PART 21

6.9K 687 18
                                    

"Ah, anjir! Bosen dah gue tiap pagi, upin-ipin-upin-ipin ...."

Jeno mendumel. Lelaki bermata sipit itu masih bergumul dengan selimut di atas ranjangnya. Menonton acara kartun yang sudah berlangsung hampir setengah jam. Dari tadi anteng kalem, tiba-tiba saja menggerutu, membuat Abi yang juga masih berbaring di atas sofa, melirik dengan sedikit mendelik. Padahal dia sendiri yang menyetel kartun itu, remot pun ada di tangannya.

"Ya, tinggal pindahin aja napa, sih, Je! Bosen-bosen, tapi lo tetep pantengin dari tadi. Heran gue."

Skak ... Jeno mengatupkan bibir.

Trokk ... trokk ...

"Nah, ketoprak!" Abi langsung bangun mendengar suara khas abang ketoprak yang biasa lewat depan kosan. Melangkah cepat. Membuka pintu.

"BANG ... BANG! BANG KETOPRAK, OY! SINI, BANG! YA'ELAH, SONGONG BANGET MAEN LEWAT AJA!" Abi berteriak di ambang pintu yang terbuka.

"Ribut banget, anjir, Bi. Manggil ketoprak doang," protes Jeno. Teriakan Abi sangat kencang, padahal jalanan tidak terlalu jauh dari teras.

Abi melirik Jeno. Nyengir lebar.

"Mau gak lo?" Tawarnya.

Jeno menggeleng.

"Ya udin, gue beli satu," putus Abi, kemudian melangkah keluar setelah mengambil uang dari saku jaketnya yang tersampir di sofa. Tak lama, dia kembali masuk ke kamar membawa kotak sterofoam. Duduk di atas sofa. Menyilangkan kaki, dengan tangan kiri memegang ketoprak dan tangan kanan memegang sendok plastik. Siap melahap sarapannya.

"Lo beneran gak mau, nih?" tawarnya sekali lagi. Soalnya ketoprak yang satu ini termasuk kesukaan Jeno banget.

"Ekstra bumbu kacang mete sih, ini, Je. Kentel ... wangi ... liat dah ... Ah, ketoprak Bang Momo emang paling juara, sih."

Abi menyuap sesendok penuh ketoprak itu. "Mmm ...." Sampai memejamkan mata untuk mendeskripsikan betapa nikmatnya.

"Asli, sih. Gue ngefans gila sama Bang Momo. Surga banget, anjir," katanya, mendeskripsikan kenikmatannya lewat kata.

Jeno melirik Abi dengan ujung mata. Lebay. Tapi memang pantas dilebay-lebaykan, sih. Ketoprak Bang Momo memang selebay itu dalam masalah kenikmatan. Tidak ada tandingannya. Apalagi yang pake kacang mete kesukaan Jeno. Liat Bang Momo ngulek bumbunya aja, Jeno udah ngeces.

"Lo mau sarapan apaan? Bubur udah lewat, ketoprak udah lewat, mau gado-gadonya si Nyak aja? Gue beliin sekarang dah, sekalian mau beli minuman," sembari mengunyah Abi menawarkan.

"Gak usah, tar ajalah," Jeno menyahut segitu aja.

Abi berdecak. Mendelik kan mata.

"Ya, salah sih gue nawarin orang gak ada cacing kayak lo," katanya jadi sebal.

Jeno mendecih pelan. Melirik Abi yang matanya fokus ke layar tv.

"Najis sih, Bi. Lo ngomel mulu," ucapnya.

"Dih, siapa yang ngomel?"

"Elo! kalo ngomong ngajak ngurat mulu!"

Abi menyimpan sterofoam yang isinya sudah habis hanya dalam sesaat, kemudian beranjak mengambil minum dari dispenser yang ada dekat nakas televisi.

"Lonya serba susah. Nyari penyakit mulu. Lambung lo kena juga, tar lo yang ngerasain sakit. Gue sebagai teman kurang peduli apa sama lo, tapi lo gak pernah nerima. Susah banget dipeduliin." Abi duduk kembali di sofa membuka handphonenya yang teronggok di sana.

Oke. Abi lagi tersentil. Setelah dicerna perkataan Abi. Jeno pun jadi tak enak hati. Bukan maksudnya seperti itu.

"Gak gitu, Bi ...." Jeno menghela napas. "Gue lagi gak enak perut. Liat lo makan ketoprak mete kesukaan gue ... emangnya gue gak tergoda apa. Ngeces ini gue. Maaf dah, kalo kesannya gue gak ngehargain kepedulian lo. Coba kasih backsound lagunya Peterpan 'Cobalah mengerti'." Jeno menatap Abi yang tidak menggubris juga. Sok sibuk dengan handphonennya. Tipikal Yabizar sih kalo lagi ngambek.

"Please, Bi. Ngambek lo jangan kayak cewek," mohon Jeno. Paling risih dia kalo Abi udah kayak gini.

"Ya Tuhan, temen gue gini amat. Siang ini kita ke café dah. Ada waiters baru cantik. Nisa lo tahu, kan? Temen kelas gue dulu pas SMA, yang lo demen, tapi Nisanya ada pacar. Sekarang Nisa jomblo. Ya, kalo lo masih mau, sih."

Jeno menunggu jawaban.

"Nisa? Yang kayak india itu?" Nahkan Abi langsung mendongak.

Jeno mengangguk. "Lebih cantik sih sekarang. Kemaren gue ketemu pas ke café."

Sudut bibir Abi melengkung. "Oke. Ayok, siang ini kita ke cafe," katanya semangat. Acara ngambek tadi seketika terlupakan.

"Eh, tapi inget lu, Bi. Kali ini jangan brengsek. Nisa baik orangnya." Jeno jadi agak merasa tak enak hati pada Nisa. Dia sudah mengumpankannya pada buaya.

Abi berdecak. "Iyee, ah! Lagian, kapan sih gue brengsek," katanya lupa diri.

Jeno hanya bisa tersenyum. Menahan diri.


--

He's Jeanno (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang