None

2.1K 150 2
                                    

      Aripin mengehentikan kedua kakinya ketika Betty sudah sampai di apartemennya. Dia berbalik untuk segera pergi. Senyum itu ia tebar ke setiap orang yang ditemuinya, menunjukan sikap ramah agar banyak disayangi orang lain.

     Tangannya tidak dimasukkan ke dalam saku celana. Dia lebih suka bebas, karena itulah Aripin. Tidak misterius, tidak pula menyeramkan. Dia loyal terhadap siapapun.

     Dia berhenti dan melihat segerombolan orang menyerbu toko pakaian. Aripin berjalan mendekat dan melihat apa yang menjadi rebutan. Matanya berbinar ketika mendapati sebuah manekin langka sedang di lelang disana. Dia melihat kursi yang kosong dan mendudukinya.

     "Kau berani menawarnya berapa?" tanya Aripin pada seorang kakek berjanggut lebat sedang duduk disampingnya.

     "150 dolar," jawab kakek itu sambil menatap beberapa partisipan mengacungkan harga-harga tawaran.

     "Waw! Harga yang fantastis." Aripin berdelik. Dia membenarkan posisi duduknya. "Sepertinya tidak akan ada yang mampu menandingimu," puji Aripin membuat kakek itu menjadi besar kepala.

     70 dolar? Bagaimana, masihkah ada yang ingin menandinginya??

     Aripin tersenyum pada sang kakek. Kakek itu berdiri dan membuat semua orang terkejut. Kakek itu hebat, sudah tua masih mementingkan reputasinya.

     "150 dolar!"

     Beberapa orang berteriak seperti takjub dengan tawaran sang kakek. Mereka tidak menyangka ternyata seorang kakek-kakek mampu memberikan harga yang sangat fantastis.

     150 dolar? Adakah yang akan mengajukan harga yang lebih tinggi lagi?. Baiklah, kakek silahkan ambil barangmu.

     Kakek itu mengelus-elus janggut lebatnya kemudian melewati para partisipan yang menatapnya. Dia menebar pesona dengan berprilaku sebagai seorang milyuner. Dia melangkah dan naik ke atas panggung kemudian memegang manekin yang sedang dilelang itu.

     "300 dolar!"

     Seketika semua mata tertuju pada seorang pria bertopi koboi sedang berdiri di luar. Dia berjalan menemui kakek itu dan menatapnya.

      Baiklah, 300 dolar deal!

     Pria itu merebut manekin dari tangan sang kakek. Dengan terpaksa kakek itu turun dan kembali ke tempat duduknya. Dia melihat pria itu tersenyum menyeringai padanya. Pria yang sangat dia benci.

     "Sepertinya kau kalah," ucap Aripin ketika melihat kakek itu hanya berdiam diri tanpa bicara.

     "Aku tidak akan kalah begitu saja." Kakek itu kembali mengelus janggutnya.

     "Waw! Kakek yang hebat. Aku mendukungmu, aku menyukai semangat juang itu."

     Beberapa orang yang bertugas di atas panggung memberikan manekin langka itu pada pria bertopi koboi. Sang kakek hanya melihat pemandangan buruk itu dengan mencoba menurunkan emosinya. Pria bertopi koboi itu membuat dia sangat marah. Dia merebut apa yang seharusnya menjadi milik sang kakek.

     Acara lelangpun ditutup. Pria bertopi koboi itu menjual tanda tangannya sebagai bukti bahwa dia akan memberikan uang sebanyak 300 dolar. Dia begitu senang bisa merebut apa yang seharusnya dimiliki orang lain. Manekin itu bukanlah tujuannya, melainkan kakek yang sedang duduk bersama Aripin.

     Pria bertopi koboi itu berjalan pelan mendekati si kakek. Dia kemudian menepuk-nepukan kedua tangannya sembari tersenyum bahagia.

     "Kau begitu menyedihkan." Pria itu kemudian pergi meninggalkan sang kakek yang hampir menonjoknya.

     Aripin berdiri mengikuti pria bertopi koboi itu pergi. Pria bertopi koboi itu mematikan seluruh ke amanan mobil. Dia beralih membuka bagasi dan menyimpan manekin itu dibelakang. Aripin menyelinap masuk ke dalam tanpa dia curiga sedikitpun. Aripin akan melakukan hal menyenangkan.

     Bargh!

     Suara pintu garasi yang ditutup membuat Aripin bersiap-siap. Pria itu masuk ke dalam mobil dan mulai menyalakan mesin. Dia menginjak gas, tanpa menyadari Aripin sedang bersamanya.

     "Kalimat terakhir?" Aripin meletakan pisau di depan leher pria itu.

     Aripin dapat merasakan nafas pria itu yang seperti terburu sesuatu. Dia sangat senang karena ini adalah lelucon yang sangat lucu.

     "Si-siapa kau!" teriak pria itu sambil terus mengemudi.

     "Aripin, ingat namaku sebelum kau pergi." Aripin menajamkan penglihatannya ketika pria itu hendak meminggirkan mobilnya. "Terus berjalan!"

     Mobil itu melaju kembali ditengah keramaian kota. Hingga jalanan yang sangat sepi membuat Aripin sangat senang. Dia melepas todongan pisaunya dan duduk disamping pria itu.

     "Senang bertemu dengamu," ucap Aripin sambil menusuk perut pria itu.

     Pria itu membuka pintu mobilnya dan terjatuh dari dalam mobil. Aripin melangkah keluar dan segera menemui pria itu. Namun, pria itu ternyata sudah menghilang. Aripin terseyum simpul. Dia tahu apa yang harus dilakukannya.

     Kakinya melangkah untuk mengitari mobil itu. Tampaknya pria bertopi koboi sedang bersembunyi dan Aripin mengetahui keberadaanya.

     Dia berjalan dan duduk disamping pria itu yang sedang menatap ke arah lain tanpa menyadari bahwa Aripin bersamanya. Dia merasa bulu kuduknya berdiri dan membalikan badan hingga,

     Jlebb!

     Jlebb!

     Jlebb!

     Aripin menusuk perut pria itu berulang-ulang. Dia tertawa senang melihat wajah pria yang kesakitan. Dia berhenti, kemudian menatap wajah korbanya yang sudah sangat lemas.

     "Sepertinya aku kurang merasa puas. Kau tidak melawanku."

     Jrakk!

     Aripin menancapkan pisaunya pada mata pria itu mengakibatkan darah mengalir ke tangannya. Aripin memangku pria itu yang kelihatannya sudah tidak dapat bergerak.

     Aripin mendudukan pria itu dibalik kursi kemudi dan mengangkat tangan pria itu untuk memegang pisau yang sudah berlumuran darah. Kau tahukan, Aripin melakukan itu agar sidik jarinya tidak mudah terdeteksi. Dia melakukan itu agar polisi mengira bahwa pria itu bunuh diri. Tetapi kenyataannya, Aripin yang melakukan semuanya.

     Aripin berjalan mengitari mobil dan membuka garasi. Dia mengambil manekin langka itu dan berjalan untuk mengambil sebuah benda berat. Sebuah batu-bata sudah Aripin pegang. Dia kemudian menemui pria itu yang masih duduk di dalam mobil. Aripin memutar kunci mobil sehingga mesinnya tidak menyala. Dia meletakan batu-bata itu untuk mengingak pedal gas.

     "Asal kau tahu, aku tidak menyukai persahabatan yang berujung permusuhan." Aripin menarik rambut pria itu dan memutar kunci hingga mesinpun menyala dan membuat mobil berjalan dengan sangat cepat.

     Pria itu tampak ketakutan. Sebelah matanya memutar tidak tentu arah. Dia berada di dalam mobil yang tidak terkendali. Tangannya tidak bisa digerakan sedikitpun. Dia begitu ketakutan.

     Dugh!

     Api merah menyala membuat senyum Aripin memudar. Dia begitu kecewa karena ternyata mobil itu hanya bertabrakan, tidak sampai terjun ke dalam jurang. Padahal Aripin sangat ingin melihat itu. Melihat korbannya mati secara mengenaskan.

     "Yah.... Kurang seru," katanya kemudian pergi dari tempat kejadian.

     Aripin meraih manekin langka itu dan berjalan di dalam kegelapan. Dia akan membuat kakek itu senang dengan apa yang dia bawa. Aripin sangat suka menolong. Dia ramah dan tidak sombong. Aripin tidak memerlukan teman, karena teman-temannya yang menemui dia. Bukan, bukan teman-temannya menghampiri dia dengan serius. Melainkan mereka menemui malaikat mau yang tidak pernah tertebak, Aripin.

                                  🕯️🕯️🕯️

THE PSYCHOPATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang