Abi menepikan motor putih itu di pinggir pohon rindang, halaman kosan. Membuka helm kemudian turun dengan mulut yang terus menggerutu, meneruskan omelannya yang tak henti-henti dari sepanjang jalan tadi."Lo sih gak pake helm segala, mana STNK gak dibawa lagi. Kenakan jadinya!"
"Ya'elah, 150 rebu doang," Jeno menyahut tenang.
"Doang, lu? Duit terakhir gue tuh, anjir!"
Jeno yang sudah beberapa langkah di depan berbalik. Jengah juga lama-lama mendengar cerocosan Abi yang tak henti-henti. Dengan mata memicing dia tatap lelaki yang berjalan dengan ekspresi kecut itu.
"Eh, goblok! Salah lo, ya. Gue kan udah bilang, pake motor lo! Gak nurut, si! Lagian, heran banget gue, giliran ada yang salah ... salah gue!" Ya, lama-lama, terpancing juga emosi.
Abi tidak menyahut, malah memalingkan wajah. Pokoknya sebel banget dengan kejadian kena tilang tadi.
Sampai luput dari pandangan mata, pajero silver yang terparkir di dekat gajebo. Sepertinya mereka juga lupa ada tamu yang menunggu sejak tadi.
"Kenapa, tuh?"
Joan mengedikan bahu. "Gak ngerti gue. Bahtera rumah tangga."
Rendy tertawa. Otaknya langsung membayangkan jika salah satu dari mereka wanita. Pasti hancur sudah, keluarga ngurat.
"WOI!"
Abi dan Jeno kompak menoleh. Sedikit loading sampai akhirnya tersadar.
Senyum Abi merekah. "Eh, Bang! Dari kapan di situ? Gak liat gue, anjir," seru Abi dengan nada suara nyaring.
Joan dan Rendy sama-sama berdecak melangkah menuju teras.
"Lagian, lo berdua asik banget ngobrol sampe gak ngeliat kita," ucap Rendy.
Abi mendelik, sekilas melirik Jeno. "Ngobrol, apaan?! Kesel gue. Noh, gara-gara si Jeno gak pake helm, jadi kena tilang, mana STNK gak dibawa lagi. Double dah gue bayar!" Abi mengadu dengan penuh emosi.
Jeno langsung memasang wajah tak terima. "Masih aja nyalahin gue, anjir! Ogah, ah, gue ikut reuni," katanya jadi ke situ. Jeno membalikan badan dengan kesal. Melangkah menuju pintu kamarnya. Bisa terdengar umpatan kasar keluar dari mulutnya seiring langkah.
Abi berdecak keras, ingin menyumpah serapah juga jadinya, tapi tak sampai hati kalau acaranya dengan Nisa nanti sampai tak jadi. Diliriknya Joan yang malah terkekeh.
"Adek lo rese, sumpah, Bang," ucap Abi, kemudian segera berjalan cepat menyusul Jeno yang sudah ada di depan pintu kamar. "JE! Kita kan, friend!" teriaknya.
Rendy geleng-geleng kepala. Berjalan beriringan dengan Joan, menyusul Jeno dan Abi yang sudah masuk kamar.
"Pertemanan penuh drama. Geli sih kalo kita kayak gitu. Untung gue dewasa," kata Rendy.
Joan menoleh. "Dewasa, apaan? Lo lupa, pernah numpang nangis di kamar gue gara-gara diputusin?"
Rendy mengernyit. "Eh, kapaan?? Gak pernah, ya, gue mewek gara-gara diputusin cewek! Malu-maluin ... cowok masa gitu," elaknya.
"Waktu SMA kelas dua, lo diputusin cewek namanya Intan. Bisa gue ceritain kalo lo lupa."
Rendy mengatupkan Bibir. Dialihkannya pandangan.
"Ah, ngarang lo. Eh, yok, ah! Cepetan, keburu si Jeno sama si Abi cakar-cakaran," katanya mengalihkan topik. Rendy mempercepat langkah berjalan mendahului Joan. Dan Joan terbahak, melebarkan langkah menyusul Rendy.
--
"Guangzhou? Klinik songpang-songpang itu, maksud lo? "
"Bukan, anjir. Klinik kompang."

KAMU SEDANG MEMBACA
He's Jeanno (Selesai)
Ficção Geral**Jangan plagiat nyerempet copy paste** "JE-JE, JEN, JENO, ANJIR, JANGAN KENCENGAN!!" Teriakan dan suara tawa menggema di parkiran supermarket yang sepi. Hanya ada seorang pria berjas abu-abu yang hendak menyalakan mesin mobil, tapi urung saat mend...