PART 26

6K 649 42
                                    

"Jadi kita ke mana, Jo?"

Rendy duduk di samping Joan yang mengemudi. Memasang sabuk pengamannya. Yang ditanya belum menyahut, sedang fokus memutar kemudi, mengeluarkan mobilnya dari area parkiran apartement Rendy, si sahabat yang kemarin baru saja pulang dari tugas luar kotanya.

"Rumah Pak Ardi, penderita GGK yang udah dapet vonis gak bisa bertahan lebih dari lima bulan, tapi dia berhasil bertahan lama sampe akhirnya dapet donor. Sekarang Pak Ardi udah sehat, gue mau ngobrol-ngobrol. Pak Ardi ngundang gue ke rumahnya," sahut Joan setelah mobilnya keluar dari parkiran.

Rendy mengangguk-angguk.

"Sebenernya gue gak enak, sih, Ren, ngajak lo. Lo pasti masih capek."

Baru saja Rendy akan bersuara.

"Maaf, ya. Kalo gak ke elo, ya, ke siapa lagi. Gak enak juga gue kalo pergi sendiri."

Rendy menghela napas. "Ya'elah, santai. Kayak ke siapa aja lagian. Tapi gue seneng, dah, Jo," ucap Rendy dengan senyuman mengembang.

Joan melirik sekilas. "Kenapa? Lo udah dapet pengganti Diana?" tebaknya.

Rendy mengecap malas. "Bukan, anjir!" sahutnya tampak kesal.

Membuat Joan tertawa. "Terus lo seneng kenapa?" tanyanya.

"Gue seneng. Lo beda." Rendy menatap Joan sambil tersenyum.

Sekilas Joan melirik, lalu bergidik. "Jijik, apaan, sih, Ren?! Beda gimana maksud lo?!"

"Ya anjir. Lo mikir yang aneh-aneh mulu." Rendy berdecak pelan. Tahu apa yang dipikirkan otak sempit Joan.

"Gue tuh seneng karena sekarang lo itu keliatan beda, lebih bebas lepas gitu. Ibaratnya, ya ... lo tuh dulu kayak orang abis putus cinta, keliatan redup idup lo. Nah, sekarang ... lo ibaratnya kayak orang yang udah bisa move on. Gue bisa liat aura lo muncul lagi."

Joan terbahak mendengar racauan aneh Rendy.

"Ngomong apaan, sih, Ren? Gak jelas lo," ucapnya tak begitu mengerti.

"Jeno udah berhasil, ya, comblangin lo, Jo???" Rendy bertanya dengan alis terangkat.

Tawa Joan semakin meledak. "Comblang-comblangan apaan, sih? Ngaco lo! Udahlah, sekarang fokus gue, tuh, Jeno," Joan berucap santai, tapi jika perkataan itu dituliskan, akan ada garis bawah--penegasan dalam kalimatnya.

Rendy kemudian tersenyum tipis. Dia melirik jalanan. "Kalo lo gak cocok, mungkin aja gue cocok, Jo," katanya.

Membuat Joan langsung menoleh. "HM? Gimana maksud lo?" tanyanya, mengerutkan kening.

"Darah gue sama lo sama. Lo sama Jeno sama. Yaa, siapa tahu gue sama Jeno yang jodoh," ucap Rendy, tersenyum lebar sembari melirik Joan, lalu menaik-turunkan alisnya.

Joan tertawa. Baru mengerti arah pembicaraan Rendy. Pandangannya kembali fokus pada jalanan. Tawanya hanya sebentar, digantikan senyuman tipis yang kemudian diikuti helaan napas. "Gak usahlah, Ren. Lo gak harus berkorban."

"Gue gak minta persetujuan lo, sih, Jo." Rendy mengedikan bahu. "Gue bakal tes kecocokannya, tar lusa."

Iya, tanpa sepengetahuan Joan, Rendy sudah merencanakannya. Segala resiko dan tetek bengek tentang si pendonor, Rendy sudah paham, dan itu tak masalah. Rendy sudah bulat, rela membagikan satu ginjal miliknya untuk Jeno, yaa, bagaimanapun saat kecil dia sudah seperti adik Rendy juga.

Joan mengembuskan napas panjang. Melirik ke jalanan sekilas sebelum menoleh ke arah Rendy lagi. Baru saja mulutnya terbuka.

Rendy sudah memotong. "Cukup lo doain aja, Jo. Semoga lancar. Jangan halangin pintu rezeki Jeno." Rendy tersenyum seraya menepuk bahu Joan.

He's Jeanno (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang