Duapuluh

1.1K 90 0
                                    

'Kirim Aku uang sore ini. Jika tidak, apakah Kau mau melihat mayat Ibumu yang malang ini membusuk di dalam penjara?'

'Mom'

Wajah Law berubah merah padam. Ia meremas seprai dengan gigi gemeretak. Law terpaksa jarus mengakui ucapan Jinan.
Ya, ia selalu berada dalam kesialan!

"Bagaimana? Aku yang menang bukan? dan Kau tidak dapat mengusirku dimanapun Aku berada, dan dimanapun tempat yang Aku ingin tinggali," gumam Jinan dengan senyum kemenangan menghiasi wajahnya.

Law mengerang panjang, ia mengacak rambutnya sendiri, dan apa yang Ia khawatirkan pun terjadi. Perihal Mentari, dan juga pertengkaran dengan pria bule sialan itu!

Mama, perempuan itu selalu menekankan soal kematian, ketika Ia sedang dalam keadaan terjepit soal keuangan seperti itu.

'Aku tidak tahu kemana harus mencari pekerjaan tambahan ...'

Keluh pria itu didalam hatinya, sembari menggigit-gigit bibir bawahnya.

"Kau bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, dari sekedar menjadi seorang kurir Narkoba, Law," ujar Jinan.
Seperti biasa, hantu itu selalu mengetahui apa yang ada dalam pikiran Law.

"Aku tidak bertanya padamu!" ketus Law, kemudian membakar rokok dan mengembuskannya dengan berat.

Law memejamkan mata sesaat, wajah Felicia kembali menari dipelupuk matanya.

'Feli ... Apa yang sebenarnya Kau lakukan padaku?!'

Bathin Law, sembari menghirup kembali rokok dalam-dalam.

Jinan bergidik, wajah Law, selalu nampak jauh lebih sexi dimatanya, ketika tengah resah seperti itu.
Jinan mengecap ludah, Ia menggeleng, mencoba untuk kembali bersabar...

"Ya ampun, kau masih belum move on dari perempuan itu? Kasihan sekali..." gumam Jinan, memecah keheningan.

Perempuan hantu itu lalu menghilang, sebelum Law menyerangnya dengan ribuan kata-kata pedas.

Law menggeram, pria itu kini merebahkan tubuhnya. Pagi yang ia harapkan menjadi awal baru segalanya, nyatanya sama saja. Dan dalam keadaan seperti itu, entah kenapa juga Law masih mengingat Felicia.

*

Law beranjak dari tempat tidurnya, ia mencari sesuatu di dalam lemarinya. Law mengambil dua buah kemeja, tiga kaos, dan dua celana jeans. Kemudian menumpuknya di atas meja.

Beberapa saat kemudian Law membuka laci mejanya. Mengeluarkan sebuah pigura yang disana terdapat gambar dirinya bersama Felicia, di bawah menara eifel.

Law kemudian membawa semuanya keluar dari rusun tempat tinggalnya, ketika ia berpapasan dengan Murni.

"Abang mau kemana?" tanyanya.

"Abang lagi buru-buru, nanti kita bicara lagi ya, Murni..." Law hanya mencubit pelan pipi Murni, kemudian bergegas menuruni anak tangga.

Murni berdiri di tempat, lalu mengangkat kedua bahu dan mengerucutkan bibirnya. Gadis kecil itu masuk kembali ke dalam tenda yang terpasang di depan pintu rumahnya. Tenda yang baru dibelikan mama kemarin sore.

*

Law berjalan menuju sebuah drum tempat sampah, ia melemparkan seluruh barang-barang pemberian Felicia. Sesaat kemudian Law menyalakan korek, dan membakar semuanya.

"Kau pikir dengan membakar barang-barang itu, akan bisa membuatmu lupa? Yang kau bakar itu seharusnya hatimu, bukan barang-barang," ujar Jinan, ia sudah berdiri di belakang Law menyilang tangan di dada.

Law mengerang dengan wajah penuh keringat.
Ia menatap Jinan dengan sebal, tapi dalam hati Law membenarkan ucapannya.

An Angel Of DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang