Tigapuluhsembilan

933 74 0
                                    

Mentari membuka matanya, Ia menatap Law yang tengah memeluk lutut di samping tempat tidurnya.
Law beranjak cepat, ketika mendapati Mentari sudah siuman.

"Apa yang terjadi, Mentari?" tanya Law.

Mentari beringsut dari posisinya, Ia menatap Law dan bibir keringnya bergerak, mencoba mengucapkan sesuatu, namun Ia tahu lidahnya terasa kelu. Seperti ada sesuatu yang tertahan dalam tenggorokannya.

"Apa Kau ingin mengatakan sesuatu, Mentari?" tanya Law sekali lagi.

Mentari diam, hanya air mata yang tiba-tiba turun begitu deras dipipinya. Hal tersebut membuat Law tertegun, dan membiarkan Kakak kandungnya tersebut menangis.

*
Satu Jam kemudian, ketika Mentari tidak juga mengatakan apa yang ingin diungkapkan olehnya, Law kembali membuka suara.

"Aku harus pergi bekerja, Mentari. Apa Kau tidak apa-apa jika Aku tinggal?" lanjut Law, karena bagaimana pun Law memang harus pergi.

Baru beberapa hari saja Ia diangkat sebagai koki tetap, tidak enak rasanya, jika harus meminta ijin bolos.

"Pergilah Law, Aku akan baik-baik saja..." jawab Mentari pelan.

"Baiklah, jaga dirimu baik-baik, Tari. Aku sudah siapkan sarapan di meja makan. Makanlah, dan istirahat," ujar Law sembari tersenyum.

Mentari mengangguk, sambil memperhatikan Law yang sedang merapikan diri di depan cermin.

*

Law, pria itu meninggalkan Mentari dengan hati yang tidak tenang. Namun memang tak ada pilihan, kecuali Ia pergi sebelum terlambat masuk kerja.

*

"Murni, sedang apa disana?" tanya Law, begitu mendapati Murni tengan murung di ujung tangga, memeluk boneka kesayangannya.

Gadis kecil itu menggeleng, Ia menatap Law sejenak namun kemudian memalingkan kembali wajah polosnya.

Sayang sekali, Law tidak memiliki banyak waktu untuk bertanya lebih jauh, hingga akhirnya pria itupun meninggalkan Murni setelah mengusap kepalanya sebentar.

"Abang , tolong Murni..." gumam Murni, seraya menatap punggung Law yang semakin menjauh. Air matanya kembali jatuh, Murni ketakutan.

Sementara itu dari kejauhan, seseorang tengah mencecap liur, matanya berbinar, kedua tangannya saling bertautan.

Kini kesempatan itu sudah semakin dekat ...

An Angel Of DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang