Antara Kota dan Hasrat

594 35 0
                                    

      Aripin mengambil helm yang diletakan di spion dan menghidupkan mesin motornya. Dia segera menyusul Betty yang sedang berjalan di trotoar.

     "Naiklah," ucapnya sambil menyodorkan helm pada Betty.

     Betty hanya diam tanpa merespon Aripin. Dia sangat tidak menyukai rencana yang berjalan tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan. Aripin memang salah. Dia lebih mementingkan dirinya sendiri ketimbang Betty. Dia hanya menginginkan Netty menjauh dari kakaknya.

        Lama-kelamaan kakinya terasa pegal. Betty membuang nafasnya kasar kemudian mengambil helm yang Aripin berikan dan naik ke atas motor. Aripin tersenyuk di balik helmnya. Betty adalah wanita yang perasaanya mudah sekali berubah.

     "Ayok jalan! Jangan diam di sini."

     Aripin menarik pedal gas dan pergi menggunakan motornya. Mereka melewati beberapa gedung dan udara yang berbeda. Betty masih bingung apa yang harus dilakukannya sekarang. Untuk mendekati Chandra pasti sangat sulit.

     "Jangan ke sana! Ke apartemenku saja."

      Aripin kembali melanjutkan perjalanannya yang tadinya akan berhenti di tempat itu. Padahal dia ingin sekali Betty melihat Betty berlatih bersamanya. Dia pikir itu sangat menyenangkan.

     Motor itu berhenti di depan apartemen Betty. Betty melepas helm yang dia pakai dan memberikannya pada Aripin. Kedua matanya menatap wajah pria yang tertutup helm. Betty tahu wajah di balik helm itu sangat tampan. Tapi dia tidak bisa terus berharap pada Aripin. Nyatanya rencana yang sudah dipikirkan baik-baik hilang entah kemana.

        "Ayo pergi! Kenapa masih di sini?" celoteh Betty menekan-nekan pundak Aripin.

     Aripin diam mendapatkan perlakuan yang geli seperti itu. Dia mendengar Betty mendengus kesal dan masuk ke dalam apartemennya. Aripin memarkirkan motornya dan kembali bertemu penjaga lobi yang kembali menyapa.

       "Jangan menyerah!" ucapnya membuat Aripin bingung.

      Aripin tersenyum padanya kemudian berlari menyusul Betty. Satu-persatu anak tangga dia injak untuk sampai di lantai atas. Betty dan Aripin menyukai tangga karena suasananya. Suasana tangga bisanya sepi dan kosong seperti jalan hidup mereka. Dan satu hal lagi yang menarik, yaitu tingkatan yang menimbulkan suara.

       "Tunggu!"

       Betty menatap Aripin yang berlari ke arahnya. Dia segera melepas alas kaki namun Aripin sampai dengan tepat waktu.

       "Maaf."

       "Aku akan memaafkanmu jika kau pergi dari hadapanku." Betty masuk ke dalam apartemennya dan lagi-lagi Aripin mengikuti apa yang Betty lakukan.

     "Kenapa kau selalu mengikutiku!" Betty mendorong Aripin hingga tubuh pria itu membentur tembok.

      "Karena aku menginginkanmu."

      Betty mendekat pada Aripin kemudian memegang dadanya yang bidang dan keras. "Menginginkan aku untuk apa?"

       Aripin melepas tangan Betty yang menyentuh dadanya karena merasa geli. "Untuk menjadi milikku."

       "Maksudmu kau akan menikahiku? Aku tidak bisa. Aku masih mempunyai banyak urusan."

       "Aku ingin kau mati."

       Betty teetawa mendengar kalimat yang Aripin ucapkan. Dia merasa tergelitik dengan kalimat itu. Sepertinya tingkah konyol Aripin kembali.

      "Apa?" Betty berusaha menghentikan tawanya. "Kau berhasil menghiburku." Betty memegang hidung Aripin dan menggoyangkannya.

      "Aku_" Aripin mejauhkan tangan Betty dari hidunganya. Sengatan itu kembali membuatnya tidak bisa berbicara apapun.

      "Oke, sekarang aku sudah tidak marah. Duduklah di sana! Aku akan mengambil air untukmu."

      Aripin menyentuh dadanya yang berdetak kencang sekali. Dia menatap Betty yang sedang mengambil air dari dalam lemari es. Hatinya tiba-tiba merasa senang melihat senyuman Betty. Apakah Aripin jatuh cinta?

      "Kenapa masih diam di sana? Ayok duduk dan minum apa yang aku berikan."

      Aripin tersenyum kemudian duduk di kursi yang kosong dan mengambil segelas soda yang diberikan Betty.

      "Terimakasih," katanya kemudian meneguk sedikit minuman soda itu.

     "Maaf ya tidak ada kopi. Persediaan makananku sudah mulai habis.".
  
      Aripin tersenyum simpul. Dia menyimpan gelas anggur itu di atas meja dan memperhatikan Betty yang duduk di depannya. Tangannya menggerayam memegang tangan Betty.

       "Aku ingin mengatakan sesuatu padamu," ucapnya sambil mengelus-ngelus jari-jemari Betty.

      "Aku tahu!" Betty melepas tangan Aripin yang menyentuh tangannya. "Kau pasti akan mengajakku untuk bertemu Chandra!”

       Aripin menarik lengannya kembali dia agak sedikit kesal karena tujuannya bukanlah mengajak Betty untuk bertemu Chandra. Dia hanya akan mengucapkan satu kalimat yang mewakili perasaannya. Tetapi wanita itu benar-benar tidak peka dan tidak pernah peduli pada Aripin. Maklum saja, Betty adalah wanita yang tidak pernah merasakan cinta. Jadi dia tidak pernah mendapat perhatian lebih dari seorang pria. Keadaan ini sangat berbalik dengan kehidupan nyata.

        "Kapan kita akan bertemu Chandra?"

        "Tidak Betty," ucap Aripin pelan. "Chandra sedang sibuk dengan malam pertamanya. Tetapi_"

        "Tetapi...?"

        "Aku bisa mengajakmu masuk ke dalam kantornya. Mungkin kau bisa mendapat sebagian informasi dari sana." Aripin meminum soda-nya lagi.

        "Benarkah? Tunggu dulu. Aku sedikit meragukanmu."

        "Sebentar lagi kita akan berangkat. Ini masih jam 4 kan? Kita ke sana sekitar jam 7 lebih empat menit."

        Betty berdiri dari kursi yang didudukinya dan menghampiri Aripin. Dia memukul kepala Aripin sambil tertawa.

        "Hukuman untukmu karena telah mengubah rencana."

        Anehnya, Aripin tidak marah sama sekali. Pukulan Betty di kepalanya tidak menyakitkan, melainkan lembut. Sepertinya Betty melakukan itu tidak sungguh-sungguh.


🕯️🕯️🕯️

      Malam itu bulan bersinar terang. Bintang-bintang menetap pada dinding hitam dan saling menguatkan satu sama lain untuk melihat kejadian apa yang ada di dunia.

        Betty mengambil sweeter dan memakai alas kaki untuk menemui Aripin yang sudah menunggu di luar. Dia tersenyum pada pria itu. Nyaman dan menyenangkan, itulah yang Betty rasakan ketika berada di dekat Aripin. Begitupun sebaliknya Aripin merasakan hal yang sama.

       Mereka berdua berjalan menuruni tangga dan memasuki lobi. Penjaga itu tersenyum pada Aripin dan Betty. Entahlah, dia selalu terlihat ceria dan sepertinya tidak pernah tertidur.

       "Hebat! Kalian berhasil," ucapnya namun Aripin dan Betty tidak terlalu memedulikannya. Bisa-bisa mereka kepedean dan kalian cemburu. Eh:(...

        Aripin memberikan helm-nya pada Betty dan Betty meraihnya. Mereka berdua naik ke atas motor dan pergi meninggalkan penjaga lobi yang sedang tersenyum.

       Kota Welis yang udaranya semakin dingin ketika di malam hari membuat Betty mencari kehangatan. Dia memeluk erat tubuh Aripin dan tanpa sengaja menghentikan motor yang sedang melaju itu.

        "Kenapa berhenti?" Betty melonggarkan pelukannya.

        "Tidak," jawab Aripin singkat dengan wajah datar dibalik helm yang dia pakai.

        Motor itu kembali melaju dengan kecepatan normal. Aripin tidak mau mendapat pelukan yang membuat tangannya bergetar. Dia tidak bisa beradaptasi dengan keadaan seperti itu.

       Gedung-gedung yang tinggi seperti saling memantulkan cahaya. Kota Welis benar-benar terang ketika di malam hari. Siang ataupun malam tetap sama saja. Udata disana tidak pernah berubah. Nuansa kota elegan pun terlihat jika ditilik lebih lanjut. Karena kota Welis spesial dengan aturan-aturannya.

🕯️🕯️🕯️


THE PSYCHOPATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang