Alula mengayungkan kakinya. Jujur, ia sangat bosan berada di rumah sakit. Hari ini sebenarnya waktunya untuk pulang tapi Regas memberitahunya bahwa ia bisa pulang jika cairan infusnya sudah habis.
"Bosen yah lo?" Alula mendongak. Matanya menatap Regas yang sedang memainkan handphone nya.
"Iya. Hp aku habis batrai. Bosen banget" Alula memeluk bantal. Bibirnya mengerucut sebal. Ia ingin pulang. "Oh iya. Rendi sama Alvi mana?"
"Mereka lagi nyari minum"
Alula mengingat sesuatu. Pantas saja Rendi dan Alvi membeli minuman karena tadi Regas hanya membawa satu botol air mineral dan dirinya sudah mendapatkan dari rumah sakit. "Ohhhh"
"Gue gak perlu kabarin keluarga lo nih?"
Alula menggeleng pasti. "Jangan. Aku udah bilang kok aku lagi nginep di rumah Tresa. Aku gak mau buat Aa khawatir"
Regas hanya mengangguk. Namun ia hampir lupa untuk menanyakan satu hal. "Lo punya trauma?"
"Heh?" Alula diam beberapa detik. Lalu bibirnya tersenyum tipis. "Iya. Dulu aku pernah liat kecelakaan di jalanan. Aku liat semua orang panik dan teriak minta tolong tapi bodohnya aku malah liat kecelakaan itu"
Regas mengernyit. "Lo nyesel?"
"Iya. Nyesel banget. Karena yang kecelakaan itu adalah Ayah aku"
"Jadi lo trauma sama orang panik dan teriakan minta tolong?"
"Sama darah juga"
Regas diam. Ia tak ingin menanyakan lebih lanjut. "Yaudah. Gue keluar dulu"
Alula mengangguk dan tersenyum setuju.
Setelah pintu tertutup Alula sudah benar-benar tidak tau ingin melakukan apa. Apa ia harus keluar rumah sakit? Atau menganggu pasien yang lain? Ah yang benar saja! Ia tidak mungkin melakukan itu.
Brakk.
Pintu terbuka dengan keras. Terlihatlah kedua sahabatnya dengan wajah panik. mereka adalah Tresa dan Ira. "Alula?"
"Tresa? Ira?" Alula melebarkan matanya. Ia merentangkan tangannya. Menyambut pelukan kedua sahabatnya. "Kangennn"
Tresa dan Ira mengeratkan pelukan mereka. Rasanya seperti tak bertemu berbulan-bulan. "Lo kenapa bisa kayak gini?"
Alula melepaskan pelukan mereka. "Gapapa. Serius deh"
"Gue panik banget waktu dapet chat dari Alvi yang isinya lo masuk rumah sakit" Tresa menghapus airmata yang siap jatuh dari sudut matanya. "Si bego bikin gue khawatir"
"Kenapa bisa masuk rumah sakit sih? Lo liat apa sampe trauma lo kambuh?" Ira duduk dibangku yang tersedia di samping ranjang. Matanya menatap intens sahabatnya.
"Liat kecelakaan"
"Haduhh Alula. Lo tuh kalo liat yang rame-rame langsung jauhin aja" Ira menunjuk Alula. "Awas aja kalo kejadian ini terulang lagi"
Alula mengangguk seperti anak yang dinasehati orangtuanya. "Gak. Janji"
Tresa menghela nafas. "Peduli juga tuh Regas"
"Hah?" Alula tak mengerti. Kenapa Tresa membawa-bawa nama Regas. "Kenapa sama Regas?"
"Lo gak tau?" Tresa menoleh ke arah Ira. "Regas gak kasih tau apa yah?"
Ira hanya mengangkat bahu. "Yang bawa lo ke rumah sakit kan si Regas" Tresa mencari keberadaan tiga cowok itu. "Kemana mereka?"
Alula diam. Ia masih mencerna kata-kata Tresa. Jika Regas yang membawanya ke rumah sakit berarti dia belum pulang kerumah sama seperti Alvi dan Rendi. Pantas saja Regas masih memakai baju sekolah. Kenapa ia sangat bodoh untuk tidak menyadari itu.
Tresa menatap Alula yang masih terdiam. "Woyy"
Alula mengerjap. "Hah? Kenapa?"
"Jangan bengong napah? Kalo kesurupan kan gak lucu"
Alula hanya tersenyum kecil. "Mereka lagi cari minuman"
"Hah? Kirain gue udah pulang"
"Belum. Tuh tas Regas sama jaket Alvi masih disana" Alula menunjuk arah sofa. "Kenapa?"
"Seriusan mereka nginep disini? Wow" ucap Ira takjub. "Ada angin apa pada mau nemenin lo semaleman? Curiga nih"
"Hushh. Kamu Ira gak boleh berfikiran negatif gitu"
"Oke oke" Ira tersenyum dan memeluk Alula kembali. "Lo pulang hari ini kan?"
"Iya. Tunggu cairan infusnya habis"
"Oke. Berarti kita disini sampe lo pulang"
Alula mengangguk dan tersenyum.
🍬🍬🍬
"Tumben lo peduli sama Alula. Kirain gue lo bakal tinggalin Alula di trotoar"
Regas menatap Rendi intens. Minuman yang sedari tadi ia pegang, ia taruh dimeja kantin rumah sakit. "Ya nggak lah. Gila kali"
"Bener sih kata Rendi lo kok peduli sama Alula. Apa gara-gara lo sekarang jomblo?" Alvi menaikkan kedua alis matanya berulang kali.
Regas hanya mengangkat bahunya tak peduli. Ia malas menjawab pertanyaan Alvi yang menurutnya ngawur.
"Gas! Gue serius nih mau nanya. Lo masih pacar Alula gak?"
Regas sedikit terkejut dengan pertanyaan Rendi. Ia terdiam beberapa detik. "Gak tau"
"Yeee anak orang lo gantung kayak sempak si Alvi"
Alvi menatap Rendi tajam. "Ngapain bawa-bawa nama gue anjing?!"
"Serah gue dong. Emang nama lo udah dilindungi negara sampe gak bisa dibawa-bawa?"
"Kok lo nyolot sih? Minta digatak yah pala lo?"
"Nih nih. Anggap aja kepala gue udah di asuransi"
"Mau lo?" Alvi mulai mendekatkan diri ke tubuh Rendi namun Rendi sudah memanjangkan kakinya ke arah Alvi membuat cowok itu mundur kembali.
"Udahlah. Jangan nanya ke Regas. Tapi nanya ke hatinya. Dia cinta gak sama Alula?" Alvi memberi pertanyaan yang berfaedahnya. "Lo cinta gak sama Alula?"
Rendi mengangguk setuju. Membuat Regas kembali bergelut dengan pikirannya.
"Kalo lo nanya hati gue..."
"Gue gak cinta sama Alula"
🍋🍋🍋
Bab 16 selesai. Selamat membaca😊
Salam dari bininya Seokjin❤
Sabtu, 27 oktober 2018
![](https://img.wattpad.com/cover/161851108-288-k397557.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SAVVY✔
Teen Fiction[Cerita belum di revisi, tata bahasa masih berantakan] Bagi Alula, Regas adalah sebuah bayangan. Sekuat apapun menggenggam, nyatanya hanya hampa yang terasa. Namun, jauh dari kenyataannya, Regas menginginkan Alula. START : Minggu, 16 September 2018 ...