52.The Truth

145 34 4
                                    

Flashback On

   Setelah mendapatkan telepon dari seseorang, Jihyun meminta izin kepada bibinya untuk pergi dari rumah sakit. Saat ditanya kemana ia akan pergi, Jihyun menjawab bahwa ia sangat merindukan Busan. Jadi, ia ingin menyegarkan otaknya dengan berkeliling Busan.

   Seseorang yang menelepon tadi, memberikannya sebuah alamat yang harus ia kunjungi. Jihyun mencari alamat itu, dengan menaiki mobil milik bibinya. Di sepanjang jalan yang ia lewati, ia selalu berusaha untuk menghentikan isakan yang masih tersisa.

   Walaupun usaha itu sebenarnya tak pernah berguna, karena setiap kali Jihyun mengingat kondisi ibu dan ayahnya. Ia akan kembali menangis. Sekuat apapun ia mencoba tegar, ia tak sanggup. Untuk tidak menangis.

   Setelah mendapatkan alamat yang ia cari, Jihyun mengamati sebuah gerbang besar di hadapannya. Dirinya sedikit tak yakin dengan apa yang ia lihat, tapi mengingat perkataan orang di telepon tadi. Memang seharusnya tempatnya besar.

   Dua orang penjaga, membukakan pintu gerbang untuk Jihyun. Dan mempersilahkannya untuk masuk. Sebenarnya, Jihyun sedikit heran dengan para penjaga yang mengenali dirinya. Karena, ia sendiri merasa sangat asing dengan tempat yang ia kunjungi.

   Jihyun memarkirkan mobilnya tidak jauh dari pintu depan sebuah bangunan. Ia turun dari mobil, kemudian mengamati bangunan besar yang berdiri di hadapannya. Ia tak pernah melihat rumah sebesar itu sebelumnya, yang membuat Jihyun sedikit tertegun mengamati setiap detail yang dapat ia lihat.

   "Apa anda nona Min?"

   Sebuah suara yang berasal dari balik punggung Jihyun mengagetkannya, ia membalikkan tubuhnya dan mendapati seorang pria seumuran ayahnya tengah menatapnya. Kemudian, Jihyun mengangguk menanggapi pertanyaan yang sebelumnya ia dapatkan.

   Seorang pria itu tersenyum, "Mari saya tunjukkan!" ucapnya sambil berjalan mendahului Jihyun.

   Jihyun mengikuti langkah pria itu, dan memikirkan sosok yang telah ia lihat itu. Pasalnya, Jihyun merasa familiar dengan wajah orang yang menjemputnya itu. Tapi, ia sama sekali tak ingat dengan siapa ia merasa familiar.

   Selain itu juga, Jihyun tak berhenti memperhatikan setiap sudut rumah yang di tata seperti istana. Guci dan beberapa hiasan yang lain, menemani perjalanannya menyusuri rumah.

   Tempat itu sangat mewah, seperti rumah yang pernah ia lihat di sebuah drama di televisi. Jika rumah Jihyun saja sudah besar, rumah itu lebih besar lagi. Dengan interior yang didominasi dengan warna emas dan putih, menjadikan rumah itu terkesan lebih elegan.

   Bahkan sekarang, Jihyun sudah berjalan cukup jauh. Tapi, ia belum sampai pada tempat yang ingin pria di depannya itu tunjukkan padanya.

   Tak berselang lama, seseorang itu berhenti di depan sebuah pintu yang cukup besar. Pintu tersebut, berada di tengah-tengah lorong yang cukup panjang. "Permisi," ucap seseorang itu, kemudian meninggalkan Jihyun sendiri di sana.

   Jihyun benar-benar merasa bingung, ia tak mengerti harus melakukan apa. Apa ia harus masuk ke dalam ruangan itu, atau tetap berdiri di depan pintu dan menunggu seseorang datang. Otaknya terus berpikir keras. Dan setelah melalui pemikiran panjang, Jihyun memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan itu saja.

   Ia membuka pintu itu, sambil meminta izin untuk masuk. Dan ketika ia berhasil membuka pintunya, ia mendapati seorang pria paruh baya. Yang sudah seusia dengan kakeknya, tengah duduk di atas sofa dengan menonton sebuah siaran.

   Pria paruh baya itu menatap Jihyun yang masih berdiri di ambang pintu, dan mempersilahkannya untuk masuk. Jihyun masuk ke dalam ruangan itu, kemudian ia dipersilahkan untuk duduk di kursi yang sedikit jauh dari jarak pria itu.

The Wings [Jjk-Kth-Pjm FF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang