Rencananya Joan mau bawa Jeno pulang saja siang nanti, sekalipun dokter bilang kondisinya belum stabil, tapi kali ini Joan pikir, psikisnya lebih penting. Namun, saat bangun masih di waktu sangat pagi, Jeno malah drop. Dengan wajah pias bilang pada Joan ingin muntah. Beberapa kali muntah tak ada yang dikeluarkan karena memang dari kemarin tidak ada makanan yang masuk, hanya susu khusus dari dokter. Setelah muntah, tubuhnya jadi berkali-kali lipat lebih lemas, Joan memapah Jeno ke ranjang kemudian memanggil dokter di waktu sepagi itu.
Dokter memberikan suntikan. Mual Jeno mereda, tapi satu jam kemudian, Jeno kembali mual dan muntah-muntah. Badannya sampai bergemetar saking lemasnya, jadi dokter memutuskan untuk memajukkan jadwal cuci darah Jeno. Karena mual-mual dalam kasusnya adalah salah satu ciri penumpukkan racun dalam tubuh. Yang kalau mau sembuh, ya, harus dikeluarkan, lewat cuci darah, karena obat sudah tidak berefek.
--
Pukul 13.00. Jeno baru bangun dari tidur setelah satu jam sebelumnya selesai cuci darah. Mual dan pusingnya langsung hilang begitu membuka mata. Racun dalam tubuhnya sudah dibuang.
Sekarang di ruangan ada Joan, Abi, dan Rendy. Sudah ramai begitu Jeno bangun. Joan baru saja sampai di rumah sakit setelah tadi dia menyempatkan diri untuk pulang ke apartement sekalian membawa baju-bajunya dan baju kotor Jeno ke laundry. Selama di rumah sakit Jeno tak memakai baju pasien, dia lebih nyaman dengan boxer pendek dan kemeja pendek bermotif, seperti yang saat ini dia pakai. Joan kembali ke rumah sakit membawa satu wadah besar pasta dengan saus creamy yang diberi salmon, jamur Shitake, dan potongan kecil sayuran lainnya. Makan bersama dengan Rendy dan Abi, selagi menunggu Jeno bangun tadi.
-
"Aaaaaa ... yang lebar kalo buka mulut, Je. Gue tinggal bentaran doang, lo udah kurusan aja. Gak bisa banget emang ditinggal Babang Abi." Abi mengoceh sembari menyuapi Jeno pasta, sedikit-sedikit, mengetes perutnya menolak atau tidak.
"Mual gak?" tanya Abi.
Jeno menggeleng. Mengunyah pasta itu.
"Nanti kita balik ke kosan kalo lo udah baikkan. Makanya cepet baikkan. Makan yang banyak," celoteh Abi sembari memberikan suapan kedua.
Jeno tidak menolak. Mengunyah dan menelannya dengan patuh.
"Lo tidur di kosan?" tanya Jeno.
Abi mengangguk. "Kosan lo, hehe," sahutnya diiringi cengiran.
"Awas lo berantakin." Jeno melotot.
"Ye, kan emang kamar lo tuh berantakan, yang ada gue rapiin," kata Abi.
"Lebih berantakan kamar lo!"
"Lah, gak tau aja sekarang kamar gue rapi beneeer. Diberesin pacar, dong."
Jeno mendecih. Iya, rapi, orang jarang ditidurin. Abi setiap malam tidurnya di kamar Jeno terus.
Abi kembali menyuapi, kini tak sambil mengoceh. Ada di hadapan Jeno yang sekarang, membuat hatinya mencelos. Entah berapa kilogram bobot yang hilang dalam tubuh itu. Matanya kini tampak cekung dengan tulang pipi yang mulai kentara, tulang selangka di bawah lehernya juga semakin terlihat menonjol.
"Nah, gitu dong abis. Kan pinter."
Mangkuk kecil yang Abi pegang akhirnya kosong tak tersisa. Abi mengambil Aqua botol kecil yang sudah diberi sedotan.
"Minum dikit."
Jeno menurut menyedot sedikit air itu.
"Je, gue bawa PS sama kaset baru. Maen, gak?" Rendy bersuara.
"Maenlah sama gue," Abi langsung menyahut, yang kemudian nyengir lebar melirik Rendy. Yang ditawarin kan Jeno.
"Iya, sama lo. Nih .... " ucap Rendy.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Jeanno (Selesai)
General Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** "JE-JE, JEN, JENO, ANJIR, JANGAN KENCENGAN!!" Teriakan dan suara tawa menggema di parkiran supermarket yang sepi. Hanya ada seorang pria berjas abu-abu yang hendak menyalakan mesin mobil, tapi urung saat mend...