Delapan

1.2K 111 1
                                    

"Hey, Abang kenapa?!" Murni menjerit ketika melihat Law datang dengan tubuh kotor, wajah lebam dan berjalan terseok.

Law menggeleng, pria itu berusaha mencari kunci kamarnya di dalam saku jaket yang ia kenakan.
Kemudian Law membuka pintu dan berjalan masuk dengan tenaga yang masih tersisa.
Murni mengikuti Law hingga ke dalam, tak peduli andai Law tidak mengijinkannya sekalipun. Gadis kecil itu menatap Law dalam-dalam.

Law tersenyum padanya, seraya menghempaskan tubuhnya di sofa. Terasa ngilu sekali.

"Abang butuh sesuatu?" tanya Murni. Law kembali tersenyum.

"Ambilkan air minum boleh?" pinta Law. Murni mengangguk, dan senyumnya mengembang.

Beberapa saat kemudian gadis itu kembali, bukan hanya membawa gelas berisi air minum, tapi juga sebuah wadah berisi air hangat dan lap handuk yang ia temukan di dekat pintu kamar mandi.

"Untuk apa?" tanya Law setelah menghabiskan minumnya.

"Membersihkan luka abang lah, masa untuk membersihkan lantai, hiihihi..." kelakar Murni sembari mencelupkan lap ke dalam wadah berisi air.

Perlahan-lahan gadis kecil itu menekan pelan lap hangat pada pelipis Law yang terluka.

"Tahan ya bang, nggak akan sakit kok. Dulu murni juga pernah jatuh dari sepeda, terus sama mama dibersihin kayak gini, kata mama jagoan itu nggak boleh cengeng," Law tak kuasa menahan tawa hingga wajahnya memerah karenanya.

Murni terus saja berbicara sambil membersihkan luka di wajah Law, begitu seterusnya hingga seluruh wajah Law lebih bersih dari darah kering.

Law tersenyum haru sambil menatap wajah polos Murni.

"Terimakasih ya Murni, sini duduk deket Abang," ujar Law setelah Murni selesai meletakkan kembali wadah tadi ke dapur.

Murni mengangguk, lalu duduk disamping Law. Tapi raut wajahnya seketika berubah, ia berdiri sambil membekap mulutnya sendiri. Hal itu membuat Law mengernyit kaget.

"Ya ampun, hampir lupa!" serunya.

"Apa Murni?" tanya Law penasaran.

"Semalam ada perempuan yang mencari Abang," jawabnya.

Law melepaskan jaket kulitnya, kemudian meletakkannya disamping dirinya.

"Siapa? Felicia, maksudmu?" tanya Law.

Murni menggeleng.

"Bukan. Perempuan cantik, dia tidak menjawab waktu kutanyakan namanya. Dia hanya menitipkan ini untukmu," jawab Murni sembari mengeluarkan sepucuk surat dari saku celana pendeknya, dan memberikannya pada Law.

Law mengernyit, pria itu mengambil surat tersebut dari tangan Murni.

'Pasti Mentari ...' Pikir Law.

Ia meletakkan surat tersebut di atas meja. Biarlah, nanti saja Law membacanya. Belum siap rasanya, membaca surat yang isinya pasti hanya curahan hati Mentari yang panjang lebar.

"Abang mau kubelikan makan?" tanya Murni.
Law menggeleng sambil tersenyum.

"Tidak, Sayang, Abang belum laper.. Oh ya, Murni tidak sekolah?" tanya Law. Murni menggeleng, raut wajahnya nampak sedih.

"Mama tidak pulang, Murni tidak punya uang untuk ongkos naik Angkutan..." jawabnya lugu.

Law mengembuskan napas berat.
Kasihan sekali Anak itu, Mamanya pasti sedang di booking lagi pria hidung belang!

"Sudahlah, belajar dirumah saja. Sana, bawa bukumu kemari, Abang akan menjadi Guru mu hari ini. Tapi, Abang mandi dulu, Murni tunggu saja diteras," ujar Law.

Wajah Murni berbinar seketika, gadis kecil itu mengangguk kemudian berlari keluar kamar.
Law tersenyum getir. Menatap seorang gadis kecil yang malang dengan semangat berlari keluar rumah Law.

*

Satu setengah jam sudah berlalu, Law sudah selesai menemani Murni belajar. Ia tidak mempedulikan rasa lelah dan sakit disekujur tubuhnya, juga lapar yang mendera seisi perutnya.

Seperginya Murni yang karena Mamanya sudah pulang, Law kembali masuk ke kamar, dan mengunci pintu.
Ia membaringkan tubuhnya, dan bermaksud sambil membaca isi surat dari Mentari.

'Berhati-hatilah, Polisi akan menemukanmu dalam Tiga hari kedepan...'

Law bangkit dari tidurannya, Ia tertegun. Membaca isi surat dari...

'Ini bukan tulisan Mentari ...' Bathinnya.

Lalu siapa?

An Angel Of DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang