PART 31

5.7K 590 42
                                    

Bukan Jeno namanya kalau gak ajaib. Dua hari kemarin tampak masih sakit tak berdaya. Di hari ketiga ini, sudah selonjoran santai dong di atas sofa rumah sakit dengan dandanan kece yang sudah siap untuk pulang. Ada Abi juga yang menghuni ranjang, tiduran nyaman sembari memainkan handphone.

"Yuk."

Di saat hening-heningnya, Joan masuk membuyarkan keheningan, membawa sekantong obat-obatan yang baru saja dia ambil. Joan mengambil tas ransel berisi baju-baju Jeno. Menyampirkannya di bahu, lalu melirik.

"Mau pulang gak?" tanyanya. Melihat Jeno yang tak bergerak sedikit pun dari sofa.

Diiringi helaan napas panjang, Jeno berdiri dengan malas. Melangkahkan kaki dengan napas berat.

"Kalo masih sakit, jangan maksain!"

Suara Abi yang terdengar menyebalkan. Langsung membuat Jeno menengok, mendengus sinis.

Abi bangun. Beranjak, melangkah ke pojok ruangan. Mengambil kursi roda yang teronggok di sana, kemudian mendorongnya menuju Jeno.

"Duduk sini lo," titahnya

"Ogah! Gue bisa jalan sendiri," tolak Jeno dengan ketus. Moodnya sudah jelek dari tadi pagi.

Abi berdecak. "Gak osah sok-sokan lo. Dari sini ke parkiran lumayan jauh."

Sejenak Jeno diam. Memang jauh, sih. Dia juga ragu bakalan kuat jalan, soalnya badannya masih terasa sangat lemas, tapi gengsinya terlalu tinggi.

"Lo pikir gue gak kuat," ucap Jeno, tak suka diremehkan.

Joan tak niat ikut campur, hanya memperhatikan mereka berdua. Karena kalau urusan menangani keras kepalanya Jeno, hanya Abi lah ahlinya. Tapi Abi melirik ke arahnya, lalu melirik kursi roda, seakan meminta bantuan.

"Pake kursi roda ajalah, Je. Kan belom sembuh bener. Emang mau sebelum pulang udah tumbang lagi?"

Ucapan Joan yang lebih lembut, sepertinya lebih bisa masuk ke telinga Jeno. Jeno terdiam. Gengsinya, atau badannya. Dia mendesah. Yasudahlah, dari pada oleng di perjalanan, kan malu.

"Oke, gue pake kursi roda, tapi lo yang dorong, gak mau si Abi yang dorong," tuturnya seperti anak kecil, melirik tak suka pada Abi.

Abi mengedikan bahu, langsung melepaskan tangan dari pegangan kursi roda. "Oke, dengan senang hati," ucapnya sinis.

Joan menyerahkan tas ransel yang dia bawa pada Abi tanpa kata. Benar-benar tak ada niat untuk mencampuri urusan mereka berdua. Tak tahu sedang ada konflik apa. Biarlah. Biar hanya tuhan yang tahu dan mereka yang mengurusi.
Jeno duduk lalu Joan mulai mendorongnya. Abi di belakang berjalan mengikuti dengan wajah yang kecut.

-

"Bentar, gue ambil mobil dulu." Joan meninggalkan mereka berdua. Melangkah menuju parkiran.

Keduanya tampak acuh. Jeno berdiri bersandar pada pilar rumah sakit. Kursi rodanya sudah ditinggal di pintu keluar. Dan Abi berdiri di dekat pilar satunya lagi, beberapa langkah dari pilar yang disandari Jeno. Sampai mobil Joan tiba di pelataran, dan mereka masuk ke dalam mobil pun, keduanya tak juga ada yang bersuara.

Joan melirik. Sedikit merasa terganggu dengan suasana yang terasa dingin ini. Tapi dalam hati menegaskan sekali lagi. Tidak ingin mencampuri urusan Jeno dan Abi. Biarlah, sudah biasa mereka ambek-ambekan. Sampai beberapa menit kemudian, Abi mengeluarkan suara duluan.

"Di depan orang sok cool sok dewasa. Gak tahu aja mereka. Ngambeknya kayak bocah," katanya menyindir seseorang dengan jelas. Salahkan mulut Abi yang terkadang terlalu wanita. Jika sedang di situasi seperti ini, selalu sukses menyulut api.

He's Jeanno (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang