She's Got

2.8K 171 9
                                    

     "Kau mengatakan apa padanya?" Bola mata pria itu berdelik menatap Netty.

     "Aku hanya menawarkan dia minum," ucap Netty sambil menyodorkan cangkir yang dipegangnya.

     Gewend menatap pintu yang terbuka. Chandra terlalu menjaga jarak dengan orang asing. Dia seharusnya tidak melakukan itu, sama seperti kakaknya. Ya, mengenal dunia tanpa batas dan halangan.

     "Ngomong-ngomong, baju ini hangat. Terimakasih sudah memberikan pinjaman."

     Gewend hanya tersenyum simpul mendengar pujian Netty. Tetapi dia berbeda, duri mawar pun tidak akan bisa menyakiti Gewend. Gewend memang menarik. Dia lebih menyukai permainan dari pada bersandiwara.

     "Kenapa kau membolos sekolah? Padahal aku hanya menyuruhmu untuk datang nanti malam."

     "Tadinya aku sudah pulang karena alasan hujan, tetapi kakak ku terlalu posesif. Dia menyuruhku untuk kembali ke sekolah, padahal sudah jam 10." Netty kembali meneguk teh-nya.

     "Oh. Sekarang bantu aku, jangan diam dan terus meminum itu." Gewend beranjak dari duduknya dan mengambil sesuatu di atas vas bunga. "Kau tahu ini?" Dia mengangkat tangannya dan menunjukan sebuah benda yang sudah hancur.

     "Sebuah cermin, retak."

     "Tidak." Gewend berjalan mendekati Netty dan duduk kembali di atas sofa. "Benda ini seperti kita, bisa membantu dalam segala hal. Aku tahu kau bisa menebak beribu-ribu mamfaat cermin ini."

     "Aku tidak mengerti." Netty menyimpan cangkir teh itu di atas meja. "Aku tidak tertarik dengan barang tidak berguna seperti itu."

      "Jika menurutmu tidak berguna, maka aku akan tunjukkan padamu bahwa cermin yang retak bisa membuat sebuah ke kacauan."

🕯️🕯️🕯️

     Waktu berjalan begitu cepat sekali. Hujan di luar berhenti sekitar jam 3 sore, dan Netty masih berada di luar. Betty yang merasa khawatir dengan adiknya berulang kali menatap jalanan yang ramai dengan penduduk kota. Tidak ada gadis yang mengenakan pakaian seragam.

     Betty memasuki kamarnya dan mengambil satu tablet obat yang akan ia minum. Dia merobek bungkus obat itu dan meminumnya bersama air. Dia tidak boleh memikirkan banyak hal atau stres. Jika itu terjadi, maka kepalanya akan sakit. Seperti terjepit pintu lift.

      "Dimana kau Netty...." gumannya dalam hati.

     Betty melangkahkan kedua kakinya keluar kamar. Rasa sakit itu kembali muncul, seperti migrain tetapi lebih parah. Sakit, sakit sekali. Kedua tangannya memegang kepala dan pandangannya tidak tentu arah.

     Betty merangkak menuju lemari es dan mengambil beberapa daging yang belum dimasak. Dia memakannya, sambil duduk di atas lantai. Entahlah, setiap kali Betty meminum obat itu dia akan hilang kendali. Sulit untuk mengontrol diri, bahkan tidak merasakan apa-apa.

     Netty masih berada di luar, sedangkan hari sudah mulai gelap. Begitupun Betty, dia memakan daging mentah itu dengan lahap tanpa memedulikan darah yang menempel pada lantai. Tubuhnya terasa lemas, Betty kemudian tidur di samping daging yang hanya ia habiskan separuhnya.

      Mentari sudah tenggelam. Tidak ada tanda-tanda bahwa Netty sudah pulang. Perlahan jari-jemari Betty bergerak dan dia membuka mata. Dia begitu terkejut melihat lumuran darah di atas lantai. Betty mengambil kain lap dan membersihkannya.

     Bau amis tercium dan membuat dia berulang kali hendak muntah. Dia mengambil daging itu dan memasukannya kembali ke dalam lemari pendingin. Betty tidak tahu apa yang baru saja terjadi. Tetapi dia merasa sangat mual, seperti bermain di dalam komedi putar.

     "Aku harus mencari dia."

     Betty membuang lap itu ke dalam tong sampah dan menutup pintu balkon. Dia segera pergi meninggalkan kamar apartemennya tanpa menghidupkan lampu. Karena menurut Betty itu adalah seni. Senia yang hanya bisa dirasakan orang-orang tertentu.

      Kakinya melangkah menuruni tangga. Dia mengelap noda darah dipipinya dengan sweeter yang dia pakai. Betty berlari di lobi dan membuat orang-orang menatapnya.

     Seperti tidak peduli, Betty terus berlari hingga tanpa ia sadari seseorang mengikutinya.

     Cprat.....

     Air yang menggenang itu dia injak. Kakinya terus melangkah bahkan berlari. Dia kemudian berhenti di depan sebuah gedung yang besar.

      "Apakah adikku masih di dalam?" tanyanya pada pria yang berdiri di samping gerbang.

      "Kau kenapa nona? Semua murid sudah pulang. Disini tidak ada siapa-siapa selain aku,"

     Betty menjadi sangat ragu untuk kembali pulang ke apartemennya. Dia harus menemukan Netty, dia tidak mau sesuatu yang buruk menimpa sang adik. Betty takut untuk kehilangan adiknya, karena baginya Netty adalah lentera yang menuntunnya ke dalam dunia yang lebih indah.

     "Mencari sesuatu?"

     Betty mengarahkan kedua matanya pada Aripin yang muncul dari balik mobil Fortuner.

      "Kau butuh bantuan nona?" tanya Aripin begitu antusias melihat wajah lesu Betty. Tentu ini adalah hal yang paling Aripin sukai. Dia akan menghipnotis targetnya dengan lidahnya kemudian menerjunkannya ke dalam neraka. Sifat yang spesial bukan?

      "Aku mencari adikku. Dia tidak pulang ke apartemen, mungkin dia benci padaku." Betty melangkah pergi tetapi Aripin menahannya.

     "Bagaimana jika aku membantumu?" Aripin tersenyum menyeringgai.

     "Terimakasih, kau begitu baik sekali."

     Mereka berjalan di samping jalanan kota yang masih ramai. Aripin melipat kedua telapak tangannya menjadi saru. Dia memperhatikan wajah Betty, cantik sekali.

     "Kau memperhatikanku?" Aripin membuang pandangan karena Betty ternyata melihat apa yang dia lakukan.

     "Ti-tidak. Aku hanya memperhatikan rumah itu, sepertinya ada acara di dalam."  Betty menunjuk pada sebuah rumah minimalis yang memancarkan lampu disco.

     "Kau mengenali mereka?"

     "Tidak, tetapi apa salahnya kita mencoba." Aripin melepas lipatan tangannya dan berjalan menuju rumah itu. "Ayok!" ucapnya membuat Betty mengikuti apa yang dia lakukan.

     Aripin mengintip dari balik kaca. Ramai sekali, bisa saja Aripin melakukan hal gila. Tetapi Betty tentu akan menjadi beban untuknya.

     "Apa yang kau lakukan?"

     Aripin hanya melihat wajah Betty tanpa menjawab apa yang dia tanyakan. Pria itu kemudian menarik lengan Betty dan mereka sampai pada sisi gelap rumah, yaitu pintu belakang.

     "Tidak, jangan mencuri. Itu tidak baik."

     Aripin menatap wajah Betty yang terus menerus berbicara. Dia mendekat, meletakan jari telunjuknya di depan bibir Betty.

     "Ssssst.... Adikmu ada di dalam dan aku akan membawanya," ucapnya yang kemudian beralih untuk pergi dan menendang pintu yang terkunci.

     Tidak ada siapapun yang mendengar suara pintu di dobrak. Keadaan di dalam sangat berisik karena music dj. Aripin mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. Benda kecil itu sangat berbahaya.

     "Hello man!" Seorang pria berjalan menemui Aripin dengan memegang sebotol minuman anggur. Pria itu sedang mabuk berat.

     Tanpa pikir panjang Aripin menarik lengan pria itu dan menusukan benda kecil yang dipegangnya ke dalam pipi pria itu. Aripin tersenyum, sedangkan pria itu meringis merasakan sesuatu baru saja masuk ke dalam kulitnya.

     "Kau tidak layak untuk hidup," bisik Aripin.

                                    🕯️🕯️🕯️


     

THE PSYCHOPATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang