Abi keluar dari kamar mandi. Mengusak-usak rambutnya yang basah dengan handuk sembari bersenandung. Diliriknya Jeno yang masih tertidur. Nasal kanul masih tertengger di hidungnya, kata dokter karena HB Jeno terlalu rendah jadi takutnya malam-malam dia sesak nanas. Abi berjalan ke arah nakas mengambil cemilan yang dibeli tadi malam. Membuka bungkus keripik kentang kemudian duduk di sofa, menyalakan televisi. Ngemil sambil nonton kartun pagi-pagi. Sudah jadi kebiasaan.
Pluk ... Abi melirik saat gulungan kertas mengenai kepalanya.
"Gue pengen kencing."
Entah sejak kapan mata itu terbuka. Dan entah dari mana Jeno dapat kertas. Abi memasukan seraup kripik kentang pada mulutnya sampai penuh lalu beranjak menghampiri Jeno.
"Kencing di sini aja kali, kan ada tempatnya," kata Abi menunjuk tempolong untuk pipis yang disediakan di bawah ranjang.
"Becanda lu, Bi. Gue masih bisa jalan ke toilet. Jijik banget kencing di situ."
Jeno melepas nasal kanul dari hidungnya. Bergerak duduk. Terdiam sebentar. Ternyata tubuhnya terasa sangat lemas dan dadanya juga terasa berat. Jeno menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Napasnya pendek. Gak enak.
"Jadi gak lo kencing?" tanya Abi.
"Sesek gue," keluh Jeno sembari menurunkan kakinya
"Itunya lo lepas, sih."
Abi membantunya turun. Memegang lengannya.
"Biasanya gak pa-pa."
"Tar bilang dokter," ucap Abi. Dia membantu mendorong tiang infus Jeno sembari memapah Jeno dengan langkah pelan.
"Lo jangan masuk," cegah Jeno. Abi ikut melangkah melewati pintu toilet.
"Tar lo pingsan lagi di dalem."
"Tapi yakali lo ngikut"
"Ya emang napa, anjir, sama ini. Buruan, ah, gue masuk, gak kan liat."
Jeno mendengus. Pasrah, membiarkan Abi masih memapahnya.
"Jangan ngintip," kata Jeno, begitu akan menurunkan celana.
"Bodo amat ,Je. Burung lo sama burung gue sama. Sejenis. Beda diukuran doang."
Abi berkata dengan sebal. Repot amat habisnya.Setelah selesai. Dia memapah Jeno kembali ke ranjangnya. Membantunya naik dan menyelimuti sampai pinggang lalu Abi kembali duduk di sofa. Memakan keripik kentangnya lagi.
"Bi, HP gue mana, dah?" Jeno celingukan mencari ponsel miliknya.
"Ya, di kosan, gak kebawa," sahut Abi.
Jeno mendesah. "Yaah, bosen dah gue. Kapan boleh pulang?"
Abi mengedikan bahu. "Gak tau. Gimana dokter ajalah."
Jeno mendesah panjang. Menyandarkan punggung pada kepala ranjang yang dinaikkan.
"Je, Joan sibuk banget, dah. WAnya jarang ON," kata Abi yang sedang mainkan handphone di tangannya.
"Gue denger Lucky belom sadar, sih, Bi. Kasian dah gue, koma gitu, gimana rasanya, ya?"
Abi melirik. "Kayak mati kali, ya?" menimpali.
Jeno mengedikan bahu. "Lo jangan ngadu Joan, kalo gue masuk rumah sakit."
"Ya, gue bilang lah kalo lo masuk rumah sakit, masa nggak," kata Abi.
Jeno melirik. "Jangan lah, bego. Nambah beban Joan aja lu."
"Udah terlanjur. Ya, besok-besok lo gak boleh masuk rumah sakit lagi lah. Jaga kesehatan," ucap Abi.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Jeanno (Selesai)
General Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** "JE-JE, JEN, JENO, ANJIR, JANGAN KENCENGAN!!" Teriakan dan suara tawa menggema di parkiran supermarket yang sepi. Hanya ada seorang pria berjas abu-abu yang hendak menyalakan mesin mobil, tapi urung saat mend...