Jika dia tidak kembali ke pelukan Tuhan. Jika Tuhan tidak mengambilnya. Jika Tuhan memberikan skenario hidup yang berbeda untuknya. Jika memang akhir harus bahagia. Mungkin harusnya, ceritanya berjalan dan berakhir seperti ini ....
🌥
"Leopard Kylen Dramani. Seriusan lo ngasih nama?"
"Cakep, ya. Kayak gue." Pria itu tak henti tersenyum lebar, dengan mata segarisnya memandang bayi lelaki yang sedang terlelap dalam box khusus ruangan bayi baru lahir itu.
"Lo kasih nama macan tutul??" Sedangkan si sahabat tak henti mempertanyakan nama yang sudah dia siapkan untuk si jagoan.
Jeno akhirnya menghela napas. Mengalihkan pandang dari si bayi mungilnya yang gemesin, ke bayi besar Yabizar yang tabokin. Dari tadi terus mempertanyakan nama yang Jeno beri untuk putranya.
"Leopard, Bi! Gue gak make nama macan tutul terang-terangan. Banyak yang nama anaknya Jaguar gak pa-pa, tuh. Jaguar kan sejenis macan tutul juga. Lagian, macan tutul tuh kuat, lincah, bisa bertahan di alam liar, dan banyak dah kelebihan macan tutul. Gue harap anak laki gue nanti gedenya pinter bertahan hidup, selalu jadi yang terkuat di dunia liar yang fana ini, gagah kek leopard."
Abi terdiam, berpikir sejenak.
"Ya, iya, maknanya bagus juga. Tapikan aneh, Je!!!! Leonard kek lo, jangan Leopard banget."
"Dahlah, anak-anak gue, napa jadi lo yang repot. Mau gue namain sanca, cobra, iguana, apa aja juga serah gue."
"Aaaaaaaaa ...." Tiba-tiba si bayi dalam box yang tadinya anteng jadi menangis.
"Lo sih berisik," kata Jeno dengan suara jadi memelan. Menyalahkan Abi.
"Lo bangsat yang berisik," sahut Abi. Tak terima jika hanya dia yang disalahkan.
Jeno menoleh dengan mata melotot. "Heh! Jangan ngomong kasar, ya, lo depan anak gue. Gue sambit mulut lo, Bi! Masih suci nih telinganya," katanya.
Abi mendecih dengan mata mendelik.
"Suuuttt ... suttt ... anak Daddy, jangan nangis, tar Daddy beliin sepeda," Jeno berucap lembut pada putranya yang perlahan tangisnya mereda. Mengulet lucu.
"Sepeda, goblok, mana ada." Abi mendecih, menggerutu sangat pelan.
Jeno tak mendengar. Cuek saja, melanjutkan aktivitasnya yang tadi, senyum-senyum sendiri sambil memandangi juniornya itu.
--
"Udah liat dedeknya belom?" tanya Sienna, dia baru siuman setelah lelah berusaha melahirkan putra pertamanya ke dunia ini dengan proses persalinan normal.
Jeno dari tadi senyum-senyum sendiri, menunggu Sienna bangun sambil mengelus-elus tangannya, duduk di kursi samping ranjang.
"Udah." Jeno mengulum senyum yang perlahan melebar. "Cakep kayak bapaknya. Matanya sipit Na, lucuu ...," katanya girang sendiri.
Sienna terkekeh. Iya, deh percaya cakep kayak bapaknya.
"Ada mirip mommynya, gak?" tanyanya. Sienna juga mau kebagian lapak.
Dengan mata yang menjadi segaris. Jeno menggeleng.
"Maaf, ya, Na. Tar kita buat yang kedua matanya agak lebar, ya, biar mirip sama kamu."
Sienna pura-pura cemberut. "Sedikit pun, gak ada mirip aku?"
Jeno menggeleng. Nyengir semakin lebar. "Kayaknya seratus persen dia copy-an aku."
Sienna makin memajukan bibir, tapi sedetik kemudian, bibirnya yang dibuat maju itu, merekah lebar.
"Untung daddynya, gemesssss ... jadi gak pa-pa anakku cuma mirip daddynya aja," seru Sienna sembari mencubit pipi Jeno gemas. Dia tidak kecewa kok. Mau mirip siapa pun yang penting putranya sehat.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Jeanno (Selesai)
General Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** "JE-JE, JEN, JENO, ANJIR, JANGAN KENCENGAN!!" Teriakan dan suara tawa menggema di parkiran supermarket yang sepi. Hanya ada seorang pria berjas abu-abu yang hendak menyalakan mesin mobil, tapi urung saat mend...