Zara yang paling cemberut saat mendengar Jeno yang akan pulang kembali ke Jakarta karena ada urusan mendadak. Tyana terus menghibur anak gadisnya itu dengan mengiming-ngimingi, kalau liburan nanti Zara boleh tinggal di Jakarta dengan Joan dan Jeno."Tapikan liburan masih lama Bunda."
Lagi, Tyana hanya bisa menghela napas sembari terus mengolesi roti gandum dengan slai buah untuk bekal Zara. Ini masih pagi. Baru ada si bungsu yang terus misuh-misuh di meja makan sambil menyuap sarapannya, karena tiba-tiba saja bunda bilang kalau Joan dan Jeno tidak jadi liburan panjang di rumah.
"Pokonya Zara pengen Minggu ini dianter ke rumah nya Kak Joan terus Seninnya gak mau masuk sekolah."
Tyana melirik anak gadisnya yang sudah SMA, tapi masih seperti anak kecil itu.
"Gak boleh gitu dong, Sayang. Masa sekolahnya bolos," ucap Tyana seraya merapikan roti itu ke dalam wadah bekal dan menutupnya. "Nanti Kak Joan sama Kak Jeno ke sini lagi kok," tambahnya.Zara semakin cemberut. Tak ingin mengindahkan ucapan Tyana.
"Bundaa, hari ini Lio ke sekolah bawa mobil, ya." Anak lelaki dengan seragam putih abu menghampiri mereka.
"Tapi mau yang jeep, ya, bunda biar kerenan gitu. Mau jemput gebetan. Kapan lagi kan, mumpung minta," celoteh Lio diakhiri cengiran lebar. Mendudukkan dirinya di samping sang adik.
"Bilangnya sama ayah. Kan ayah yang nyimpen kuncinya," sahut Tyana.
"Ayah kan gimana Bunda," balas Lio. Matanya lalu beralih, melirik Zara.
"Eh, napa adeknya Kaka cemberut gitu. Udah mah jelek, tambah jelek."
Zara hanya mendelik, sedang tak ingin menanggapi sikap menyebalkan kakaknya itu. Tidak mood.
"Dih, judes. Eh, ngomong-ngomong kok sepi. Ayah, Kak Luky, Kak Joan sama Bang Jeno, belom pada turun."
Tyana menaruh segelas jus di depan Lio dan segelas susu di depan Zara, lalu duduk.
"Ayah masih di kamar. Kalo Kak Luky udah berangkat ngantor, harus meeting pagi. Nah, itu, Kak Joan sama Kak Jeno."
Lio dan Zara melirik ke belakang. Dua kakaknya berjalan beriringan, yang satunya tampak menggendong tas ransel maroon.
"Lah, Bang, mau ke mana udah rapi, bawa tas lagi. Mau jalan-jalan, ya? Jangan pas hari sekolah dong, kan gue mau ikut." Lio langsung menghadang dengan celotehan. Zara hanya bungkam di tempatnya dengan bibir yang makin maju.
"Hehe, mau pulang gue, Yo," sahut Jeno diakhiri cengiran lebar.
"Lah, kok?" Wajah Lio yang tadinya sumringah, berubah datar. Keningnya mengkerut.
"Kok gitu? Kata Kak Jo, mau lama di rumah."
Cengiran masih terpatri di bibir Jeno, dengan tangannya yang kini menggaruk tengkuk. "Ada urusan mendadak," katanya.
Wajah Lio seketika berubah memberengut. "Ah, gak asik, ah. Baru juga kemaren sampe, masa pulang lagi, kan belom maen sama aku," protesnya.
"Udah dong, Kak. Biar sarapan dulu Kak Jenonya," Tyana buka suara.
Jeno hanya melebarkan cengiran.
"Jeno mau sarapan apa? Bunda siapin."
Tyana dengan senyuman lembutnya bertanya.
"Gak usah, Bunda. Jeno gak biasa sarapan," Jeno menolak dengan halus, seraya mendudukkan dirinya bersebrangan dengan Tyana.
"Pantes ini bocah cemberut. Gue juga mau cemberut, ah." Lio kemudian memajukan bibir, berbalap balapan dengan bibir Zara.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Jeanno (Selesai)
General Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** "JE-JE, JEN, JENO, ANJIR, JANGAN KENCENGAN!!" Teriakan dan suara tawa menggema di parkiran supermarket yang sepi. Hanya ada seorang pria berjas abu-abu yang hendak menyalakan mesin mobil, tapi urung saat mend...