, kemudian ia duduk di sisi bangku yang kosong di samping gadis itu. (Hei)
"Kenapa kau sangat mudah terkejut? Asupan rohanimu kurang, mungkin," ucap Jimin kepada gadis tersebut lalu berjalan menuju bangku di hadapan gadis itu.
"Kau bilang asupan rohaniku kurang? Coba pikirkan dirimu dulu, Tuan," balas gadis itu dengan suara yang sedikit mengejek. Ia juga memberi ekspresi yang tak kalah mengejeknya.
Jimin berdecak meremehkan, "Kalau begitu, kenapa kau sekarang di sini? Ini hari minggu, 'kan? Isi harimu dengan kegiatan rohani!"
"Ya! Setidaknya sebelum bicara bercermin dulu. Kau juga ada di sini sekarang. Pabo-ya!" (Bodoh)
Gadis yang datang bersama Jimin berdecak kesal lalu meluruskan tangannya tepat di depan wajah Jimin dan gadis itu. "Hentikan!" ungkapnya sedikit berteriak. "Bisakah kalian berhenti bertengkar? Aigoo... Kalian saudara, 'kan?"
"Ne," jawab mereka berdua berbarengan. Wajah gadis itu seketika menjadi datar begitu saja, ia juga meneguk salivanya sendiri. "Kalau begitu jangan bertengkar, dasar anak kecil!" jawabnya sedikit bergumam. (Ya)
"Anak kecil?" tanya Jimin dengan sedikit menaikkan nada bicaranya. Sekarang, kedua pasang mata tengah menatap ke arah gadis yang mengatai mereka anak kecil. Bukan hanya tatapan biasa, tapi ini tatapan yang cukup mengintimidasi. Sedangkan sang gadis, ia berpura-pura tak memperhatian kedua pasang mata itu dan mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru taman yang dapat ia tangkap.
"Ma'af atas keterlambatanku," ucap seseorang dari balik tubuh Jimin yang mengalihkan pandangan mereka berdua. Seorang lelaki datang dengan merapikan rambutnya sambil duduk di sisi bangku yang kosong di samping Jimin.
"Jadi, sekarang kau tidak sendirian?" sambung lelaki itu setelah mendapatkan posisinya, ia menatap satu per satu orang di sana dan pandangan terakhirnya kepada orang yang ia tanyai.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wings [Jjk-Kth-Pjm FF]
FanfictionIni adalah cerita tentang seorang gadis yang memperjuangkan orang-orang yang ia miliki di dalam hidupnya; keluarga; sahabat dan; cinta. Akankah ia berhasil dalam memperjuangkan semuanya? Atau mungkin ia akan kehilangan salah satunya? Hal terburuknya...