Ribet Hidupnya

1K 59 0
                                    

      "Kau marah ya Netty?" tanya Gewend kembali namun tidak mendapatkan jawaban. "Sini, biar aku simpan tasmu."

      "Tidak perlu. Aku bisa sendiri, dimana tempat penyimpanan itu?"

      Gewend menunjuk pada pintu kamarnya. Netty mengambil tasnya dan masuk ke dalam kamar Gewend. Dia mengganti pakaiannya dengan seragam dan mengeluarkan apa yang dia bawa dan menyimpannya dibalik pintu, kecuali peralatan sekolah.

     Netty berjalan ke luar dari kamar dan menemui Gewend. Dia masih marah. Terlihat dari kedua tangannya yang saling bertumpang tindih.

       "Mengapa kau tidak memberitahuku bahwa itu kamar dia," ucap Netty ketus.

      "Maafkan aku, aku sengaja melakukannya agar kalian saling mengenal."

      "Ouh seperti itu." Netty berusaha tetap mengontrol hatinya karena sejujurnya dia sangat membenci seorang pria yang tidak pernah peka. "Mengapa kau tidak memberitahuku bahwa ayahmu datang?"

      "Aku tidak tahu kapan ayah pulang. Yang ku tahu, dia selalu membawa kunci rumah yang lain. Itu sebabnya kepulangan terkadang tiba-tiba."

      Netty melangkahkan kalinya keluar dari dalam rumah minimalis itu. Gewend segera menyusul dengan mengunci pintu rumah dan mereka berdua berjalan di samping jalan raya. Tanpa topik pembicaraan maupun tawa.

     Netty ingin sekali mengatakan apa yang dia rasakan pada Gewend. Pria itu membuat dia kesal, seolah tidak peduli dengan hatinya yang sedang terluka. Gewend memang nyaris sempurna. Senyumnya yang manis, wajah tampan, tubuh Atletis, dan sikap yang loyal membuatnya jatuh cinta. Terlebih ketika Gewend berhasil membuat hatinya tenang, Netty sangat menyukai pria itu.

      "Tunggu," ucap Netty membuat perjalanan mereka berdua terhenti. "Penta, dia akan dibawa kemana!"

      Netty berlari menghampiri beberapa polisi dan petugas yang menganggkut dua jenazah ke dalam ambulance. Netty mulai menangis, tidak merelakan Penta untuk pergi.

      "Sudahlah, itu tidak baik." Gewend menarik Netty agar menjauh dari tubuh Penta.

     Netty menangis dipelukan Gewend. Tubuh Gewend yang hangat tidak sama dengan Penta. Pria itu berulang kali membuatnya nyaman.

     "Sudahlah, jangan menangis." Gewend menyeka air mata Netty dan mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan.

      Percaya atau tidak, setiap tujuh detik sekali Netty sering melihat kebelakang. Dia masih tidak menyangka Penta akan mati dengan cara yang sangat mengenaskan.

🕯️🕯️🕯️

     Betty menyimpan gelas berisi minuman soda itu ke atas meja. Dia menuju rak sepatu dan mengambil alas kakinya lalu pergi dari dalam apartemen. Tidak ada sweeter atau kopi dingin. Betty hanya perlu bertemu Netty dan menjelaskan semuanya tanpa terkecuali. Jika dia tidak membicarakan itu, selamanya Netty pasti akan membencinya.

      "Hallo nona! Erseda hutopia?" Penjaga lobi itu menyuruh Betty untuk duduk sambil menikmati sarapan. Tetapi Betty menolak dan lekas pergi meninggalkannya.

      Betty tahu ini bukanlah waktu yang tepat untuk bersantai. Apalagi ditambah dengan penjaga lobi yang hampir setiap hari tidak pernah berhenti berbicara. Itu menguras waktunya. Betty sekarang harus dengan cepat pergi menemui Netty di sekolahnya. Adiknya tidak mungkin meninggalkan sekolah.

       Dia memberhentikan sebuah taxi dan masuk ke dalam. Sesekali pandangannya melihat orang-orang yang berjalan di trotoar. Betty sangat berharap bisa menemukan Netty secepatnya.

THE PSYCHOPATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang