PART 2

15.5K 1.1K 30
                                    

"Je, gimana kalo emang bener?" tanya Abi yang di hari minggu ini seharian nangkring di kamar Jeno. Maen pees sendiri karena dari tadi Jeno sibuk dengan game di handphonennya.

"Bener apaan?" Jeno balik bertanya tanpa mengalihkan pandangan.

"Tentang asal-usul lo."

"Nah, kan, apa gue bilang selama ada gue pasti menang!" seru Jeno membanggakan diri saat game di handphonennya menyuarakan kemenangan.

Abi melengos, meliriknya. "Udah, dong, Je. Temenin gue maen pees sini."

Jeno menyudahi permainan. Menghempaskan handphonenya tapi alih-alih turun dari kasur dan menemani Abi yang maen ps di bawah. Jeno memilih tetap berbaring. Nenerawang  atap putih kamar kosannya. Setelah seminggu kemarin Jeno menolak untuk menemui Tuan Joan-Joan itu. Tanpa diduga, hari kemarin Bunda Pujan datang ke Jakarta untuk menemuinya, wanita paruh baya pemilik panti asuhan di Bali, tempat Jeno tinggal dulu. Sejak usia 4 tahun, Jeno tinggal di panti asuhan. Jeno tidak begitu ingat kenapa dia bisa ada di sana dan Jeno tidak pernah berniat bertanya. Setahunya keluarganya sudah meninggal, dan itu sudah cukup membuat Jeno merasa beruntung bisa hidup di panti, setidaknya dia tidak hidup luntang-lantung di jalanan.

Jujur, Jeno terkejut melihat Bunda Pujan.
Sudah bertahun-tahun sejak meninggalkan Bali, Jeno tidak pernah lagi bertemu dengan wanita paruh baya yang sudah semakin tua itu. Jeno juga sudah sangat lama kehilangan kontak dengannya. Dan tiba-tiba kemarin, Bunda Pujan datang, berdiri di depan pintu kosannya. Bunda Pujan memeluk Jeno erat, erat sekali, sambil berkali-kali meminta maaf karena dia tidak tahu ternyata sudah 5 tahun Jeno hidup sendiri. Selama ini dia mengira kehidupan Jeno baik-baik saja dengan keluarga barunya.

Saat usia Jeno 10 tahun, sepasang suami istri berparas bule datang dari ibu kota untuk mengadopsi salah satu dari anak panti. Jenolah yang mereka pilih. Jeno tidak bisa menolak saat kedua orang itu memintanya untuk tinggal bersama di Jakarta. Mereka orang yang sangat baik.
Sejak pertama kali bertemu Jeno bisa merasakannya. Bunda Pujan juga meyakinkannya. Dan memang benar, mereka sangat-sangat baik. Jeno hidup berlimpah materi, berlimpah kasih sayang, apa pun orangtuanya berikan sekalipun Jeno tidak meminta. Jeno merasa sangat-sangat beruntung. Kiel dan Ellen memperlakukannya seperti anak kandung membuat Jeno bisa dengan mudah menyayangi mereka dengan sepenuh hati.

Semua pun berjalan dengan sangat bahagia. Sampai Jeno berusia 18 tahun. Akhir-akhir itu, orang tuanya selalu terlihat uring-uringan. Tak lama Jeno dengar perusahaan sang ayah sedang terguncang. Lalu terungkap Kiel dan Elllen terjerat masalah utang piutang dengan lintah darat besar. Kemudian setelah itu, dalam sekejap semua yang mereka punya sirna, bahkan rumah pun terancam disita. Dan tepat di hari kelulusan SMA-nya, Jeno mendapat kabar buruk. Kiel dan Ellen mengalami kecelakaan. Mobil yang mereka kendarai masuk ke dalam jurang, keduanya meninggal di tempat. Menurut saksi, mobil melaju dengan cepat menabrak pembatas jalan dan terjun ke dalam jurang. Orang-orang bilang ... mobil itu menabrak dengan sengaja.

Jeno awalnya menyangkal. Tak mungkin.
Tapi ternyata, semua memang benar. Orang tuanya merencanakan kematian. Ada sebuah surat yang belum sempat Jeno baca, diberikan oleh Kiel dan Ellen sehari sebelum kejadian. Surat itu berisikan penyesalan, permintaan maaf, dan perintah dari mereka agar Jeno melarikan diri, di dalam amplop putih itu juga terselip beberapa lembar uang .
Jeno terlambat membuka surat itu. Jeno tidak sempat pergi. Rumah disita dan si lintah darat mengejarnya. Jeno yang waktu itu baru menerima surat kelulusan mau tak mau langsung mencari pekerjaan, bahkan dia tidak sempat datang ke acara prom, ataupun perpisahan boro-boro untuk itu, bahkan untuk bersedih atau menangis saja Jeno tidak punya waktu.

He's Jeanno (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang