Bonus Part

4.7K 493 96
                                    

Seorang anak laki-laki bermata sipit dengan pakaian seperti orang dewasa, jeans hitam dipadu dengan kemeja polos putih yang tangannya dilipat sesiku, ditambah dengan aksesoris jam tangan hitam di tangan kirinya, tampak berkarisma di tingginya yang baru mencapai pinggang orang dewasa. Sejak beberapa menit yang lalu anak itu hanya berdiri. Memandang sesuatu yang ada di hadapannya. Matanya tak lepas dari benda itu.

"JEROEN!"

Kepalanya langsung menengok ke arah pintu. "IYAAA!!" Sembari berlari dia menyahut, keluar dari kamar bernuansa pink-biru itu.

"Papa ... Papa, Jero abis liat Om di kamarnya Yasa," lapornya dengan mata sipitnya yang melebar.

"Itu pacalnya Yasa," suara cempreng anak perempuan menyahut dari arah dapur. Dia sedang menyedot susu dalam botol minum berbentuk minion.

"Heh, kata siapa pacarnya Yasa?" Abi mendekat ke arah putrinya. Selesai membereskan kotak susu yang sempat berantakan.

Yasa mendongak. Menatap sang ayah.

"Temen Ayah, pacalnya Yasa," ucapnya menegaskan dengan polos.

Abi menggaruk tengkuk. Melirik Joan. "Gak ngerti lagi gue, Bang. Anak gue bisa segitu ngefansnya sama si Jeno," katanya diiringi embusan napas pasrah yang panjang.

Ya, gimana gen kali. Begitu lahir, beberapa hari di rumah sakit dan akhirnya dibawa pulang ke rumah, putri Abi yang diberi nama Ayasa Zenoa Pungki, kalau lagi nangis kejer dan digendong dekat patung Jeno yang dari dulu disimpan di kamar yang memang sudah dikhususkan untuk buah hatinya itu. Tangis Yasa selalu berhenti. Dan Keterusan sampai dia gede. Anak bayik itu selalu anteng kalau maen deket patung Jeno. Sempat mau Abi pindahkan, takutnya ada hal mistis gitu, tapi Yasa malah menangis kencang. Tak boleh katanya. Sedikit pun tak membiarkan Abi menyentuh patung Jeno.

Gak ngerti lagi. Sekarang Yasa sudah berumur 5 tahun. Sudah tahu kalau patung yang ada di kamarnya itu adalah teman ayahnya, dan sekarang sudah tinggal bersama Tuhan. Yasa tak takut. Entah dia mengerti atau tidak dengan istilah yang Abi sampaikan. Yasa selalu suka kalau diajak ayahnya nonton video yang memperlihatkan sang ayah dengan temannya itu, om Jeno namanya, begitu Abi memperkenalkan untuk pertama kalinya kepada Yasa saat Yasa berumur 3 tahun, setelah mulai bisa diajak ngobrol.

"Pacar Yasa itu, kan Jero," Abi meralat.

Yasa menggeleng melihat anak lelaki yang berdiri dekat sofa. Ya, Abi gencar mempengaruhi Yasa agar menyukai Jeroen, anak dari Joan dan Nabila yang menikah beberapa bulan kemudian setelah pernikahan Abi dan Nisa. Tapi Nabila mengandung terlebih dahulu. Jeroen lahir. Barulah Nisa mengandung. Yasa dan Jeroen jadi berbeda usia sekitar 1 tahun kurang lebih. Jeroen itu anaknya cool sama seperti bapaknya, sementara Yasa itu hyper, tapi kadang jutek, ambekan, dan jual mahal, sebelas dua belas jugalah sama bapaknya.

Di umur 5 tahun Yasa belum bisa mengucapkan huruf R walaupun bawelnya minta ampun, tapi kadang ngomongnya masih belepotan.

"Semoga pinter nurun Ibu jangan kayak ayah, please, ya, Nak." Itu yang selalu Abi ucapkan sebagai do'a seorang ayah.

"Jero mau jus?" tawar Abi dengan senyum penuh.

Jeroen melirik ayahnya. Meminta persetujuan. Boleh, apa tidak.

"Sana ke Om Abi kalau mau," ucap Joan.

Barulah Jeroen berlari menuju Abi yang ada di area dapur. Nabila dan Nisa lagi shoping berdua. Sengaja oleh para suami disuruh bersenang-senang, menghirup udara mall. Me time sejenak, melepas tugas sebagai seorang istri dan ibu.

"Jelo mau maen sama Om, gak?" Yasa melirik Jeroen yang kini berdiri di sampingnya, menyedot jus mangga instan dalam kotak pemberian Abi.

Jeroen mengangguk, Yasa tersenyum lebar membuat gigi kecilnya yang berjajar rapi terlihat. Melangkah sembari menarik tangan kiri Jeroen yang tidak memegang jus. Jeroen menghentikan langkah di depan sang ayah yang duduk di sofa.

He's Jeanno (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang