PART 9

10.4K 858 13
                                        

Senin siang. Jalanan tidak terlalu ramai, tertib, dan rapi. Jeno melenggang dengan ninja putih bercorak birunya. Menikmati semilir angin yang terhalang helm putih bersejarah, ada tanda tangan asli pembalap favoritnya--valentino rosi, yang Jeno dapatkan sekitar 6 tahun lalu saat mengikuti acara meet'n great. Jeno bahagia mendapatkan si putih kembali.
5 tahun lalu, Boyke mengambil motor itu. Jeno sampai memohon-mohon, bahkan berlutut agar motornya tidak dijual. Dia berjanji akan menebusnya suatu saat nanti. Ninja putih itu sangat berharga untuknya. Motor keluaran terbaru pada masanya yang diberikan spesial oleh Kiel dan Ellen sebagai hadiah ulang tahun Jeno yang ke-17.

Setelah hutangnya terbayarkan, akhirnya si ninja putih kembali lagi, tapi dalam keadaan mati. Boyke benar-benar tidak menyentuhnya sama sekali selama lima tahun ini. Untuk kesekian kalinya, Joan berbaik hati, membawa motor Jeno ke bengkel, mengganti semua mesin dan segala tetek bengeknya yang sudah usang. Lima hari teronggok di bengkel, akhirnya hari ini Jeno bisa menungganginya kembali. Melenggang menelusuri jalanan ibu kota seperti kilas balik lima tahun yang lalu.

Jeno memarkirkan motornya di parkiran depan café. Terhitung sudah satu minggu dia resign. Sesekali datang ke café bukan lagi sebagai pegawai, melainkan pelanggan, tapi Jeno masih suka membantu jika café sedang ramai. Seperti kali ini, baru saja Jeno berjalan beberapa langkah dari pintu, pas sekali berpapasan dengan Faldy.

"Je-je-je, tolongin gue."

Cowok manis berlesung pipit itu membawa nampan berisi pesanan. Mukanya tampak sedang menahan sesuatu.

"Gue kebelet boker nih dari tadi. Tolongin, ya."

Belum sempat Jeno menjawab. Faldy memberikan nampan itu pada Jeno.

"Maaf, ya, Je. Meja nomer 9," kata Faldy lalu dia segera melesat ke toilet.

Jeno tak keberatan. Dia malah tersenyum senang. Berjalan menuju meja nomor 9.

"Ini, Mbak, pesanannya. Chicken Finger crispy, klapertart chocolate, kiwi punch soda, berry blow lonic. Selamat menikmati." Ah, bahkan Jeno hapal luar kepala nama semua jenis makanan di cafe ini hanya dengan melihat rupanya saja. Lalu Jeno berjalan menuju counter. Fira yang sedang melayani pelangganan tersenyum lebar melihat Jeno, tidak bisa bertingkah karena pelanggan sedang menyebutkan pesanannya.

"Bang Jeee!!!"

Keny bocah 18 tahun yang baru bekerja sekitar 3 bulan ini, melambaikan tangan dengan cengiran lebar, di beberapa hari terakhir Jeno bekerja, Kenny tidak masuk karena sakit padahal bocah itu adik Jeno banget. Sukanya nemplok-nemplok sama Jeno, makanya pas Jeno resign, Kenny galau sampai nangis-nangis. Jeno nyengir lebar, ada Miya yang baru kembali dari toilet.

"Woii, Boskuu!!! Apa kabarrrr??" Miya berteriak girang.

Keny terbahak. "Kak Miya lagi happy tuh, Bang. Abis diiket."

"Lah, diiket. Iket apaan?"

Miya dengan sombongnya mengacungkan tangan, incin mas putih berkilau menghiasi jari manisnya

"Ah, palingan lo beli di abang pinggir jalan."

"Dihh, sembarangan."

"Sombong najis dia, Je, dari pagi." Dikta ikut nimbrung, melirik Miya dengan sebal.

"Sirik ae lo, serbuk micin," kata Miya mencibir. Dikta langsung mencebik, melengos, kembali ke pekerjaannya.

Jeno tertawa. "Ah, gue jadi kangen, anjir," ucapnya. Padahal hampir tiap hari mampir, tapi tetap saja yang dirindukan adalah suasana kerja bersama makhluk-makhluk itu.

"Balik lagi lah, Bang Je. Boyband kurang satu personil, nih," kata Kenny memajukan bibir bawahnya.

Virgo berdecak sembari memberikan pesanan pelanggan kepada Kenny. "Kasian dah, Je. Bocah ini gak ada bahu buat nemplok-nemplok jadi misuh-misuh mulu. Gue sih mau aja minjemin bahu, tapi tahu sendiri gue udah ada bini. Maaf, ya, Ken."

He's Jeanno (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang