"Lo masuk angin keknya, dah, Je. Mau gue beliin tolak angin??"
Jeno hanya meringis. Tak menyahut pertanyaan Abi.
"Pelan-pelan, Jo," katanya malah berucap pelan pada Joan yang sedang mengusap-ngusap punggungnya, setengah memijat sembari membaluri dengan minyak angin oles. Tadi setelah Joan kembali dari membeli makan. Jeno sudah tertidur. Tak sempat makan. Lalu tak lama Jeno bangun dengan perut mual langsung muntah-muntah. Yang dimuntahkan pun hanya air karena sejak tadi siang hanya itu yang masuk ke perutnya.
"Makan dulu makanya. Asam lambung lo naik, jadi mual gini," ucap Joan lembut sembari terus membaluri punggung Jeno dengan minyak angin agar hangat.
"Mau gue beliin promagh?" Abi menawarkan lagi. Dia tak lantas pundung karena tawaran sebelumnya diabaikan.
Jeno menggeleng lalu sedikit mendongak menatap Abi.
"Mau martabak gue, Bi. Yang waktu itu lo beli," pintanya kayak orang ngidam.
Abi mendecak. "Yang waktu itu ... jauh, nyet! Lo kalo sakit kebiasaan, dah. Banyak pengennya, aneh-aneh."
"Ya, lo nawarin gue promagh. Emang promagh bisa bikin gue kenyang!" sahut Jeno menyentak dengan suara pelan. Kalau lagi sehat mungkin dia sudah adu otot leher dengan Abi.
Joan menghela napas. Melihat dua orang itu yang akan mulai berdebat."Lo makan roti bakar aja dulu, ya? Tadi gue beli, belom ada yang makan. Nanti gue telepon Rendy buat beliin martabak."
"Gak usahlah. Gue mau lanjut tidur."
Jeno menarik ke bawah bajunya yang tadi disingsingkan kemudian meringkuk kembali menggulung tubuhnya dengan selimut tebal.
"Akh! Gue kan jadi gak tega kalo gini." Abi berdecak diiringi embusan napas keras. "Yaudah, gue beliin," lanjutnya.
Kemudian beranjak mengambil jaket yang tersampir di sofa.
"Jauh banget tempatnya, Bi?" tanya Joan.
"Gak sih, Bang. Deket Sound."
"Sound lumayan jauh kali dari sini. Biar gue minta Rendy aja sekalian lewat, kayaknya belum pulang ke apartement dia," kata Joan. Satu jam yang lalu Rendy pamit pulang karena ada urusan di rumah. Dan seingat Joan, Rendy pernah bercerita, ternyata klub bernama Sound itu terletak tak jauh dari kawasan rumahnya.
"Gak usahlah. Gue gak bener-bener pengen." Jeno bersuara tanpa bergerak ataupun membuka mata. Masih dengan posisi meringkuk memunggungi Joan yang duduk di ranjangnya dan Abi yang berdiri bersiap pergi.
"Ish! Jadi lo pengennya apa?!" Abi kesel kalau Jeno udah gak jelas gini. Perutnya kan harus cepet diisi.
Jeno mengusik. Merapatkan selimut. "Bubur kacang ijo pake ketan," sahutnya. Bergumam pelan.
Abi mendengus. "Beneran, nih, ya? Bakal lo makan? Gue beliin sekarang, nih, tapi awas kalo lo anggurin. Tar gue masukkin paksa ke lambung lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Jeanno (Selesai)
General Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** "JE-JE, JEN, JENO, ANJIR, JANGAN KENCENGAN!!" Teriakan dan suara tawa menggema di parkiran supermarket yang sepi. Hanya ada seorang pria berjas abu-abu yang hendak menyalakan mesin mobil, tapi urung saat mend...