"Kalau begitu. Kau akan terus menderita, Jimin-ah."
**-**
Untuk beberapa saat, mereka terdiam satu sama lain. Dengan Jihyun yang hanya dapat berdiri menatap lantai, tanpa berani membalas tatapan Jimin. Sedangkan Jimin, ia tampak sangat kecewa.
Raut wajahnya menggambarkan semua, rasa kecewa juga kemarahan. Namun, ia tak bisa melakukan apa-apa. Ia bukan siapa-siapa yang bisa membuat Jihyun menarik kalimat yang ia ucapkan sebelumnya.
Ia tak pernah menyangka, bahwa sahabat sejak kecilnya itu akan mengatakan kalimat yang sama sekali tidak berbobot seperti itu. Ia merasa, Jihyun telah berubah. Dan tidak tau kenapa, tanpa ragu Jimin langsung menyalahkan Taehyung. Karena ia berpresepsi, bahwa Taehyung lah pelaku yang sebenarnya.
"Jimin-ah," panggil Jihyun, dengan suaranya yang sudah bergetar.
Jimin terdiam, menatap lantai. Ia tak berani untuk menatap Jihyun, yang seratus persen ia yakini. Bahwa anak itu sedang menangis. Karena, Jimin tak pernah bisa melihat Jihyun menangis.
"*Oppa," panggil Jihyun lagi. Namun, menggunakan nama yang berbeda.
*kakak (Untuk perempuan kepada laki-laki)
Lelaki itu memejamkan matanya, berusaha untuk tidak mempedulikan panggilan itu. Namun, rasanya sia-sia. Di dalam otak Jimin, hanya ada gambaran Jihyun yang tengah menangis menatapnya sekarang.
Jihyun menyeka air matanya, "Aku sudah lelah menangis, Jimin-ah. Jadi, tolong. Berhentilah menyukaiku!"
Jimin berdecak, "Jika aku mengatakan, bisakah kau berhenti menyukai Taehyung. Apa kau bisa?" jawab Jimin masih dengan matanya yang menatap ke bawah.
Kali ini, Jihyun memutuskan untuk menggenggam kedua tangan Jimin. "Itu berbeda. Kita ini saudara, apa kau ingat itu?" tanya Jihyun.
Jimin mengangkat kepalanya, "Jika kita saudara, maka kau pasti menyayangiku 'kan?
Gadis itu mengangguk. Lalu, Jimin melanjutkan, "Kalau begitu, ubahlah rasa sayang itu menjadi cinta. Apa itu sulit?"
Jihyun terdiam, ia berusaha keras untuk membuat air matanya agar tidak terjatuh. Ia tak tau apa yang membuatnya merasa sesesak ini. Tapi, melihat Jimin yang memohon seperti ini membuatnya semakin sakit. Jimin sudah ia anggap seperti kakak, sahabat, dan juga teman untuknya.
"Jimin-ah jebal, kita adalah teman. Tak akan ada yang bisa memisahkan kita," Jihyun menghentikan kalimatnya sejenak, lalu meletakkan salah satu tangannya pada pundak Jimin. "Jimin, dan Jihyun. Kita sahabat sejak kecil, kau satu-satunya teman yang kupunya saat itu." (Tolong)
"Kau yang mengajarkanku caranya menjadi seorang yeoja yang baik, kau satu-satunya orang yang selalu melindungiku. Kau selalu memelukku di saat aku menangis, kau juga yang selalu bertengkar dengan anak-anak yang tidak menyukaiku. Kau sudah seperti oppa bagiku, Jimin-ah," sambung Jihyun, dengan air mata yang mulai mengalir lagi.
*wanita
"Jiminie, akan selalu melindungi Jihyunie. Yakseo?" (Janji)
Jimin terdiam, memikirkan semua ucapan Jihyun. Memutar semua memori yang terjadi di masa lalu, mengingat semua yang pernah terjadi.
"Janji. Aku juga tak akan membiarkanmu menangis karena anak-anak nakal itu."
Kali ini, Jimin menundukkan kepalanya. Membalas genggaman tangan Jihyun. Membiarkan air matanya terjatuh di sana, air mata yang sudah sejak tadi memberontak ingin keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wings [Jjk-Kth-Pjm FF]
FanfictionIni adalah cerita tentang seorang gadis yang memperjuangkan orang-orang yang ia miliki di dalam hidupnya; keluarga; sahabat dan; cinta. Akankah ia berhasil dalam memperjuangkan semuanya? Atau mungkin ia akan kehilangan salah satunya? Hal terburuknya...