Empatpuluhlima

935 77 0
                                    

Tok Tok Tok

Law berdiri di depan pintu rumahnya, rumah yang kian hari kian terlihat semakin tidak terurus. Ilalang dibiarkan tumbuh tinggi. Serta semak belukar, hampir menutupi seluruh pagar yang dulu begitu asri.
Beberapa bagian cat nampak sudah terkelupas, bahkan dibeberapa sudut rumah nampak lembab karena dirimbuni oleh dedaunan menjalar.

CKLEK

Pintu terbuka, seiring dengan munculnya sosok tua yang berjalan terhuyung, dengan suara batuk mengiringi suara sendal jepit yang diseret perlahan.

Pria tua itu memicingkan mata yang diliputi warna kehitaman dihampir seluruh bagian kelopaknya, kepada Law yang sedang menatapnya begitu lama.

"Papa..." gumam Law.

Pria tersebut nampak mengernyit dengan raut terkejut. Sudah bertahun-tahun pria tua itu tidak lagi mendengar panggilan itu, panggilan Papa, dari bocah nakal yang seringkali melabrak atau sekedar mengerjai perempuan nakal yang sering Papa bawa ke rumah itu.

"Law..." gumamnya pelan dengan suara berat.

Law memeluk tubuh ringkih itu, bagaimanapun benci nya Law terhadap papa, namun Law tetap saja merasa sedih melihat keadaan Papa yang saat ini begitu memprihatinkan.
Cukup lama keduanya saling berpelukan tanpa bicara.

"Dimana Mama?" tanya Law setelah beberapa saat. Ia melepaskan pelukannya.

"Masuklah, Nak... Papa rindu padamu," Papa menutup pintu, Ia melangkah dengan bantuan Law.

*

"Jadi, Mama meninggalkan Papa?" tanya Law, setelah mendengarkan semua cerita Papa.

Pria itu mengangguk setelah mengembuskan napas panjang. Ia lalu mengalihkan tatapannya pada sebuah pigura besar yang terpampang di ruang tamu. Pada sebuah foto elegan bergambar dirinya, Mama, Mentari dan Law ketika mereka kecil.

"Pergi sejak Setahun yang lalu. Aku tidak tahu dimana keberadaannya sekarang. Ya... Aku tidak menyalahkan sepenuhnya hal itu pada dia. Aku turut andil dalam semuanya, Kau tahu bagaimana Aku, bukan Law?" ujarnya seraya terkekeh.

Law mengangguk.

Tentu saja!
Law bahkan ingat semua ukuran Bra perempuan yang dibawa oleh Papa ke rumah ini. Itu karena Ia sering menemukannya tergeletak di lantai kamar orang tuanya tersebut.

"Jadi... Apa mungkin Mentari menemui Mama?" gumam Law.

Papa menegakkan tubuh.

"Mentari? Apa kau tahu kabar Kakakmu? Aku ingin meminta maaf pada gadisku..." ujarnya, pria itu menangis.

Rupanya... Papa menyadari segala dosa nya di masa lampau.
Law, hanya menatap tubuh Papa yang bergetar hebat, kemudian mengangguk.

"Mentari kemarin menemuiku, Pa. Dan ketika Aku pulang kerja, Aku tidak lagi mendapati dia di rumah. Kupikir... Dia datang kemari untuk menemui kalian," terang Law.

Papa menggelengkan kepala, Ia menghapus air matanya yang baru saja terjatuh.

"Apakah kakakmu menceritakan sesuatu, Law?" tanya papa setelah beberapa saat kemudian.

Law menggeleng pelan. Ia baru saja akan menanyakan banyak hal pada Mentari sore tadi, sepulang kerja. Namun Mentari nyatanya sudah pergi, dan...

Astaga...

Law tiba-tiba terlihat resah, ia teringat akan Murni. Murni diculik oleh Mentari, hanya itu yang sedari tadi mengganggu pikiran Law.

"Ada apa Law?" tanya papa melihat kegundahan Law. Law menggelengkan kepalanya sekali lagi.

"Pa, Papa sudah makan?" tanya Law. Papa tersenyum kemudian mengangguk.

"Sudah, ada satu keluarga tetangga baru di sebelah rumah, mereka baik pada Papa. Setiap waktu makan, Istrinya sering mengirim papa makanan. Hehe... Mungkin mereka kasihan melihat pria tua reyot seperti papa tinggal sendirian," jawab papa sembari terkekeh, memamerkan keriput diseluruh wajahnya.

Law mengangguk-anggukan kepala sambil tersenyum. Seharusnya, Law lah yang menjaga papa saat ini, di masa tua nya.
Bagaimanapun kelakuan papa di masa itu, papa tetap orangtua Law yang harus ia rawat ketika masa tuanya datang. Namun keadaan Law yang carut marut, ditambah beban mengenai Mentari dan Mama, mrmbuat Law harus berpikir berulangkali untuk membawa papa ke rumahnya saat ini.

An Angel Of DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang