Tiga tahun berlalu. . .
Lexon sudah menyelesaikan pendidikannya, dan ia mulai melanjutkan persiapan untuk menjadi seorang pengacara dengan persiapan berbagai tes yang akan ia jalani juga pendidikan pascasarjannya. Pemikirannya pun mulai berubah seiring berjalannya waktu. Lexon memiliki keinginan untuk melanjutkan hidupnya di Melbourne, ia akan mengambil keputusan menjadi warga negara sana. Itu artinya Lexon akan menetap dan meninggalkan Indonesia tanah kelahirannya. Dalam liburan Lexon kembali pulang untuk membicarakan keinginannya kepada keluarga serta Yora pastinya. Hanya Rion yang mengetahui rencana kakaknya, beberapa kali Rion mencoba meyakinkan kakaknya untuk kembali berkumpul bersama mereka namun Lexon memiliki pendirian yang cukup teguh. Maka Rion hanya dapat berharap nantinya Yora mampu membuat Lexon mengubah pikirannya. Hingga tiba harinya di mana Lexon kembali. Ketika tiba di Bandara, Rion dan Yora sudah menunggunya. Tak peduli dengan orang banyak Rion segera menghampiri kakaknya lalu memeluk Lexon dengan penuh rindu. Meskipun sudah cukup dewasa Rion masih bertingkah manja kepada Lexon. Setelah puas melepas rindu dengan Rion, mata Lexon menatap gadisnya yang berdiri tak jauh dari mereka dengan pandangan lekat untuknya. Lexon berjalan menghampiri Yora dengan senyum lebar, ia mengacak-acak rambut Yora dengan sejuta rindu. Mendengar keluhan dari Yora segera saja Lexon menarik tubuh gadisnya kedalam pelukannya. Yora pun membalas, “Kamu lebih kurus dari terakhir kali aku tinggal?” Ujar Lexon.
Seulas senyum tampak di wajah Yora.
“Yuuk balik mama papa sudah nunggu di rumah” Ajak Rion.
Kemudian ketiganya berjalan beriringan menuju pelataran parkir.***
Siang itu diadakan pesta barbeque untuk menyambut kepulangan Lexon. Halaman belakang rumah Lexon dipenuhi dengan keluarga tempat ia bernaung serta Willem, Luca yang selalu menjadi sahabat baginya. Semua tampak begitu senang saat itu. Ketika mereka mulai makan Lexon dihujani berbagai macam pertanyaan dan seperti kebiasan Lexon hanya menjawab pertanyaan yang ingin ia jawab, jelas saja membuat mamanya mengomel. Sejenak Lexon menatap Rion yang duduk tepat di depannya, tatapan Lexon membuat Rion tersedak. Secara cepat Yora memberikan segelas minuman kepada Rion.
“Pelan-pelan dong Rion” Ujar mama.
“Ada yang mau aku omongin” Ujar Lexon membuat seluruh mata memperhatikannya.
“Lex” Rion mencoba mencegah namun sepertinya tidak berpengaruh.
“Aku mau pindah kewarganegaraan” Lexon berujar.
Semua yang mendengar terkejut akan keputusan Lexon secara tiba-tiba.
“Apa alasan kamu menetap di sana Lexon?” Tanya Lita.
“Coba kamu pikir matang-matang Lex, papa cuma minta kamu kuliah di sana bukan pindah ke sana Lex” Randy menimpali.
“Papa yang dulu minta Lexon ambil pendidikan di sana bahkan papa maksa, sekarang buat apa kuliah di sana trus harus pulang kesini?”
“Mau papa gak begitu Lexon, papa cuma mau anak papa lulusan dari luar”
“Papa yang buat Lexon punya pilihan ini pa, ini salah papa. Kalau saja dulu papa gak maksa supaya aku kuliah di Melbourne mungkin aku juga gak akan punya pikiran ini”
Suasana menjadi cukup tegang, semua yang ada di situ merasa tak nyaman. Tak ada lagi yang menimpali, semua diam. Catlyn juga Rion memberi tanda isyarat kepada Yora. Seakan menangkap apa yang diinginkan oleh dua kakak beradik itu segera saja Yora melingkarkan tangannya pada lengan Lexon, ia setengah berbisik mengajak Lexon untuk pergi dari situ. Tak lama Lexon menurut, ia berdiri lalu pergi bersama Yora dari situ. Sebelum menyusul Lexon yang lebih dulu pergi, Yora berpamitan kepada yang lain khususnya kepada kedua orangtua Lexon. Lalu ia berlari kecil mengekor langkah Lexon yang panjang. Dalam mobil mereka duduk dalam diam juga tanpa arah. Kurang lebih dua puluh menit Lexon hanya menatap lurus ke jalan seakan sedang sendiri. Yora mulai melirik ke sebelahnya namun tetap tak melihat ada reaksi dari Lexon. Ia menatap layar handphonenya yang memiliki sebuah pesan dari Willem. Pesan itu berisi bahwa Rion juga Catlyn minta Yora membawa Lexon pergi lantaran tak ingin ada pertengakaran juga mereka merasa kasihan dengan papanya yang tampak menyesal telah memaksa Lexon untuk mengikuti keinginannya kuliah di Melbourne. Yora menghela napas panjang kemudian berujar “Pak, saya turun di depan sana yah”
Sontak saja Lexon menginjak pedal rem hingga membuat Yora terkejut. “Kenapa Lex? Ada apa?”
“Katanya mau berhenti?” Balas Lexon.
“Ya ampun, yah kamu sih sepanjang jalan diam saja”
“Katanya mau turun?”
“Lexon” Yora mulai kesal dibuatnya “Sudah dong, jangan marah lagi sama papa kamu, kok kayak anak kecil sih”
“Aku gak marah sama papa”
“Trus kenapa kamu diam saja dari tadi?”
“Aku marahnya sama kamu” Balas Lexon tanpa menatap Yora di sebelahnya.
“Loh gimana sih kok marahnya malah sama aku?” Tanya Yora bingung.
“Aku baru saja balik, capek Ra, laper juga nah kamu aku belum sempat makan sudah ajak pergi”
Mendengar ucapan Lexon yang serius membuat mata Yora terbelalak “Lexon, ampun deh. Jadi dari tadi kamu kesal sama aku lantaran ajak kamu pergi gini?” Nada Yora mulai meninggi pandangannya juga lekat kepada Lexon “Rion yang minta aku bawa kamu pergi supaya gak ribut lagi sama papa kamu loh”
Lexon mengangguk kecil “Terserah apa kata kamu. Udah ahh aku laper. Kamu tanggung jawab, traktir aku” Lalu ia menghentikan mobil di salah satu resto.
Setelah disalahkan juga merasa begitu gemas dengan tingkah Lexon membuat Yora mencubit pinggang Lexon.
Melihat Yora yang marah-marah membuat Lexon mulai tertawa kecil lalu memegang kedua tangan Yora menghentikan cubitan yang bertubi-tubi untuknya. Setelah tiba di sebuah tempat makan, Luca, Willem juga Rion bergabung dengan keduanya. Melihat tampang Yora yang merengut sedangkan Lexon yang menahan tawa menatap gadisnya membuat ketiga pemuda yang baru saja datang heran.
“Ada drama apaan lagi nih?” Tanya Luca yang duduk samping Lexon.
Willem mengambil posisi duduk sebelah Yora lalu menatap sahabatnya dalam. “Kamu kenapa Ra? Kok kesal gitu kelihatannya?”
“Tanya saja tuh sama dia” Balas Yora ketus.
“Kenapa sih Lex?” Tanya Rion.
“Ra, jangan ngambek gitu. Udah gede masa ngambekan gak dewasa ah” Ujar Lexon “Tuh mereka penasaran, cerita dong ke mereka ada apa”
“Bodo” Yora membalas masih menahan kesal ditambah mendengar tawa kecil dari Lexon yang malah menggodanya.
Karena merasa tak tahan mengomel akhirnya Yora menceritakan apa yang terjadi antara dia dan Lexon, bagaimana tingkah Lexon yang berhasil membuatnya dari khawatir menjadi kesal setengah mati. Mendengar penjelasan dari Yora, tawa keempat pemuda itu pecah termasuk Lexon. Hal itu membuat Yora semakin kesal. Tapi mereka tetap tertawa tak mempedulikan keluhan-keluhan yang disampaikan Yora. Begitulah Lexon yang selalu memiliki caranya sendiri, Yora tahu dibalik itu semua Lexon menutupi rasa kesal terhadap papanya namun ia bertingkah seolah tak terjadi apa-apa di depan Yora. Perjalanan pulang mereka sudah berbincang seperti biasanya. Rasa kesal Yora sudah mulai pudar. Mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan pagar rumah yang Yora tinggali beberapa tahun terakhir.
“Ra, gimana pendapat kamu tentang keputusan aku? Apa aku salah?”
“Lex, kalau aku jadi kamu mungkin aku juga akan ambil keputusan yang sama, tapi kalau aku berdiri sebagai Yora jujur aku gak mau itu terjadi. Kamu tahu selama ini aku bertahan nunggu kamu Lex, dan sudah pasti aku mau kamu tetap tinggal. Aku gak mau jauh dari kamu”
“Aku mohon Ra, ikut aku”
“Lex, aku akan coba buat bilang sama orang tua aku”
“Apa itu artinya kamu setuju mau ikut sama aku Ra?”
“Entahlah Lex, kalau aku tutup mata, aku gak punya alasan buat nolak ajakan kamu tapi aku punya keluarga di sini”
“Apa aku harus temui keluarga kamu? Atau minta orang tua aku yang ketemu orang tua kamu?” Lexon berkata antusias.
Yora menggenggam tangan Lexon tanpa berkata apa pun.
“Maaf ya Ra kalau sekarang aku terlalu maksa kamu” Ujar Lexon lembut “Masuklah, istirahat”
Yora mengangguk pelan sambil tersenyum “Kamu pulang hati-hati yah, kabari aku kalau sudah di rumah dan jangan ribut lagi sama papa kamu, janji?”
Giliran Lexon yang mengangguk tanda setuju dengan permintaan Yora. Lexon menatap punggung Yora yang semakin menjauh dan hilang di balik pintu, kemudian ia menginjak pedal gas kembali mengarungi jalan malam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
At Least
Romanceperjuangan dua hati menentukan pilihan dalam kisah cintanya. Restu yang tak kunjung Lexon dan Yora dapatkan belum lagi diperhadapkan dengan berbagai pilihan sulit. Namun Tuhan tak pernah tinggal diam, Ia selalu memberikan apa yang menjadi milikmu ji...