Dari hari ke hari semakin banyak kisah Yora dan Lexon, hubungan mereka tak terbatas pada sepasang kekasih yang selalu menjaga agar sikapnya selalu tampak baik namun mereka terkadang bisa menjadi sepasang sahabat yang saling bertukar cerita, atau selayaknya kakak adik yang saling menjaga juga menasehati satu sama lain, bahkan mereka dapat menjadi teman untuk saling bertengkar kecil ketika berbeda pendapat. Baik Yora juga Lexon amat menyukai hubungan mereka, tak ada rasa cemburu dari kedua pihak karena hubungan mereka berawal dari saling percaya untuk berkomitmen bersama.
Sabtu siang itu Yora menghubungi Lexon sekedar memberitahu bahwa ia akan pergi ke rumah salah satu temannya. Lexon tak pernah meminta Yora untuk selalu meminta izin dalam melakukan apapun namun mereka berdua telah terbiasa memberi kabar tentang apa yang akan mereka lakukan.
“Ya ampun sudah jam enam nih, aku pulang deh” Yora terkejut.
“Hmm kayaknya jam segini sudah gak ada kendaraan umum deh”
Beberapa saat Yora mencoba menghubungi orangtuanya namun karena sedang ada urusan yang cukup mendesak hingga tak dapat menjemput Yora.
“Oh ya Ra, kata kamu tadi Lexon malam ini nginep di rumah tantenya kan? Minta jemput saja Ra, masa dia gak mau jemput pacarnya”
“Linka, kamu belum tahu Lexon sih, dia beda banget sama cowok lain”
“Kenapa? Yah masa jemput pacarnya dia gak mau sih, keterlaluan ah” Balas Linka kesal.
Tampak Yora sedang menimbang-nimbang saran dari Linka, dan ia memberanikan diri untuk mencoba meskipun ia yakin kemungkinan Lexon tak akan mau ada sembilan puluh delapan persen “Yah apa salahnya dicoba meski cuma dua persen” Ujar Yora sambil menekan nomor Lexon. Terdengar nada sambung sebelum di jawab.
“Ya kenapa?” Tanya Lexon dari seberang tanpa mengatakan halo.
Tiba-tiba tubuh Yora terasa tegang mendengar suara Lexon.
“Yora” Panggil Lexon “Kenapa kamu telpon?” Tanyanya lagi.
“Ahh ehmmm itu... ah.. kamu di mana sekarang?” Tanya Yora hati-hati.
“Di rumah tante, kenapa?”
“Ehhhm Lex aku bisa gak minta tolong jemput di rumah Linka? Soalnya papa gak bisa jemput trus...” Belum selesai Yora memberi alasan Lexon lebih dulu memutuskan kalimat Yora.
“Kamu tadi bisa kan pergi kesana sendiri kok pulangnya gak bisa?” Tukas Lexon.
“Yah itu kesorean jadi mau pulang gak ada angkutan umum lagi jam segini”
“Kan kamu tahu di daerah kamu sini jam lima saja kendaraan umum sudah gak ada, terserah kamu coba cari cara buat pulang sendiri” Tukas Lexon lalu memutuskan telpon.
Yora melepaskan handphone dari telinganya lalu menunduk lemah.
“Kenapa Ra? Lexon gak mau jemput kamu?”
“Dia bilang aku bisa pergi harusnya bisa pulang sendiri juga”
Linka menatap heran kepada sahabatnya, ia tak menyangka bahwa Lexon setega itu, ia juga merasa bersalah karena sudah memaksa Yora untuk meminta Lexon untuk menjemputnya.
“Itu lah uniknya Lexon” Balas Yora lemah.
“Gak habis pikir aku sama pacar kamu itu, kok kamu juga tahan sih sama dia?”
Senyum di bibir Yora tanpa arti “Entahlah aku juga gak tahu”
“Pikirin lagi baik-baik Ra hubungan kalian, masih banyak cowok di luar sana”
Yora hanya membalas dengan senyum kecil “Ya udah deh aku jalan keluar saja, mana tahu ada kendaraan umum yang masih lewat”
“Tapi kalau gak ada gimana Ra, ini kan udah sore”
“Gak masalah deh nanti aku minta tolong sama Willem”
Linka mengantarkan Yora hingga ke pintu gerbang rumahnya “Kadang aku bingung yang pacar kamu Lexon apa Willem sih Ra” Ujar Linka, kemudian Yora berlalu menyusuri jalan yang mulai sepi kendaraan.Memang di daerah tempat tinggal Yora kendaraan umum akan berhenti beroperasi setelah memasuki pukul lima setelah jam kerja. Orang-orang juga kebanyakan akan tinggal dalam rumah tak lagi terlalu banyak yang beraktivitas di luar rumah. Dari rumah Linka, Yora harus berjalan kurang lebih lima belas menit untuk keluar ke jalan besar baru lah akan menemukan kendaraan umum yang melintas itu pun jika ia beruntung. Begitu lelah Yora berjalan, ia mengeluarkan earphone disambungkannya ke handphonenya, beberapa lagu yang ia sukai menemani perjalanan Yora sore itu. Setibanya di pinggir jalan besar Yora menyandarkan diri ke dinding sebuah warung kecil. Ia menyeka keringat di dahinya sambil mengangguk-anggukan kepala Yora mengikuti irama musik. Terdengar sebuah suara yang tak asing memanggilnya.
“Misi non, sendirian saja? Mau diantar kemana?”
Yora sama sekali tak berniat menoleh, ia tetap mendengarkan musik seolah tak mendengarkan suara yang memanggilnya bahkan ia menutup matanya. Yora merasakan seseorang berdiri begitu dekat dengannya, ia mulai bingung harus apa. Ia terpaksa membuka kedua matanya ketika tangan seseorang melepaskan earphone yang menutupi telinganya. Tentu saja Yora terkejut dan baru saja ia ingin marah tapi urung setelah melihat seorang cowok yang menjulang tinggi berdiri tepat di hadapannya.
“Kalau tutup mata gimana cara kamu tahu ada kendaraan umum yang lewat?”
“Kenapa kamu di sini?” Tanya Yora mulai kesal “Katanya gak mau jemput”
Lexon tersenyum begitu manis menatap Yora yang mulai kesal.
“Sejak kapan kamu tahu aku di sini?” Tanya Yora dengan nada marah.
“Sejak kamu keluar dari rumah teman kamu. Marahnya nanti saja, pulang dulu”
Yora terdiam, sejujurnya ia kesal dengan tingkah Lexon namun kalau ia menolak untuk diantar pulang, entah bagaimana caranya ia bisa segera sampai di rumah.
“Gak usah gengsi” Ujar Lexon seakan dapat membaca pikiran Yora “Aku cuma mau kamu jadi cewek mandiri yang gak bergantung sama orang lain” Lexon menarik lengan Yora lalu memintanya naik ke boncengan motornya.
Masih dengan wajah kesal Yora tetap menurut “Jangan lompat dari motor yah” Canda Lexon namun masih tak mendapat balasan dari Yora.
“Masih marah?” Ujar Lexon agak teriak agar suaranya terdengar.
“Kenapa kamu ikutin aku kayak tadi? Kenapa gak langsung bilang kalau kamu jemput aku, jadi aku gak perlu capek jalan dari tadi”
“Yora justru aku lihat kamu usaha cari cara dan itu salah satu nilai plus buat kamu karena buktiin kalau kamu bisa mandiri”
Yora terdiam mencerna maksud dari ucapan Lexon, tak lama ia mencoba melupakan kekesalannya kepada Lexon “Oh ya Lex kok kamu kesini bawa motor? Rion juga bawa motor?”
“Iya, kan mau nginep jadi bawa motor biar kalau mau pergi-pergi gak repot”
“Berdua aja sama Rion?”
“Gak, sama Martin juga, dia dibonceng Rion”
“Martin siapa?”
“Anaknya tante Clementy yang sekolah di daerah rumah aku sana”
Yora mengangguk-angguk mengerti meski Lexon tak dapat melihat dirinya.
Mendengar ucapan Lexon yang menginginkan dirinya menjadi cewek yang mandiri membuat Yora mulai tersenyum, memang itulah Lexon selalu saja memiliki cara yang berbeda dari cowok lain. Sesampainya di rumah mereka berpisah, dan berencana untuk berkumpul bersama Willem, Rion juga teman-temannya yang lain hari minggu siang. Seperti biasa mereka masih berkomunikasi via telpon. Hingga cukup larut keduanya menghentikan komunikasi. Yora terbangun dari tidurnya, dilihat jam dinding yang terpasang manis di kamarnya masih terlalu dini. Ia meraih handphonenya lalu menekan nomor satu panggilan cepat untuk Lexon, cukup lama menunggu baru saja akan diakhiri, Lexon menjawab dengan suara yang berat.
“Udah tidur yah?” Tanya Yora.
“Iya, ini baru jam dua pagi loh. Kenapa Ra?” Tanya Lexon.
“Gak ada apa-apa kok cuma kebangun saja” Balas Yora “Laper” Yora berkata sambil terkekeh.
“Haaa kamu telpon aku cuma buat bilang laper? Astaga Yora gak salah kamu?” Nada Lexon meninggi.
“Yah Sorry deh kalau gitu” Ujar Yora merasa bersalah.
Entah marah atau tidak Lexon langsung memutuskan telpon begitu saja, membuat Yora menebak-nebak, ia menyesali apa yang telah ia lakukan. Rasa sedih merasuk ke jiwanya, apa semua cowok memang tidak peduli seperti Lexon, batinnya. Ia berguling ke kanan ke kiri, berusaha memejamkan matanya namun sulit. Sejak tadi pun ia hanya memakan roti hingga ia harus kelaparan ditengah malam buta seperti saat itu. Setengah jam Yora masih terjaga, terasa getaran yang berasal dari handphonenya. Siapa yang menghubunginya pagi buta, pikirnya sambil menatap nama yang muncul pada layar.Seketika wajah Yora berubah kesal lagi, “Nah kan tadi aku telpon dia marah sekarang dia telpon, apa mau minta maaf?” Yora berbicara kepada dirinya sendiri.
Ia memutuskan untuk membiarkan panggilan dari Lexon hingga berhenti, dua kali Lexon menghubungi namun Yora enggan menjawab. Masuk satu pesan yang Yora yakini adalah dari Lexon. Ketika ia membuka pesan hanya terdapat satu kata ‘ANGKAT’ dengan huruf kapital. Yora tersenyum getir sebelum membalas, namun Lexon menghubunginya kembali. Berniat marah kepada Lexon, setelah menjawab telpon dari Lexon baru saja Yora akan membuka mulutnya namun suara Lexon sudah lebih dulu menyuruhnya untuk keluar.
“Apa?” Tanya Yora tak percaya dengan apa yang ia dengar.
“Keluar sekarang Yora” Balas Lexon tak sabar.
Merasa bingung namun Yora segera keluar dan ia terkejut mendapatkan Lexon yang sedang duduk manis di atas motornya lengkap dengan jaket kulit berwarna hitam dan helm yang masih menutupi wajahnya. Yora memperlambat langkahnya saat mulai mendekati Lexon. Jantungnya berdegup kecang ia tak tahu apa yang akan Lexon lakukan hingga berada di hadapannya sepagi itu. Lexon membuka helm yang menutupi wajahnya, menatap Yora dengan wajah cemas.
“Kenapa kamu lihat aku kayak gitu?” Tanya Lexon “Nih makan dulu”
Yora tersenyum “Sweet banget kamu” Ia tak menduga Lexon mau repot-repot mengantarkan makanan untuk dirinya, padahal ia pikir Lexon terlalu tak peduli.
“Aku langsung pulang yah” Ujar Lexon.
“Masuk dulu, kita makan bareng di teras” Ajak Yora.
“Mama papa kamu kan gak kenal aku?”
“Gak apa-apa mereka sudah tidur jadi gak akan tahu kok” Balas Yora kemudian ia masuk di ikuti Lexon dari belakang.
“Kamu dapet sate dari mana Lex?” Tanya Yora sambil mengunyah.
“Deket rumah tante ada yang masih jualan, kamu sih tadi gak makan dulu”
“Tadi pulang dari rumah Linka gak laper jadi cuma makan roti trus tidur deh”
Lexon menggeleng melihat Yora “Lain kali di ulang lagi yah” Sindir Lexon.
“I’m so sorry. Aku pikir kamu tadi marah, tapi ternyata kamu selalu punya cara sendiri. I’m so thank my God to have you”
Senyum Lexon membuat Yora tak mampu menahan rasa senangnya “Makan cepet habisin trus tidur, biar aku bisa pulang” Ujar Lexon sambil mengacak-acak rambut Yora penuh sayang.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sebelum next chapter boleh yah minta klik bintangnya
KAMU SEDANG MEMBACA
At Least
Romanceperjuangan dua hati menentukan pilihan dalam kisah cintanya. Restu yang tak kunjung Lexon dan Yora dapatkan belum lagi diperhadapkan dengan berbagai pilihan sulit. Namun Tuhan tak pernah tinggal diam, Ia selalu memberikan apa yang menjadi milikmu ji...