PART 37

4.7K 538 46
                                    


Joan mengembuskan napas panjang seraya menyandarkan tubuh sepenuhnya pada jok mobil. Kertas hasil check up rutin Jeno ada di tangannya. Dan angkanya tidak ada yang bagus. Tidak ada yang berubah menjadi lebih baik dari hasil tes sebelumnya. HB-nya masih jauh di bawah normal. Nilai Ureum dan Kreatinnya tidak menurun sama sekali.

"Mampir cafe, ya, Jo."

Jeno baru saja masuk ke dalam mobil dengan wajah sumringah, tampak senang sekali karena mereka mau main dulu ke cafe.

"Iya," Joan menyahut singkat. Menyimpan hasil check up itu begitu saja di sampingnya. Memakai sabuk pengaman lalu menyalakan mesin mobil.

-

"Je, lo mau ya pengobatan alternatif."

Di pertengahan jalan. Joan bersuara.

"Banyak juga kan yang jadi baikkan karena alternatif. Lo herbal gak mau, alternatif gak mau. Ngandelin obat dokter doang, kayaknya gak ngaruh banyak."

Jeno melirik Joan. Tahu apa yang membuatnya tiba-tiba membahas itu. Pasti karena hasil check up hari ini.

"Herbal, dulu gue udah pernah, Jo. Gitu-gitu aja gak ada perubahan. Kalo alternatif, gue ogah, ah. Digimanain alternatif dirukiyah gue? Ngeri, ah, Jo."

Hmm ... yang seorang Jeno tahu tentang pengobatan alternatif, di otaknya memang hanya ada rukiyah, padahal dia juga tak tahu-tahu banget apa itu rukiyah, hanya tahu namanya karena dulu sering lihat di TV, pas bukos masih suka nonton TV di gajebo depan kosan, bukos sering menonton acara-acara pengobatan alternatif, mengusir yang jahat-jahat dalam tubuh dengan dibacakan ayat-ayat kayak gitu. Jeno yang kadang suka ikutan nonton, cuma bergidik-gidik, ngeri sendiri. Proses penyembuhan alternatif itu katanya disebut rukiyah, dan katanya ampuh. Entah gimana caranya bisa ampuh. Penyakit hilang cuma dibacain doa-doa doang. Mungkin, iya, bisa juga dengan izin Tuhan, tapi ya, Jeno tetap tidak paham.

"Ngaco lo," Joan melirik datar. "Dipijit. Yakali, dirukiyah. Ginjal lo dirukiyah? "

Jeno tertawa. Bisa becanda juga Joan.

"Mau, ya? Besok pergi. Deket kok daerah Tangerang," ajak Joan. Tak menanggapi tawa Jeno. Dia lagi serius.

Tawa Jeno langsung berhenti. Bahunya menurun.

"Harus banget, nih?" tanyanya. Melirik Joan. Inginnya Joan menyahut, 'Gak harus juga, sih.'

"Kita usaha. Biar lo sembuh," sahut Joan sembari melirik Jeno dengan sorot mata optimis.

Jeno mengembuskan napas panjang. Terdiam. Berpikir. Lalu melirik Joan.

"Mm, yaudah." Akhirnya kepalanya mengangguk. Demi Joan, yang selalu rela mengeluarkan uangnya secara cuma-cuma. Tak ada salahnya untuk mencoba.

--

"ARRGGHHHGH!!!! Sakit, Pak. Ini sakit, sumpahh. PAAAKKKKk!!!!! ... mmphh."

Tubuh Jeno melintir, membenamkan wajah dalam bantal, meredam teriakkannya di sana. Si bapak paruh baya lagi mainin jari kakinya. Entah dipijit atau diapain, tapi yang pasti itu sakit. Tidak tahu gimana ceritanya, jadi terasa lagi ditarikin sampe copot tuh urat-urat jari kaki.

Awalnya si bapak hanya meraba-raba bagian perut Jeno, tempat di mana dua ginjalnya berada. Setelah mengangguk-angguk dan menebak keadaan Jeno, yang anehnya dia tahu apa yang Jeno alami tanpa diberitahu. Katanya Ginjal Jeno sudah banyak kehilangan fungsinya. Asam lambung Jeno sedang naik. Dan untuk kesekian kali tubuh Jeno dibilang cukup kuat, dibanding pasien-pasien lain yang biasanya sudah banyak keluhan di kondisi yang sudah seperti itu.

He's Jeanno (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang