PART 39

5.3K 564 27
                                    

Entah sudah hari ke berapa Joan ada di Bandung. Dari kabar yang Jeno dengar dari Rendy, Lucky belum sadarkan diri, kecelakaan yang dia alami sangat fatal, mobilnya yang melaju cepat di tengah malam menabrak pembatas jalan. Joan susah dihubungi sejak hari itu. Seperti kata Abi dia sedang sangat kacau.

"Mau ke mana lo?"

Jeno dengan penampilan siap pergi--celana jeans panjang, kaosnya dilapisi jaket. Kini sedang menyisir rambut di depan cermin.

"Ke rumah sakit lah," sahut Jeno santai. Selesai menyisir rambut, dia menyemprotkan parfum. Kemudian melangkah mengambil kunci motor di atas laci televisi.

"Pake motor?" tanya Abi.

"Ya, iya."

"Biar gue anter, dah." Abi bangun dari posisi berbaring. Baru banget bangun dari tidurnya .

"Ogah, lo belom mandi. Molor lagi aja, sono. Sok baik banget lagian, mau nganterin gue," ucap Jeno seraya mondar-mandir mengambil barang yang diperlukan, memasukannya ke dalam tas.

Abi memutar bola mata. "Dari dulu gue mah baek, lonya aja."

"Gue balik telat, mau mampir cafe." Jeno menyampirkan tas selempang di bahu, lalu sekali lagi mengecek penampilannya di depan cermin.

"Gue anterin, beneran."

"Gak usah. Lo tidur lagi aja. Masih pagi."

Jeno memakai sepatu. "Gue pergi," katanya, setelah selesai. Berdiri dan membuka pintu. Kemudian melangkah menghampiri motornya yang sudah ada di halaman. Sudah Jeno panaskan tadi.

Saat akan menyalakan motor. Sebuah motor dengan pengendara berjaket khas ojek online berhenti di pinggir jalan. Seorang gadis berambut kuncir kuda, berhoodie kuning, dengan tas selempang rajut, turun. Menyerahkan helm hijau yang dipakainya pada si pengendara motor, lalu memberikan beberapa lembar uang. Gadis itu berbalik. Menunduk saat melihat Jeno dan motornya. Jeno tak jadi menyalakan motor, turun kembali. Menghampiri gadis itu.

"Lo gak masuk kerja?" tanyanya.

Gadis dengan hoodie kuning yang tampak kebesaran di tubuhnya, itu Keny. Dia semakin menunduk, saat Jeno mendekat.

"Bentar, gue pinjem helm Abi." Jeno berjalan kembali ke teras kosan, mengambil helm punya Abi. Lalu menghampiri Keny. Memakaikan helm itu padanya.

"Ayok." Jeno melangkah ke arah motor. Mengajak Keny. Tanpa suara Keny menurut. Memegang pundak Jeno lalu naik ke atas motornya.

Motor melaju, berbelok ke kiri, berlawanan dengan arah rumah sakit yang semula jadi tujuan awalnya.

-

Karena ini bukan weekend, hari produktif kerja, taman kota terlihat sepi. Jeno menuntun Keny yang tidak mengeluarkan sepatah kata pun sejak tadi. Hanya tangannya yang terlihat terus berusaha menghentikan laju air mata yang menetes melewati pipinya, itu sudah cukup untuk menjelaskan, ada yang tidak beres. Tiba di sebuah kursi melingkar. Jeno mendudukkan Keny, dan dia duduk di sampingnya, menghadapkan tubuh pada gadis itu.

"Kenapa? Ada masalah di kerjaan?" tanya Jeno.

Keny menggeleng. Mengelap air matanya yang mulai deras mengalir, padahal dia tidak berniat menangis di hadapan Jeno tadinya.

"Sini, dah. Nangis di gue." Jeno merentangkan tangan kanannya menyuruh anak kecil itu mendekat. Keny menurut, menyondongkan tubuh, membiarkannya diraih Jeno.

Tanpa dimau, air matanya tiba-tiba turun semakin deras. Keny menangis di dada bidang Jeno, abang ketemu gede yang sebenarnya bukan siapa-siapanya itu, tapi entah kenapa setiap dia kacau hanya Jeno tujuannya. 15 menit mungkin, Keny hanya menangis didekapan Jeno. Sampai akhirnya air matanya habis, dan sekarang hanya tersisa sesenggukan.

He's Jeanno (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang