55

16.3K 970 5
                                        

Selamat membaca para readers ku:*

***

Ranz, Visco, Riya, Diko, Mina dan Lino sedang duduk bersama, sesekali menunduk dan menatap pintu ruangan Milo yang masih tertutup rapat.

Sudah 2 jam menunggu, namun Milo masih belum tersadar juga. Ranz dan Visco juga tidak tau cara menghibur orang tua mereka yang sedang menangis.

"Mama, papa. Udah jam 4 sore, kalian ga mau pulang? Disini ada Visco sama Ranz yang jagain Viona." ucap Ranz lembut.

"Iya, sayang. Ayo pulang, nanti kalau kamu sakit, gimana kamu bisa ngurus Viona?" bujuk Lino sambil mengusap punggung Mina.

"Pulang ya?" bisik Diko pada Riya.

Akhirnya mereka ber 4 pulang. Sisa Ranz dan Visco yang sedari tadi menunduk dan diam.

Visco bangkit dan menatap Ranz "Kak, jagain kak Vionanya didalem aja, ya? Takutnya dia udah sadar tapi kita ga tau."

Ranz mengangguk lalu masuk bersama Visco kedalam ruangan Milo. Mereka duduk disofa putih yang tersedia didalam ruangan itu. Menatap Milo yang masih terbaring diatas brankarnya.

Disaat jari Milo bergerak, Ranz dan Visco langsung bangkit dan mendekati brankar Milo. Mata gadis itu masih terpejam, namun jarinya bergerak gerak.

Mata Milo perlahan terbuka, tatapannya sayu namun gadis itu tidak menatap kearah Ranz dan Visco yang berdiri disampingnya. Gadis itu menatap lurus, lalu tangannya melepas alat bantu pernapasannya.

"Kenapa dilepasin?" Ranz meraih alat pernapasan itu.

Milo menoleh sebentar kearah Ranz. "Gw bisa nafas sendiri. Ga usah pake begituan!"

"Kakak..." Visco memegang tangan Milo yang lembut. Milo diam saja.

Milo bangkit dari brankarnya, tiba tiba kepalanya sakit lagi. Dia terjatuh, Visco dan Ranz langsung memapahnya dengan gelisah. Milo duduk diatas brankar, gadis tomboy itu mengayun ngayunkan kakinya yang tak sampai kelantai.

Dia menatap lengannya, bekas suntikan itu terlihat. Tatapannya turun keperban yang menutupi luka irisnya.

"Kak?" Visco memegang lengan Milo.

Milo menatap Visco dengan tatapan yang aneh. Ranz ikut kebingungan, saat mata Milo mulai berkaca kaca namun Milo masih diam.

Milo memegang kedua lengan Visco dengan erat. "Kamu benci kakak kan?? Kamu benci aku?! Iya kan?! Gw emang bego! Semuanya salah gw!! Gw mau mati, biarin gw mati!! Kalian pergi, keluar!!!" Milo menangis sejadi jadinya namun tiba tiba nada bicaranya menjadi tinggi.

Ranz dan Visco tersentak kaget. Visco melangkah mundur, Milo mengusap wajahnya dengan kasar.

Ranz memegang lengan Milo. "Viona, hei? Tenang, Visco ga benci sama lo. Jangan berpikiran negatif terus. Ga ada yang benci sama lo. Tenangin diri lo." Ranz membisik lembut.

Ranz bisa merasakan bahwa tubuh gadis itu gemetar, entah karena menangis atau ketakutan.

"KELUAR, GW BILANG KELUAR!! PERGI, GW MAU SENDIRIAN!! PERGI, PERGI, PERGI!! GW BENCI KALIAN, PERGI!!" pekik Milo, suaranya memecah keheningan.

Milo mendorong Ranz dengan kasar, laki laki itu mundur. Dan tiba tiba pintu ruangan terbuka, dokter dan beberapa suster masuk kedalam ruangan itu.

Suster itu menyuruh Ranz dan Visco untuk keluar dari ruangan itu. Suster menutup pintu dan membantu dokter menangani Milo.

Dokter memaksa Milo untuk berbaring tapi gadis tomboy itu terus saja meronta ronta dan berteriak, suster menahan lengan gadis itu agar gadis itu tetap dalam posisinya.

Dokter menyuntikkan obat penenang lagi. Milo berhenti meronta, nafasnya terengah engah seperti baru saja menyelesaikan lari berkilo kilo meter. Gadis tomboy itu menutup matanya.

Dokter memasangkan kembali alat bantu pernapasan itu lalu menyelimuti Milo dan keluar dari ruangan itu bersama suster. Dokter menemui Ranz dan Visco yang masih membatu didepan ruangan.

"Maaf, saya butuh bicara dengan orang tua pasien."

Ranz menatap dokter Stevan "Dokter bisa bicara dengan saya, saya calon suaminya. Apapun itu, nanti akan saya sampaikan pada orang tuanya."

"Oh, baiklah. Masalahnya, pihak rumah sakit tidak bisa menangani pasien seperti ini. Sepertinya pasien harus dirawat dirumah sakit jiwa untuk sementara, agar pihak rumah sakit disana yang melakukan proses evaluasi."

"Kenapa harus...rumah sakit jiwa? Dia gak gila dok!" nada bicara Ranz meninggi.

"Memang, tapi depresi itu justru adalah pemicunya. Depresi yang tidak ditangani dapat menimbulkan kerusakkan otak permanent. Bisa saja pasien menjadi mengidap gangguan jiwa karena tidak ditangani oleh orang yang tepat. Lebih cepat lebih baik." dokter Stevan tersenyum ramah lalu melangkah pergi.

Ranz menatap Visco yang sedang menunduk. "Gw mau telepon mama dulu. Lo tunggu disini sebentar."

Ranz melangkah pergi ketoilet pria yang sepi. Dia mengeluarkan hpnya dan menelpon Lino. Dia lebih memilih menelpon Lino daripada Mina. Karena mungkin Mina akan kembali menangis histeris.

Ranz tidak tau harus berbicara apa. Dia takut, gelisah, semuanya bercampur menjadi 1.

"Halo?" suara Lino menjawab telepon itu.

"Halo, pa?"

"Ranz, ada apa? Viona udah bangun?" suara Lino tampak bahagia.

"Iya pah. Udah, tapi dia ngamuk, jadi dokter nyuruh Viona buat pindah ke....rumah sakit jiwa....buat jalanin evaluasi."

Lino mendesah kecewa. "Nanti biar papa yang urus. Makasih ya, Ranz." suara Lino menjadi lemah, dan dia langsung menutup telepon.

Ranz menatap layar hpnya yang mati. Dia memasukkan hpnya kedalam saku. Lalu dia membasuh wajahnya dengan air dari wastafel. Dia membasahi rambutnya lalu menyisir rambutnya kebelakang.

Milo yang ceria, pembangkang, keras kepala dan kejam mendadak hilang. Diganti dengan Milo yang selalu berteriak tidak jelas dan suka melukai dirinya sendiri.

Itu membuat Ranz tidak ingin jauh dari Milo, gadis yang mulai dia sukai. Entah apa yang Ranz sukai dari Milo. Tapi menurutnya, gadis itu baik, manis, dan cantik.

Milo mempunyai kelebihan tersendiri dimata Ranz. Tanpa disadari, Ranz meneteskan air matanya, air matanya jatuh kewastafel yang basah itu. Dia mengambil air dan membasuh wajahnya lagi.

Dia tidak takut kecoa dan tikus. Tapi dia takut jika gadis yang dia cintai, pergi meninggalkan dirinya.

***

How? Ga seru? Sorry:)
Semoga masih setia nungguin kelanjutannya:)
Next Chapter udah Ending:) Tapi diprivate:v
Bagi bintangnya dong:*

Stay tune buat next chapter, ya?
Baca karyaku yang lain juga:)
Salam, Slvnhng

[✔] FAKE BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang