Selamat membaca para readers ku:*
***
Mina menunduk penuh rasa bersalah. Bagaimana bisa dia melupakan Visco, putranya yang menghilang 11 tahun yang lalu. Visco, adik kesayangan Milo a.k.a Viona.
Saat itu Visco berumur 5 tahun, sedangkan Viona berumur 6 tahun. Mereka berempat pergi bermain kedufan. Visco dan Viona bermain dirumah kaca, berputar putar dengan gembira dan bermain petak umpat didalam sana sedangkan Mina dan Lino pergi ketoilet dan membeli permen kapas.
Viona berjaga, dia memejamkan matanya lalu saat dia membuka matanya, Visco sudah menghilang. Dia hanya melihat seorang pria bertubuh tegap yang memakai masker hitam tengah menggendong Visco yang pingsan. Pria itu lari dan menghilang saat itu juga.
Ingatan kelas itu terus saja terulang dipikiran Milo a.k.a Viona. Dia hanya bisa mengerjap kaget dan diam menatap adik kesayangannya diculik oleh seseorang dan dibawa pergi.
Setelahnya dia menceritakannya pada Mina dan Lino. Dia menangis keras, Visco menghilang dan tidak pernah ditemukan. 11 tahun, bahkan polisi saja sudah menyerah.
Banyak yang bilang kalau Visco sudah meninggal. Viona tidak percaya, dia yakin suatu saat nanti dia akan berhasil menemui Visco.
Dia berdandan layaknya laki laki, dia belajar untuk menjadi kuat. Agar dia bisa menjaga adik kesayangannya itu. Bukan malah diam seperti orang bodoh sambil menatap adiknya yang dibawa oleh orang misterius.
"Visco itu siapa, tante?" Ranz menatap Mina yang sedang menunduk.
"Putra kami. Adik kesayangannya Viona. Visco Alfaro." sahut Lino dengan nada lemah lembut.
"Viona punya adik?"
Mina mengangguk pelan. "Kenapa mama bisa lupa sama Visco? Ya Tuhan, pasti Viona sedih karena kita lupa sama adik kesayangannya. " Mina menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, nampaknya dia menangis.
Lino hanya diam, menunduk dan meneguk salivanya sendiri. Mereka bahkan sudah lupa pada Visco seakan Visco tidak pernah hadir dalam hidupnya.
Padahal sejak Visco hilang, setiap tahun tanggal 18 juli, Lino, Mina dan Viona akan pergi mencari Visco tanpa tujuan yang jelas. Jelas saja itu tidak pernah berhasil.
"Ranz berangkat dulu ya~ Om, tante." Ranz berpamitan lalu menyambar kunci mobilnya, dia pulang kerumahnya, memakai seragam dan mengambil tas sekolahnya lalu berangkat kesekolah.
Milo melangkah kan kakinya, derap kakinya begitu berat. Dia lesu, bahkan tak bersemangat. Seharusnya dia bersekolah bersama Visco. Seharusnya dia mengantar Visco kekelasnya, seharusnya Milo menjaga Visco dengan benar. Semuanya salah Milo, itu yang dia katakan dalam hatinya.
Sebuah penyesalan. 11 tahun, kira kira bagaimana wajah Visco. Apakah dia tumbuh menjadi laki laki yang tampan atau dia memang sudah pergi kesurga sejak lama?
Senyuman dan sapaan murid perempuan sepanjang koridor tidak dibalas oleh Milo. Bahkan dia tidak menyadari semua itu. Seakan dia kehilangan jiwanya, dia berjalan menuju kelasnya, masuk dan duduk.
Luna dan Randy menatapnya dengan heran lalu mereka menghampiri Milo yang tampak tak bersemangat.
"Lo ngapa Mil?" tanya Randy lalu dia merangkul sobatnya itu.
Milo hanya menggeleng tak bersemangat.
"Lo sakit?" kali ini Luna yang bertanya.
Milo menggeleng lagi.
"Kalau ada apa apa, ceritain kekita. Jangan dipendem sendiri." Randy mengusap punggung Milo.
Milo menghela nafas berat. Tidak mungkin dia menceritakan soal Visco pada Randy dan Luna. Walau Randy sahabat Milo sekalipun, tetap akan sangat berat untuk Milo menceritakan Visco.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] FAKE BOY
Teen Fiction(COMPLETED) Tentang seorang gadis tomboy yang memulai hidup baru sebagai laki-laki